Kopi TIMES

PPPK dan Kesejahteraan Guru

Selasa, 02 Februari 2021 - 22:00 | 85.18k
Kurniawan Adi Santoso, Guru SDN Sidorejo, Kab. Sidoarjo Jatim.
Kurniawan Adi Santoso, Guru SDN Sidorejo, Kab. Sidoarjo Jatim.

TIMESINDONESIA, SIDOARJO – Ramai diperbincangkan oleh teman-teman guru honorer soal pengangkatan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Intinya, mereka senang karena punya peluang untuk diangkat setara dengan PNS. Namun, di sisi lain mereka galau dengan regulasi PPPK yang dinilai kurang memberikan jaminan karir dan kesejahteraan. Betulkah ini?

Sebagaimana diketahui, pemerintah tahun ini akan merekrut 1 juta guru melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kesempatan ini diberikan untuk para guru honorer yang terdaftar dalam Dapodik Kemdikbud dan peserta lulusan Pendidikan Profesi Guru. Ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan guru di pelbagai daerah.

Rencana pengangkatan guru lewat PPPK ini mengangetkan guru honorer. Selama ini mereka berharap diangkat sebagai guru PNS. Namun, nyatanya mereka diberi kesempatan untuk menjadi bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) lewat pintu PPPK. Sebagaimana UU ASN Pasal 6 yang menyebutkan bahwa Pegawai ASN terdiri dari PNS dan PPPK. 

Seleksi PPPK sesungguhnya bisa jadi jembatan guru honorer yang usianya 35 tahun ke atas yang tidak bisa ikut seleksi CPNS. Ketentuan usia PPPK yang dipersyaratkan 20 tahun hingga 59 tahun. Jadi, ini peluang bagi mereka untuk bisa mendapatkan kesejahteraan lebih baik.

Sebagaimana diketahui guru PPPK berhak memperoleh: Gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. 

Sampai 2020 kemarin, masih ada 728.461 guru yang berstatus honorer sekolah. Mereka menutupi kekurangan guru di sekolah-sekolah Meski gajinya jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota, guru honorer bersemangat mengabdi di sekolah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka dapat tugas sama dengan guru PNS. Mengajar dan mendidik murid. Jam kerjanya juga sama dengan PNS. 

Di antara guru honorer tersebut banyak yang sudah berkeluarga. Agar dapur tetap ngebul, mereka banyak yang cari kerja sampingan. Pulang sekolah ada yang mengajar di lembaga bimbingan belajar. Ada yang berjualan, ngojek, buka jasa potong rambut, jasa service hp/laptop, dan sebagainya.

Karena itu, kabar pengangkatan guru PPPK ini memberi asa guru honorer di tengah impitan ekonomi dampak pandemi. Bila nanti mereka lolos seleksi, kemudian jadi PPPK. Maka, perekomian keluarga jadi stabil. Tak perlu cari kerja sampingan lagi.

Hargai Pengabdiannya

Namun, guru honorer gamang untuk ikut seleksi PPPK. Skema PPPK dinilai opsi yang tidak adil. Pengabdian guru honorer sudah lama, tetapi tidak memperoleh hak yang pantas. 

Alasannya, status guru PPPK yang sifatnya kontrak tidak memberi kesempatan peningkatan karir profesional. Kalau guru PNS, ada jenjang karir profesional alias kenaikan jabatan/pangkat. Ini tertuang dalam PERMENPANRB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya). 

Guru PNS dituntut untuk menunjukkan kinerja bagus dengan penilaian yang ketat agar bisa naik pangkat. Setelah lolos uji kenaikan pangkat, guru PNS diberikan apresiasi kenaikan gaji. Lha pertanyaannya sekarang, apakah guru PPPK ada jenjang kepangkatannya?

Bila kontraknya pertahun, rasa-rasanya mustahil ada jenjang kepangkatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 Tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), juga tidak disebutkan adanya kenaikan pangkat. Ini artinya, guru PPPK tidak bisa mengejar karir profesionalnya yang berimbas pada kenaikan gaji.

Kalau pemerintah mau sebenarnya hal itu bisa disiasati. Misalnya, dengan memberi tugas tambahan guru PPPK untuk bikin proyek berbasis penelitian. Jadi, tiap semester guru wajib mengadakan penelitian tindakan kelas. Ia harus memecahkan masalah pembelajaran, mencoba metode pengajaran yang baru, melakukan inovasi, serta menumbuhkan kreativitas di sekolah. 

Nah, kebutuhan finansial dalam proyek penelitian guru wajib biayai pemerintah pusat atau pemerintahan daerah sebagai bagian dari sistem desentralisasi. Guru bisa mendapatkan dana itu dengan mengajukan proposal penelitian. Kalau disetujui guru berhak menggunakannya. 

Selanjutnya, bagi guru yang berhasil menyelesaikan penelitian, wajib diberikan kompensasi kesejahteraan berupa gaji tunjangan dengan syarat menyebarluaskan hasil penelitiannya ke sekolah-sekolah minimal lingkup kabupaten. Jadi, konsep guru berbasis penelitian mendorong guru untuk meningkatkan keprofesionalannya sekaligus dapat gaji tunjangan. Bagus kan?

Karena statusnya kontrak, guru PPPK pasti merasa tidak nyaman dalam bekerja. Ia dihantui kekhawatiran bila tak diperpanjang kontraknya atau di-PHK. Masa kerja guru PPPK berlangsung paling singkat satu tahun. Masa kerja dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan instansi, pencapaian kinerja, dan kesesuaian kompetensi.

Karena itu, perlu kepastian karier dan status guru, misalnya, guru diangkat menjadi pegawai tetap pemerintah non-PNS setelah bekerja baik dalam periode tertentu. Status guru tidak selamanya kontrak atau perjanjian kerja. Dengan demikian, guru akan merasa nyaman dan ada kepastian dalam bekerja.

Lha masalahnya makin runyam, kalau guru PPPK terpaksa diberhentikan di tengah jalan karena dianggap miss dari kepentingan dan kebutuhan pemerintah. Sementara ini belum ada regulasi yang menyatakan akan diberi semacam pesangon. Miris kan? Selain itu, guru PPPK juga tidak mendapatkan hak atau fasilitas maupun jaminan pensiun sebagaimana yang diperoleh PNS.

Guru butuh kesejahteraan dan jaminan pensiun jika sudah tidak bekerja lagi. Namanya juga sama-sama ASN, maka guru PPPK tidak boleh dianak tirikan. Guru PPPK berhak mendapatkan keadilan sosial. Terlebih ketika sudah purna tugas, harus ada penghargaan atas pengabdiannya.

Jadi, sebaiknya pemerintah mengupayakan adanya jaminan pensiun bagi guru PPPK. Ini sebagai bentuk penghormatan terhadap profesi guru. Yang jelas, kita berharap pemerintah tetap memuliakan profesi guru. Masa depan bangsa ini juga ada di tangan guru lho….

***

*)Oleh: Kurniawan Adi Santoso, Guru SDN Sidorejo, Kab. Sidoarjo Jatim.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES