Peristiwa Daerah

Program Pesantren Hijau Manfaatkan PLTS Atap, Hemat Tagihan Listrik Bulanan

Kamis, 25 Februari 2021 - 20:49 | 27.64k
Diskusi virtual persembahan Sun Energy dan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) tentang pengembangan listrik tenaga surya di pondok pesantren, Kamis (25/2/2021). (Foto: Tangkapan Layar)
Diskusi virtual persembahan Sun Energy dan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) tentang pengembangan listrik tenaga surya di pondok pesantren, Kamis (25/2/2021). (Foto: Tangkapan Layar)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pesantren adalah agen perubahan dalam transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan, khususnya energi surya. SUN Energy memberikan skema pemasangan PLTS bagi pesantren dengan investasi Rp 0.

Dalam suasana hari jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-95 tahun, SUN Energy sebuah perusahaan pengembang lokal Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bersama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) membuka kerjasama dan diskusi.

Forum diskusi tersebut membahas tentang potensi pemanfaatan energi surya untuk mensukseskan program Pesantren Hijau yang dicanangkan oleh Lembaga Perubahan Iklim PBNU, bekerjasama pula dengan Radesa Institute.

Hal ini merupakan awal diskusi dari kedua belah pihak untuk menjajaki seberapa besar manfaat yang bisa didapatkan baik dari sisi penghematan listrik maupun dari sisi ilmu pengetahuan tentang perkembangan teknologi PLTS di Indonesia.

Dalam pengelolaan energi nasional, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014 (PP 79/2014) tentang Kebijakan Energi Nasional mencanangkan target bauran energi dengan kontribusi energi baru terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025.

Kebijakan ini diperkuat lagi dengan Peraturan Presiden Nomor Nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional yang menargetkan energi nasional sebesar 23 persen dari energi baru terbarukan.

Prospek Pengembangan energi surya sangat besar. Dari potensi energi surya 207.8 GW, sekarang baru dimanfaatkan kurang dari 200 Mwp.

"Ini menunjukan kesenjangan yang sangat besar, yang di satu sisi adalah tantangan tetapi di sisi lain merupakan peluang untuk berbagai pihak untuk untuk berpartisipasi untuk memanfaatkan energi surya," terang Andhika Prastawa, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dalam diskusi virtual, Kamis (25/2/2021).

Andhika Prastawa menambahkan bahwa dibanding dengan negara-negara di ASEAN, Indonesia masih tertinggal dalam pemanfaatan matahari menjadi energi surya.

Oleh karena itu perlu adanya upaya dan dorongan pemerintah maupun pihak-pihak terkait dalam memanfaatkan energi surya, salah satunya melalui pesantren-pesantren dan sekolah yang dimiliki oleh NU.

Sebab, jelasnya, penerapan energi surya di pesantren dengan menggunakan PLTS dapat mempercepat pencapaian target pemerintah untuk menciptakan 23 persen energi baru terbarukan di tahun 2025.

Pemasangan PLTS atap juga sangat mudah, murah, tidak memerlukan area yang luas dan bisa dipasang di di grup-grup kecil atau bangunan-bangunan yang tersebar.

Pemanfaatan energi surya di pesantren umumnya digunakan untuk penerangan bagi kegiatan belajar mengajar, catut daya, maupun untuk pompa air.

"Terlebih untuk di masa pandemi ini, PLTS atap cocok digunakan dalam penghematan pembayaran listrik PLN," tegas Andhika Prastawa.

Hal senada juga diungkapkan oleh Syaikhul Islam, anggota Komisi VII DPR, Syaikhul Islam menyatakan bahwa PLTS adalah solusi paling efektif untuk memenuhi target 23 persen bauran energi, dan harus dikembangkan secara massif. Karena kemudahan, anugerah matahari yang sangat besar dan tidak memerlukan investasi yang mahal, bisa dipasang dimanapun tanpa melihat geografis, termasuk pemasangan PLTS di pesantren.

"Pemanfaatan PLTS di pesantren sangat mendesak," sebutnya.

Pesantren bisa menjadi agen perubahan yang bisa mendorong masyarakat agar mereka memanfaatan energi surya. Dan alangkah lebih baik lagi apabila di masa depan, pesantren-pesantren itu bisa memiliki badan usaha yang bisa menghasilkan listrik untuk dijual ke PLN, bukan hanya memanfaatkan energi surya untuk mencukupi kebutuhan listrik pesantren saja.

Hijroatul Maghfiroh dari Lembaga Perubahan Iklim PBNU mengatakan bahwa NU sangat concern terhadap masalah lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh kepada perubahan iklim.

Hari jadi yang ke-95 bisa menjadi momentum bagi persantren-pesantren binaan PBNU untuk menggalakkan Kembali program Pesantren Hijau.

"Kami telah cukup aktif untuk menerapkan program pengelolaan sampah, pemanfaatan sumber air. Namun belum sempat mengembangkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Maka dari itu pertemuan kali ini sungguh bermanfaat bagi Lembaga Perubahan Iklim PBNU dan berharap nantinya dapat benar-benar diterapkan dan menjadi media belajar yang baik bagi para santri," tegas Hijraotul Maghfiroh.

Pada kesempatan yang sama, I Made Aditya Suryawidya  Head of Business Solution SUN Energy, mengatakan bahwa sekarang ini semakin banyak kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mempermudah pemanfaatan energi surya meski masih ada tantangan dalam implementasi PLTS.

“Beberapa tantangan yang dihadapi pihak yang dalam pemasangan PLTS adalah seperti investasi, teknis pemasangan dalam pemasangan, dan lain sebagainya. Di sinilah SUN Energy hadir dalam menciptakan energi surya. SUN Energy menyediakan investasi sebesar 0% bagi pesantren yang akan memasang PLTS atap," ujar I Made Aditya Suryawidya.

Lalu kenapa tidak perlu investasi dan bagaimana model bisnisnya?

I Made Aditya Suryawidya mengatakan bahwa SUN Energy menerapkan skema pembayaran dan penyewaan PLTS. Pelanggan hanya membayar produksi listrik oleh PLTS berdasarkan pemakaian berapa Kwh yang diproduksi PLTS atap. Dengan menggunakan PLTS atap, pesantren bisa menghemat sebesar 10% - 15% tagihan listrik bulanan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES