Kopi TIMES

Ngopi Pagi: Pertanggung Jawaban

Selasa, 16 Februari 2021 - 07:09 | 55.09k
Noor Shodiq Askandar.
Noor Shodiq Askandar.

TIMESINDONESIA, MALANG – Selesai sholat subuh, saya beberapa kali sempatkan untuk ngobrol dengan para jamaah sahabat ngopi. Pagi itu saya dapat cerita menarik dari salah satu Dosen senior yang Bersama sholat subuh tentang bagaimana mesti mempertanggungjawabkan atas harta yang diamanatkan pada ummat manusia.

Dalam Al Qur’an ditegaskan bahwa kewajiban manusia atas harta, adalah menyampaikan amanat itu kepada yang berhak. Surat adz dzariyat ayat 19 juga sudah menegaskan, bahwa pada setiap kekayaan itu ada hak orang lain baik diminta atau tidak (pada orang lain yang tidak mendapat bagian). Dengan demikian, pada semua ummat manusia itu akan dimintai pertanggungjawaban bagaimana cara memperoleh dan menggunakannya.

Singkat cerita, ada orang kaya yang menjelang akhir hayat membuat sayembara. Siapapun yang mau menemani dia saat meninggal sampai dengan empat puluh (40) hari, maka akan diberi bagian separo (lima puluh persen) dari total harta yang dimilikinya. Maka muncullah seorang miskin dengan membawa satu kampak yang bersedia melakoni pendampingan selama 40 hari.

Tiba saatnya empat puluh hari, pemakaman orang kaya tersebut dibuka. Bahagia semuanya melihat orang miskin tersebut masih hidup. Tapi tidak demikian dengan si miskin yang justru wajahnya lusuh dan kurang semangat. Saat ditanya, diapun akhirnya bercerita. Ketika di kubur, datang mahluq yang bikin pertanyaan yang berbeda beda selama dia menemani orang kaya yang meninggal tersebut.

Hari pertama, ditanya darimana uang untuk beli kapak. Hari kedua, ditanya sudah digunakan untuk apa saja. Hari ketiga, ditanya apakah kapak tidak pernah digunakan untuk kejahatan ? Hari keempat, ditanya kejahatan apa yang dilakukan. Hari kelima, ditanya dampak dari kejahatan tersebut apa, dan seterusnya. Makin hari si miskin tersebut makin bingung mesti menjawab bagaimana. Tambah bingung, stress, dan ketakutan, serta hal hal negative bercampur jadi satu.

Ahirnya orang miskin tersebut kemudian menyatakan tidak bersedia menerima pembagian lima puluh persen (separo) harta orang kaya yang meninggal. Baginya satu kapak saja sudah membuat bingung menjawab selama empat puluh hari, apalagi jika kekayaannya makin banyak. Tentu persiapan menjawabnya juga harus lebih banyak lagi. Apalagi jika digunakan dengan cara yang kurang / tidak benar.

Cerita ini mengandung banyak makna. Mempunyai harta itu memang membuat hidup “terasa” lebih nyaman, sehingga banyak orang berusaha mengejar dan menumpuknya. Padahal disisi lain, aspek pemanfaatan harus hati hati betul agar dapat mempertanggungjawabkan kelak di kemudian hari. Bagaimana sahabat ngopi ?

***

 

*) Penulis Noor Shodiq Askandar adalah Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES