Kesehatan UIN Malang

Dosen FKIK UIN Malang Jelaskan Parameter Kesembuhan Pasien Covid-19

Selasa, 23 Februari 2021 - 12:46 | 97.64k
H. Christyaji Indradmojo, SpEM, Dosen Keilmuan Gawat Darurat, Kedokteran Haji dan Clinical skill lab FKIK UIN Maliki Malang. (Foto: Christyaji Indradmojo For TIMES Indonesia)
H. Christyaji Indradmojo, SpEM, Dosen Keilmuan Gawat Darurat, Kedokteran Haji dan Clinical skill lab FKIK UIN Maliki Malang. (Foto: Christyaji Indradmojo For TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Dosen Keilmuan Gawat Darurat, Kedokteran Haji dan Clinical skill lab di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki Malang), dr. H. Christyaji Indradmojo, SpEM. menyatakan bahwa PCR dan swab antigen tidak bisa digunakan sebagai parameter tunggal untuk kesembuhan pasien Covid-19.

INFORMASI SEPUTAR UIN MALANG DAPAT MENGUNJUNGI www.uin-malang.ac.id

"Pemeriksaan penunjang semacam PCR dan swab antigen memang memberi hasil yang cepat dan bisa memeriksa banyak pasien secara bersamaan tetapi kemungkinan bias hasil juga lebih tinggi," ujar dr. H. Christyaji Indradmojo, SpEM kepada TIMES Indonesia, Selasa (23/2/2021).

Christyaji menjelaskan, dalam menegakkan diagnosis, ada tahap-tahapan yang perlu diperhatikan. Tahapan yang pertama dan utama adalah penggalian riwayat atau anamnesis untuk menyumbang sekitar 60 sampai 70 persen informasi diagnosis.

Di dalam anamnesis, tim medis akan menggali perjalanan keluhan yang dirasakan pasien saat itu. Juga faktor-faktor lain yang sekiranya terkait dengan keluhan tersebut, seperti riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat perjalanan, riwayat kontak, riwayat penyakit keluarga, dan lain-lain. Kemudian tahapan yang kedua adalah pemeriksaan fisik (non invasif). Suatu penyakit sudah bisa ditentukan dengan 2 modalitas utama ini yaitu anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2 Modalitas Diagnosis

Ia menyampaikan, dalam situasi dimana 2 modalitas tersebut belum bisa memberikan arah diagnosis, maka dilakukanlah pemeriksaan penunjang seperti PCR dan swab antigen. PCR merupakan sebuah metode yang mampu mendeteksi materi genetik (RNA) dari virus. Demikian pula dengan swab antigen, ia mendeteksi potongan virus. PCR dan swab antigen tidak bisa membedakan apakah RNA berasal dari koloni virus yang lebih banyak di kehidupannya atau lebih banyak kematiannya.

Pnentukan seseorang terbebas dari penyakit, ada beberapa variabel yang harus dipenuhi. Setidaknya ada variabel fungsional (kemampuan melakukan sesuatu sebagaimana mestinya), variabel anatomis (keutuhan tubuh), dan juga variabel etiologis (terbebas dari agen penyebab).

"Terdapat 2 langkah yang tepat yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kesembuhan pasien Covid-19," sambungnya.

Ia menyampaikan, langkah yang tepat untuk evaluasi kesembuhan yang pertama yaitu pastikan tubuh pasien baik ditingkat organ, jaringan, dan sel apabila memungkinkan dideteksi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Dan yang kedua, pantau kemampuan virus dalam menyebabkan gangguan pada tubuh. Jumlah virus yang banyak tidak serta merta menyebabkan gejala yang berat. Begitu sebaliknya, jumlah virus yang sedikit mampu menimbulkan gejala berat. 

"Itu bergantung pada respon sistem pertahanan tubuh pasiennya," katanya.

7 Upaya Agar Sembuh Covid-19

Dan ia juga menyampaikan, minimal pasien tidak lagi berpikir bahwa terbebas dari virus berarti bebas dari sakit. Ada tugas yang lebih berat setelah fase infeksi virus tersebut, yakni menghadapi respon sistem kekebalan tubuh sendiri yang berlebihan. Karena sel pertahanan tubuh yang berlebihan, akan bertindak agresif sehingga tak mampu lagi membedakan mana lawan (virus) dan mana kawan (sel tubuhnya sendiri). Pada situasi ini, meskipun virusnya sudah hilang, perburukan tetap terus berlanjut karena sel imun (kekebalan) memakan temannya sendiri.

"Dan ada 7 upaya yang harus dilakukan agar pasien Covid-19 ini bisa segera sembuh," sambung pria yang juga menjabat sebagai Kepala Poliklinik UMMI di UIN Maliki Malang.

Ia menuturkan, upaya yang pertama yang harus dilakukan pasien Covid-19 yaitu kecepatan mencari pertolongan yang tepat dengan didahului kemampuan diagnosis dini yang tepat, hal itu akan mempercepat proses kesembuhan. Kedua, segera menghindari sumber penyakit, agar tidak bertambah jumlah virus yang masuk ke dalam dirinya yakni dengan isolasi. Ketiga adalah istirahat total, terutama fisik, agar tidak memicu respon sistem imun yang berlebihan. 

Kemudian, keempat, memenuhi kebutuhan cairan tubuh, dalam rangka menstabilkan homeostasis (keseimbangan) tubuh. Karena Homeostasis yang bagus, akan menghasilkan sel imun yag cerdas dan berkualitas, sehingga mampu secara spesifik mengenali virus tanpa merusak sel tubuh lainnya.

Kelima cukupan gizi akan membantu sel-sel tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Keenam, mengonsumsi obat-obat penunjang yang digunakan seperlunya untuk membantu mempercepat proses stabilisasi homeostasis, seperti paracetamol untuk demam, vitamin C dan D untuk memacu metabolisme sel dan oksigen untuk membantu pernafasan sel. Dan yang ketujuh, isolasi di tempat yang cukup ventilasi dan sinar matahari, karena akan memberikan lingkungan bersih dan sehat. Hal tersebut mampu membantu mempercepat kesembuhan. Meskipun tidak serta membunuh virus, sinar matahari, udara bersih cukup mampu menghambat perkembangbiakan virus.

"Ciri pasien sembuh dari Covid-19 yaitu tidak ada lagi gejala demam, sesak, batuk-batuk kering, tubuh lemas (fatique) dan diperkuat dengan tren pertumbuhan virus yang menurun dan juga antibodi yang meningkat," imbuhnya.

Pria yang juga menjadi bagian dari divisi kesehatan di Gugus Tugas Covid-19 UIN Maliki Malang ini juga menuturkan, pasien Covid-19 harus selalu optimis untuk kesembuhannya dengan berpikir bahwa virus itu diciptakan sebagai pelengkap hidup dan sebagai sparring partner (kawan berlatih) untuk memahami ilmu-Nya, dengan begitu maka yang akan dituai adalah kesabaran dan kebersyukuran. Hal itu akan menghasilkan kesehatan psiko-sosio-spiritual dan berujung pada sebuah rasa puas menjalani kehidupan. Seperti halnya situasi yang biasa disebut dengan keindahan sejati.

INFORMASI SEPUTAR UIN MALANG DAPAT MENGUNJUNGI www.uin-malang.ac.id

"Bukan sehat atau sakit yang membuat seseorang bahagia, tetapi kemampuan untuk bersabar dan mensyukuri setiap keadaanlah yang menuntun seseorang untuk selalu merasa bahagia," pungkas H. Christyaji Indradmojo, SpEM, Dosen Keilmuan Gawat Darurat, Kedokteran Haji dan Clinical skill lab FKIK UIN Maliki Malang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES