Kopi TIMES

Toxic Orang Ketiga dalam Rumah Tangga

Rabu, 17 Februari 2021 - 00:12 | 104.99k
Madewi Nabila Dzatiddini, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Madewi Nabila Dzatiddini, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hubungan rumah tangga memang tidak selalu semanis akting tokoh sinetron di televisi. Hal ini pasti dirasakan oleh pasangan yang telah melangsungkan pernikahan dan membangun bahtera rumah tangganya. Akan banyak sekali pergesekan antara dua kepala yang berada dalam satu atap. Terdapat latar kenapa saya memiliki pemikiran seperti ini. 

Pagi itu, bertepatan dengan awal tahun 2021 saya sebagai mahasiswa Hukum Keluarga melakukan survei ke Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Ada hal menarik yang membuat saya geleng kepala, bagaimana tidak, kasus yang sedang diteliti adalah perceraian. Yang menarik bukan proses perceraiannya, melainkan penyebab kasus itu terjadi: perselingkuhan.

Pertanyaan pertama dari saya saat melakukan wawancara dengan para hakim mulia di kantor pengadilan adalah seputar intensitas masyarakat yang cenderung memilih bercerai akibat selingkuh. Tak dinyana, ternyata perselingkuhan menjadi faktor yang terkuak seiring pasangan suami istri menghabiskan waktu di rumah.

Jenis kejadiannya pun beragam. Ada yang ketahuan melalui pesan gelap WhatsApp, atau bahkan terang-terangan didatangi oleh orang ketiga tersebut ke rumah. Sungguh tindakan kedua ini tergolong nekat akut.

Di sisi lain faktor ekonomi yang menyerang berbagai golongan, salah satunya adalah pekerja kontrak suatu perusahaan. Usaha yang diperjuangkan gulung tikar, maka mau tidak mau pekerja akan menerima konsekuensi pemberhentian pekerjaan seketika.

Melanjutkan proses persiapan wawancara dengan para hakim mulia. Saya coba melemparkan pertanyaan yang sedikit menggugah rasa penasaran saya, “Kalau orang tuanya cerai akibat selingkuh, terus siapa yang memikirkan nasib masa depan anaknya?”

Jawaban yang saya terima darinya cukup mengejutkan. Ia mengatakan bahwa ada perebutan hak asuh anak dalam proses persidangan, dan kebetulan kasus yang sedang ia teliti adalah si pelaku perselingkuhan memenangkan hak asuh tersebut, ketimbang pasangannya yang diselingkuhi. Menurut saya ini tidak adil.

Saya mencoba menghadirkan data yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Lamongan, Jawa Timur sepanjang tahun 2020 sebanyak 2.809 kasus perceraian (234 kasus per bulan), dan hingga 4 Februari 2021 telah terjadi 413 kasus serupa dalam sebulan. Ini merupakan angka  yang terbilang fantastis bagi saya.

Ternyata banyak pasangan suami istri yang telah melaksanakan akad dengan saling memberikan komitmen kepada pasangannya kandas di tengah perairan sebelum berlabuh. Berlabuhnya bahtera itu menunggu ajal menjemput. Memang terkesan lama, tapi kalau sudah ikhlas saling memberi kasih, maka semua akan berjalan dengan suka duka bersama.

Masih dalam himpunan data yang sama, terdapat indikasi rentan usia yang mengalami perceraian akibat selingkuh adalah pasangan usia sekitar 20 sampai 30 tahun. Dalam kurun usia yang terbilang masih muda, tentu memiliki kecenderungan psikologis yang berbeda, apalagi kalau kedua pasangan yang memiliki asal prinsip hidup yang idealis dan individualis.

Menurut Save M. Dagun dalam bukunya yang berjudul Psikologi Keluarga, salah satu faktor yang menyebabkan pasangan untuk mengakhiri masa keharmonisannya dengan pasangan adalah hadirnya orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga (1990:114). Dan kehadiran orang ketiga ini masih merupakan sosok yang dikenal di antara pasangan suami istri, atau istilah kerennya mantan kekasih dulu.

Menuntut kecocokan emosional dalam rumah tangga memang sangat diperlukan. Bukan berarti pasangan suami harus menjadi karakter pasangan istri, atau sebaliknya. Melainkan, suami istri tersebut harus saling memahami dan mencoba melebur dalam gejolak emosi tiap luapan. Salah satu penanganannya dengan mempelajari kehidupan pra-nikah. Saya tidak merekomendasikan Anda untuk berpacaran, karena bisa jadi sesuatu yang kebablasan bisa terjadi di sana.

Dari basis data yang telah dihimpun oleh Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Lamongan, beserta indikasi penyebabnya, hal ini mengarah kepada belum siapnya mental kedua pasangan untuk saling menerima satu sama lain. Salah satu rentan penyebabnya adalah pernikahan dini.

Namun, saya tidak sedang mengajak Anda untuk menolak pernikahan dini, karena sudah menjadi rahasia umum kalau usia produktif (17-20 tahun) sangat rentan melakukan sesuatu berdasarkan nafsu. Jalan terbaik untuk mengarahkan nafsu tersebut adalah dengan menikahkan mereka. Tapi, lagi-lagi harus mendapatkan porsi edukasi pra-nikah.

Kembali ke asas pernikahan yang tertuang dalam UU no.  1 th 1974 yang diperbaharui dengan UU no. 16 th 2019, bahwa pernikahan hadir untuk mewadahi manusia yang saling menaruh hati kepada lain jenis dengan jalur yang sah, serta menghidupkan hubungan yang penuh ketentraman, kasih sayang, dan kedamaian (sakinah, mawaddah, warahmah) dan berdasarkan Ketuhanan YME. Berarti kalau nikah tanpa ada niat menjembatani dua hati yang berbeda untuk bertemu dan tanpa dilandasi keimanan. Hanya akan menjadikan nikah itu sekedar legislasi untuk melakukan hubungan intim saja. 

Dengan adanya pandemi yang memangkas pendapatan ekonomi keluarga, setidaknya jangan sampai pandemi ini juga menjadi pemicu pengurangan produksi anak halal nan bahagia! Sekali lagi, tulisan ini juga sebagai cerminan untuk saya kelak.

***

*) Oleh: Madewi Nabila Dzatiddini, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES