Kopi TIMES

Ngopi Pagi: Konsistensi

Minggu, 14 Februari 2021 - 08:22 | 40.92k
Noor Shodiq Askandar, Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma
Noor Shodiq Askandar, Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma

TIMESINDONESIA, MALANGTULISAN ini saya buat karena saat saya teringat sebuah artikel tentang konsistensi sahabat ngopi pagi. Sedikit dari orang Indonesia yang konsisten, terutama dalam dunia usaha. Dalam artikel tersebut, dituliskan hanya sekitar dua puluh persen orang Indonesia yang ketika tidak sukses dalam sebuah usaha, kemudian ingin terus bangkit dalam usaha yang sama. Mereka seringkali kemudian merasa tidak punya bakat, bukan keturunan, tidak punya kemampuan, dan seabrek alasan yang bisa dijadikan pembenar untuk berhenti dari upaya tersebut.

Setelah saya lakukan pengamatan sederhana, ternyata ada hal yang nyambung. Angka prosentase keberhasilan di Indonesia dalam dunia usaha linear dengan konsistensinya. Mereka yang kini telah berhasil, telah melalui berbagai rintangan dalam kehidupan. Akan tetapi mereka terus berupaya untuk bangkit dan berkembang sampai berhasil.

Bagi mereka, hanya keledai yang bodoh yang terjatuh dalam lubang yang sama lebih dari satu kali. Jika benar benar jatuh, maka berusahalah tetap bangkit dari lubang yang sama. Kenapa demikian ? karena dari peristiwa jatuh yang pertama, mereka kini tahu bagaimana cara menghindarinya, agar bisa bangkit lagi dengan lebih baik.

Disinilah kemudian diperlukan konsistensi dalam mengupayakan sesuatu sampai menunjukkan keberhasilan. Hal ini sejalan denga napa yang disampaikan oleh Sayyidina Umar r.a. bahwa pekerjaan yang paling baik itu adalah pekerjaan yang dilakukan secara berulang ulang. Awal, pekerjaan itu sering terasa sebagaai keterpaksaan. Jika dilakukan terus menerus, akan menjadi sebuah kebiasaan. Begitu juga kebiasaan yang terus dikerjakan akan menjadi sebuah budaya (culture).

Menjadi budaya itu, artinya jika tidak dilaksanakan akan terasa ada yang kurang, ada yang terasa tidak enak, dan ada yang terasa ganjil. Ambil contoh sederhana, awal kita mulai belajar sholat pasti terasa berat. Lama lama menjadi kebiasaan. Tingkat selanjutnya, akan terasa tidak Naaman kalau tidak mengerjakan sholat lima waktu. Sholat tidak lagi dipandang sebagai kewajibanm. Akan tetapi sebutuhan pemenuhan kebutuhan untuk menghambakan diri kepada Allah swt.

Begitulah jalannya kehidupan. Prinsip yang sederhana, jalani apa yang harus dilakukan. Nikmati apa yang harus dijalankan / dikerjakan. Syukuri apa yang didapat. Syukur itu nikmat. Syukur itu bikin kuat. Syukur itu yang didapat akan menjadi berlipat. Selamat ngopi pagi dan jangan lupa teruslah berbagi. (*)

 

*) Penulis Noor Shodiq Askandar adalah Ketua PW LP Maarif NU Jatim dan Wakil Rektor 2 Unisma.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES