TIMESINDONESIA, MALANG – Tulisan ini terinspirasi dari status dan quote seorang kyai sahabat ngopi pagi. Tulisan itu menggelitik saya, karena ternyata dari hal yang sederhana saja bisa muncul kesombongan. Hal ini seringkali tidak kita sadari, karena sepertinya sudah biasa terjadi pada diri dan hidup kita. Karena seringnya terjadi, seringkali kemudian kita tidak merasa bahwa apa yang kita lakukan adalah bibit bibit dari tumbuhnya rasa bangga atas diri sendiri.
Tulisan yang saya kutip dari Ikatan Alumni Madrasatul Qur’an Tebuireng tersebut merujuk pada dawuhnya KH A Mustain Syafii : Sekali anda memamerkan kepunyaan (kelebihan) anda, apa saja, istighfarlah. Berarti di hati anda sedang ada (sifat) Qarun. Kalimat ini membuat saya mengerutkan kening dan kemudian merenung betapa seringnya kita mengucap hal tersebut.
Seringkali kita ini saat bertemu orang lain, kemudian menunjukkan inilah hasil karya saya. Manakala ada orang bercerita tentang kesuksesan sebuah institusi, maka kita kemudian berujar bahwa itu ada dan dibangun saat saya jadi…bla bla bla. Kalau saya tidak jadi disitu, bisa jadi ini tidak akan ada. Mengungkit atas apa yang kita lakukan, seakan menjadi hal yang biasa, karena seringnya kita melakukan hal tersebut.
Padahal kalau kita merunut sejarah, Nabi Muhammad saw tidak pernah mengajarkan untuk mengklaim sesuatu yang sudah dan atau akan kita lakukan. Rasulullah saw bahkan mengajarkan saat tangan kanan memberi, usahakan tangan kiri untuk tidak mengetahuinya. Perumpamaan yang bagus untuk menggambarkan betapa kebaikan yang kita lakukan, tidak perlu ditunjukkan kepada orang lain. Jika perlu, justru harus dirahasiakan. Bukan malah dipamer pamerkan
Dalam sebuah artikel, terdapat tujuh tanda yang mengarah kepada sifat sombong : senang membicarakan diri sendiri, memberitahukan luasnya pergaulan, suka pamer, merasa hidupnya lebih menarik sehingga kurang respek terhadap cerita orang lain, bangga akan pencapaian diri, mengajak orang lain tahu apa yang dialami dan kecencerungan untuk menyepelekan orang lain.
Tujuh hal ini seringkali terjadi tanpa kita sadari. Menganggap bahwa hal tersebut adalah sudah biasa dan bagian dari pentingnya menunjukkan eksistensi diri. Padahal eksistensi diri tidak harus ditunjukkan dengan cara tersebut. Akan tetapi menghasilkan karya yang bermanfaat akan dapat membuat orang lain mengakui bahwa kita dalam bagian perbaikan kehidupan masyarakat yang berkelanjutan, sekecil apapun itu.
Oleh karena itu, usahakan tidak menghiasi hidup ini dengan kesombongan dan sejenisnya. Akan tetapi warnai dengan karya agar keberadaan kita terasa nyata adanya. Ingatlah bahwa Rasulullah saw itu adalah orang yang santun dan tidak suka dengan kesombongan. Bagaimana dengan sahabat ngopi pagi semua ?
***
*)Oleh: Noor Shodiq Askandar, Ketua PW LP Ma'arif NU Jatim dan Wakil Rektor Unisma Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
***
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |