Peristiwa Daerah

PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta Berkomitmen Serius Tekan Kebocoran Air

Rabu, 24 Februari 2021 - 18:35 | 100.77k
Direktur Utama Perumda PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta, Majiya. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Direktur Utama Perumda PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta, Majiya. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Saat ini, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia masih banyak yang mengalamai masalah terutama berkaitan dengan kebocoran atau kehilangan air pada pipa jaringannya. Salah satunya dialami oleh Perumda PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta.

Direktur Utama Perumda PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta, Majiya SE MM mengatakan, tingkat kebocoran jaringan air Perumda PDAM Tirtamarta Yogyakarta saat ini masih sebesar 30,9 persen. Padahal, idealnya harus dibawah angka 20 persen sebagaimana yang ditargetkan secara nasional.

“Untuk menekan kebocoran kami sudah melakukan berbagai upaya termasuk memperbaiki pipa yang rusak dan melakukan pengecekan secara rutin pada pipa-pipa jaringan,” kata Majiya kepada TIMES Indonesia, Rabu (24/2/2021).

Majiya menerangkan, sejak berdiri perusahaan yang dikelolanya sudah ada sejumlah masalah. Ia menceritakan, PDAM Tirtamarta dibangun pada jaman Belanda yaitu tahun 1918-1942.

Saat itu, perusahaan ini memiliki sumber air yang pertama di Karanggayam dengan debit 20 lt/dt. Kemudian, pada tahun 1923-1925 dibangun sumber air minum Umbul Lanang di Kali Kuning Kabupaten Sleman dengan debit 100 lt/dt.

Selanjutnya, didirikan Perusahaan Air Minum dengan nama Hoogdrink Water Bedrijf. Apesnya pada tahun 1930, sumber Umbul Lanang terkena bencana alam erupsi Gunung Merapi. Karena itu, Sumber Umbul Lanang kemudian direhabilitasi dan selesai tahun 1936. sehingga dapat beroperasi kembali.

Nah, pada tahun 1939-1941 dibangunlah sumur-sumur Besi I dan II dengan debit 55 lt/dt. Sementara pada periode Jaman Jepang tahun 1942 – 1945. Perusahaan Air Minum ini namanya diganti menjadi Tepas Tirto Marto dengan pimpinan Bapak KRT. Ir. Mertonegoro.

Dalam perkembangannya, pada tahun 1969-1982 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1970 Tepas Tirto Marto diubah menjadi Perusahaan Jawatan Air Minum Tirtamarta.

Selanjutnya, melalui pemerintah pusat dibangun sumber air berupa sumur dangkal di Jongkang dan Karangwuni, sumur gravitasi di Karanggayam serta Instalasi Pengolaha Air di Padasan untuk menggantikan Umbul Lanang yang rusak terkena banjir lahar dingin Gunung Merapi.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1976 Perusahaan Jawatan Air Minum Tirtamarta dirubah menjadi Perusahaan Daerah Air Minum Tirtamarta Yogyakarta.

Kemudian, melalui Proyek Pelita II, di akhir tahun 1977 dibangun sumber air sumur dalam di Blambangan dan sumur dangkal di Winongo.

Dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman tanggal 22 Maret 1978 antara Pemerintah Swiss dengan Pemerintah Indonesia, PDAM Tirtamarta dan Ditjen Cipta Karya Departemen PUTL melalui Proyek Phase I tahap I dibangun beberapa sumber air dan instalasi pengolahan.

Yaitu sumur dalam di Bedog sebanyak 12 buah, sumur dalam di Karanggayam sebanyak 5 buah, reservoir Bedog berkapasitas 2.500 m3 dan reservoir Karanggayam berkapasitas 1.000 m3. Nah, dengan selesainya proyek tersebut maka jumlah air yang diproduksi berjumlah 400 lt/dt.  

Selanjutnya, pada tahun 1982-1986, sisa Pinjaman Pemerintah Indonesia dari Pemerintah Swiss dilanjutkan pembangunannya dengan Proyek Phase I tahap 2 berupa sumur dalam Ngaglik sebanyak 8 buah, bak pengumpul Ngaglik 80 m3.

Selain itu, juga redrilling sumur dalam Bedog dan Karanggayam sebanyak 9 buah, Instalasi Aerasi Bawah Tanah di Ngaglik 1 buah dan Karanggayam 1 buah, sehingga total jumlah air yang diproduksi 530 lt/dt.  

Kalau dijabarkan periode tahun 1986-1990, jelas Majiya. Dari dana Pemerintah Pusat melalui PPSAB dibangun Bangunan Penangkap Air di Umbul Wadon, pemasangan pipa DM 250” sepanjang 6.131 m dari Umbul Wadon sampai BPT Bedoyo.Tahun 1989 melalui proyek APBD mengembangkan jaringan pipa distribusi sepanjang 2.400 m

Secara rinci sejarah dari kurun waktu tahun 1969-1982, melalui proyek APBD Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Kota Yogyakarta telah mengembangkan jaringan pipa distribusi sepanjang 94.000 m, disamping melakukan rehabilitasi lingkungan kantor PDAM Tirtamarta.

Instalasi Produksi di Kotagede diserahkan kepada PDAM Tirtamarta dari Departemen Pekerjaan Umum dengan debit air 20 lt/dt. Pada 1996-2001, dengan menggunakan dana PDAM Tirtamarta telah mampu merehabilitasi gedung PDAM, membuat Instalasi Pengolahan Air pengganti Aerasi Bawah Tanah.

Redrilling sumur dalam sebanyak 8 buah dan pembuatan sumur dalam baru sejumlah 8 buah serta pembuatan tele control untuk sumur dalam area Bedog, Karanggayam dan Ngaglik.

Sedangkan periode Tahun 2002 – sekarang yakini: tahun 2002 Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Bedog dengan kapasitas 200 lt/dt, tahun 2005 Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Karanggayam dengan kapasitas 150 lt/dt, tahun 2005 Pembuatan Gedung Pertemuan PDAM Tirtamarta.

Pada 2006 tanggap darurat adanya gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 di DIY dan Jawa Tengah dengan memberi bantuan, tahun 2007 Pembuatan Instalasi Pengolahan Air di Pengok Gondokusuman dengan kapasitas 40 lt/dt.

Pada tahun 2008 Pembuatan Instalasi Pengolahan Air Gemawang dengan kapasitas 200 lt/dt, tahun 2010 Pembuatan Instalasi Pengolahan Air di bener dengan kapasitas 30 lt/dt.

Dalam perjalanannya pada tahun 2018 terjadi perubahan dasar hukum yang semula dengan Peraturan Daerah Kotamadya Yogyakarta Nomor 6 Tahun 1970 tentang Perusahaan Jawatan Air Minum Tirtamarta Kotamadya Yogyakarta diubah dengan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2018 tentang Perusahaan Umum daerah Air Minum Kota Yogyakarta.

Tentu masih dengan tujuan awal yang sama yakni untuk mencukupi ketersediaan air baku dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok air minum bagi masyarakat.

Dari awal hingga akhir penjabarannya tersebut Majiya mengungkapkan. Bahwa penyebab terbesar kebocoran air karena jaringan distribusi pipa PDAM Tirtamarta sebagian besar sudah cukup lama umurnya, karena dibuat dari tahun 1918.

Selain itu dari beberapa pembenahan yang dilakukan, di titik nol kilometer misalnya, kedalaman pipanya mencapai 3 m. Material pipa terbuat dari asbes. Setiap pipa panjangnya 4 meter, sementara pada sambungan (kopling) antar pipa terbuat dari karet.

Dampaknya, karena telah dimakan usia, sambungan ini menjadi kaku, tidak lentur yang berakibat timbulnya kebocoran-kebocoran. Terlebih lagi pada saat tekanan air sedang tinggi atau akibat beban kendaraan yang melalui jalur di atasnya melebihi kapasitas tonase jalan.

“Sampai saat ini kami terus berupaya menekan kebocoran pipa agar tidak kehilangan air,” terang Direktur Utama Perumda PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta, Majiya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES