Ekonomi

Pesanan Peti Mati Jenazah Covid-19 di Surabaya Menurun, Pengrajin Bersyukur

Senin, 22 Februari 2021 - 18:40 | 37.40k
Pemilik UD Nizar Meuble, Sutrisno, menunjukkan ruangan belakang workshop tempat membuat peti mati jenazah Covid-19 pesanan rumah sakit, Senin (22/2/2021). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Pemilik UD Nizar Meuble, Sutrisno, menunjukkan ruangan belakang workshop tempat membuat peti mati jenazah Covid-19 pesanan rumah sakit, Senin (22/2/2021). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Langkah Sutrisno terhenti. Pria berusia 44 tahun itu memeriksa satu per satu peti mati jenazah Covid-19 pesanan Rumah Sakit Karang Menjangan. Demikian ia menyebut salah satu rumah sakit provinsi yang berada di Kota Surabaya tersebut. 

Ada tiga ruangan di bengkel. Semuanya penuh berisi papan kayu. Mesin-mesin pemotong dan penghalus. Dua pekerja tengah istirahat makan siang. Pintu kayu merbau dan beberapa lemari berdiri tegak. Tepat di salah satu sudut ruangan depan dan halaman tokonya, terlihat tumpukan peti mati. 

Ternyata, kotak persegi panjang itu juga memenuhi bagian belakang workshop. Sebagian sudah jadi, tinggal poles. Sebagian lagi masih berupa tumpukan bahan multiplex. 

Sementara ruangan workshop bagian belakang berbatasan dengan gudang kosong penuh tanaman rambat. Tempat ini juga menjadi lokasi pembuatan peti mati. 

Jika turun hujan, Sutrisno mengaku kerepotan karena banjir naik sampai lantai. Bayangkan saja, apabila tempat tersebut penuh peti mati pesanan yang harus segera diselesaikan. Sekarang ruangan tersebut terlihat longgar.

"Kemarin tempat ini penuh," ujar Sutrisno kepada TIMES Indonesia, Senin (22/2/2021). 

Peti-Mati-2.jpgRangka peti mati selesai dibuat tinggal menunggu poles dan plitur, Senin (22/2/2021).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia) 

Sutrisno mengatakan, dalam satu bulan terakhir pesanan peti mati jenazah Covid-19 semakin menurun. Biasanya minimal ia menerima pesanan peti mati 30 unit lebih dalam seminggu. Angka itu terhitung mulai November-Desember 2020.

Dia bercerita, pernah pada bulan Desember mendapat orderan mendadak saat rumah sakit kehabisan peti mati untuk menguburkan 5 jenazah pasien.

"Kami bergegas membuatkan, pagi hari ngebut," kata Sutrisno.

Pada Januari 2021, pesanan menyentuh 80 unit. Angka itu tentu memenuhi ruangan. Butuh 10 tukang mengerjakan pesanan agar selesai tepat waktu. Sekarang dalam seminggu ia cuma dapat orderan belasan unit saja. 

"Sekarang ini saya kirim 12 unit per minggu. Kirimnya ke Karang Menjangan. Nggak kirim ke rumah sakit lain," kata pemilik UD Nizar Meubel ini. 

Sejak pesanan menurun, Sutrisno cukup mempekerjakan dua tukang saja. Bahkan ia berharap tidak mengerjakan peti mati lagi. 

"Udah menurun banyak, kalau bisa ya wes nggak ngerjakno (ya sudah tidak mengerjakan lagi, red). Soalnya anak-anak saya bisa sekolah normal. Karena artinya Corona udah nggak ada," ungkapnya. 

Sutrisno menerima pesanan peti mati bermula saat pandemi bulan Oktober.

Pihak rumah sakit memesan langsung. Mereka mendatangai UD Nizar Meubel yang berlokasi di Jalan Menur. Usaha mebel milik Sutrisno. Papan nama usahanya bahkan sampai tertutup tumpukan peti mati. 

Minggu pertama Oktober dapat pesanan 10-15 unit. Bulan September turun menjadi 5-10 peti tiap minggu. Pada bulan Desember mencapai 60 unit lebih dalam seminggu. Belanja bahan sampai Rp 35 juta. 

Sutrisno.jpgPemilik UD Nizar Meuble Sutrisno justru bersyukur pesanan peti mati menurun drastis, Senin (22/2/2021).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia) 

Namun, pria kelahiran Lamongan ini menganggap pesanan peti mati sekedar usaha sampingan. Pada awalnya ia hanya menerima pesanan mebel saja. Seperti kusen pintu dan jendela. 

"Ini hanya karena Corona beberapa bulan ini aja. Pihak rumah sakit datang ke sini sekitar bulan September. Ya pesan, saya buatkan gitu. Kok ada kecocokan, kemudian dilanjut sampai hari ini," kisahnya. 

Saat pertama kali mendapat orderan peti mati, Sutrisno langsung menerima. Ia berpikir, ada pekerjaan ambil saja. Di sisi lain, pembuatan peti mati adalah langkah sosial baginya. 

"Karena usaha saya nggak membedakan jadi dicoba gitu cocok, lanjut, ya ta kerjakan terus," ucapnya. 

Peti mati buatan Nizar Meubel berbahan multiplex dengan rangka bawah menggunakan kayu seperti merbau dan jati. Ukuran peti mati 2 meter x 0,55 meter. Bentuk peti mati sesuai standart permintaan rumah sakit. 

Meskipun terlihat sederhana, harganya dalam angka ratusan ribu. Karena pengerjaan butuh ketelitian. Satu peti mati bisa menghabiskan setengah kilo paku. Bukan sekedar kotak persegi panjang. Sutrisno betul-betul memperhatikan kualitas dan bahan agar menghasilkan produk yang kuat dan tahan air. 

Sampai saat ini, jika dihitung ia telah memproduksi peti mati mencapai lebih dari 600 unit selama Covid-19. Pesanan juga datang dari ambulance yang lewat. Mereka membutuhkan 1-2 unit peti mati. "Bahasanya nempil," imbuhnya. 

Dalam sehari, UD Nizar Meubel bisa mengerjakan 20 unit peti mati saat angka kematian Covid-19 tinggi. Saat itu Sutrisno sampai harus mendatangkan 10 tukang dari berbagai daerah. Proses pengerjaan dilembur hingga dini hari. Satu orang tukang bisa mengerjakan 2 unit peti. 

Peti-Mati-3.jpgTumpukan peti mati siap kirim menutupi sebagian halaman dan nama pada papan toko UD Nizar Meuble, Senin (22/2/2021).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

"Sampai jam 2 malam, kalau pesanan banyak ya ini untuk sosial ya nggak tahu waktu. Soalnya rumah sakit jangan sampai kehabisan. Kita yang antar pakai dorkas atau gerobak motor," papar Sutrisno yang telah menekuni usaha mebel mulai tahun 1997. 

"Pesanan peti mati ini, adalah langkah sosial. Harga-harga saya pokoknya sosial lah mbak," tambahnya. 

Sutrisno mengaku tidak kesulitan mencari bahan. Tinggal ambil dari gudang. Kayu-kayu tersebut adalah kayu lebihan dari mebel. Sehingga ia tidak terlalu menghitung untung rugi. Bahan kayu di gudangnya cukup untuk mengerjakan 5000 peti. 

"Kalau untuk 5000 peti nggak sampai kulak an. Saya banyak gudangnya. Jadi ini adalah kayu lebih potong, makanya saya kasih rangka," tandasnya. 

Di sisi lain, Sutrisno justru bersyukur pesanan peti mati menurun. Selain artinya angka kematian menurun, ia juga bisa kembali fokus pada usahanya.

"Seperti ini saya juga risiko. Orang mau beli kusen pintu jadi takut karena lihat peti mati. Punya efek juga," kata Sutrisno seraya melihat atap-atap langit.

Ya, mendung mulai tiba. Dua orang tukang kembali bekerja saat jam istirahat usai. Satu orang menyiapkan rangka dan papan. Lainnya mulai memoles dengan plitur. "Kalau membuatnya cepat, polesnya yang lama. Diamplas dulu, kan ini plitur bukan dicat," ujar Sutrisno, pemilik mebel yang membuat peti mati jenazah Covid-19. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES