Kopi TIMES

Ikhtiarkan Pendidikan Berkeadilan Melalui Kebijakan Asesmen Nasional

Selasa, 16 Februari 2021 - 23:33 | 49.41k
Ashhabul Yamin, S.Pd, Pengajar Praktik Guru Penggerak Provinsi NTB.
Ashhabul Yamin, S.Pd, Pengajar Praktik Guru Penggerak Provinsi NTB.

TIMESINDONESIA, NTB – Pada tahun 2019 melalui Kebijakan Merdeka Belajar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengambil kebijakan yang sangat strategis terkait standar pendidikan nasional, yakni menghapus Ujian Nasional lalu menggantinya dengan Asesmen Nasional. Kebijakan ini kemudian dikuatkan dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Mengamati perubahan kebijakan ini, hemat saya disinilah kemampuan adaptasi terhadap perubahan guru diuji. Nothing endures but change, tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri (Heraclitos, 540-480 SM), maka pilihan bijak yang harus kita lakukan adalah berdamai dan bersahabat dengan perubahan itu. Seperti untaian yang juga disampaikan oleh seorang pujangga Melvin Tolson (1898-1966) 'karena kita hidup di alam semesta yang berubah-ubah, mengapa kita harus menentang perubahan?' 

Asesmen Nasional merupakan jawaban atas keluhan kalangan dunia pendidikan dan publik selama ini. Bagaimana tidak, Ujian Nasional yang selama ini diberlakukan sebagai penentu utama kelulusan siswa dalam praktek dan realita dilapangan sungguh tak sejalan dengan prinsip keadilan dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak bangsa.

Dikutip dari laman portal program Guru Belajar Kemdikbud, fakta tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta (2007) kemudian Mahkamah Agung (2009) yang menilai bahwa UN tidak adil bagi siswa yang berada di sekolah atau daerah yang kekurangan sumber daya. Mahkamah Agung pun lantas memerintahkan pemerintah untuk 'meninjau kembali sistem pendidikan nasional'. 

Selanjutnya masih dikutip dari laman yang sama menyebutkan bahwa Hasil PISA membuktikan kemampuan belajar siswa pada pendidikan dasar dan menengah kurang memadai. Pada tahun 2018, sekitar 70 persen siswa memiliki kompetensi literasi membaca di bawah minimum. Sama halnya dengan keterampilan matematika dan sains, 71 persen siswa berada di bawah kompetensi minimum untuk matematika dan 60 persen siswa di bawah kompetensi minimum untuk keterampilan sains. Skor PISA Indonesia stagnan dalam 10-15 tahun terakhir. Kondisi ini menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang konsisten dengan peringkat hasil PISA terendah.

Sesungguhnya antara Asesmen Nasional dan Ujian Nasional sama-sama membuat siswa harus menjawab soal, namun perbedaan yang mendasar adalah pada tujuan pelaksanaannya. Tujuan pelaksanaan Ujian Nasional adalah sebagai instrumen untuk mengukur pendidikan yang tentu saja memiliki konsekuensi terhadap kelulusan siswa.

Sedangkan Asesmen Nasional bertujuan untuk memetakan dan mengukur mutu pendidikan, namun tidak memiliki konsekuensi terhadap kelulusan siswa. Hal ini kemudian berkonsekuensi logis pada siswa sasaran. Pada Ujian Nasional menyasar seluruh siswa pada jenjang akhir yakni kelas VI di jenjang SD/MI/Sederajat, kelas IX di jenjang SMP/MTs/Sederajat, kelas XII di jenjang SMA/MA/SMK/Sederajat), sedangkan pada Asesmen Nasional menyasar pada siswa sampel pada jenjang tengah, yakni kelas V di jenjang SD/MI/Sederajat, kelas VIII di jenjang SMP/MTs/Sederajat, serta kelas XI di jenjang SMA/MA/SMK/Sederajat). Selanjutnya laporan hasil Asesmen Nasional tersebut kemudian akan menjadi umpan balik bagi sekolah dalam rangka memetakan program kedepannya

Hemat saya, pemberlakuan kebjakan Asesmen Nasional dengan melihat pola dan tujuan pelaksanaannya tersebut tentu saja dapat diterima dan sesuai dengan prinsip keadilan. Artinya jika nilai siswa rendah, maka tidak serta merta akan dilabeli sebagai siswa bodoh atau siswa gagal, karena lapaoran hasil Asesmen Nasional tersebut akan menjadi evaluasi menyeluruh terhadap satuan pendidikan secara holistic.

Di sinilah proses refleksi bersama menjadi hal yang niscaya untuk dilakukan sebagaimana pesan penting yang disampaikan oleh seorang Philosopher, Psychologist, John Dewey  “Kita tidak belajar dari pengalaman, tetapi kita belajar dari refleksi terhadap pengalaman kita.” Maka ketika nilai siswa rendah saat mengikuti Asesmen Nasional, anggap saja itu sebagai pengalaman dan pembelajaran, yang kemudian menjadikan satuan pendidikan secara holistic mengambil pelajaran berharga dari pengalaman tersebut. 

Melabeli siswa gagal ketika mendaptkan nilai rendah adalah sangat melukai rasa keadilan. Apalagi jika diperparah dengan menghukumnya tidak lulus. Hal ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan prinsip dan esensi pendidikan yang memerdekakan. Jika kita boleh berandai-andai, sedandainya ada ujian bagi hewan, maka seekor kuda akan selalu dianggap bodoh, gagal dan tidak akan peranh lulus jika tesnya adalah ujian memanjat. Mari coba kita mengingat untaian indah 'Tidak ada siswa yang bodoh, yang ada hanya guru yang belum menemukan metode terbaik dalam mengajar'.

Dalam kerangka inilah seorang guru harus senantiasa mengimplementasikan belajar sepanjang hayat. Menjadi guru sejatinya  membantu siswa memiliki kompetensi yang pada gilirannya nanti dapat menuntun siswa menjadi manusia yang berfikir kritis, kreatif, dan cakap menghadapi tantang hidup di abad 21. Terkait ini Williams (2003) mengungkapkan “Sekedar mengingat tidak cukup untuk seseorang yang hidup di abad 21.”

*) Oleh : Ashhabul Yamin, S.Pd, Pengajar Praktik Guru Penggerak Provinsi NTB.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES