Kopi TIMES

Inferioritas dan Superioritas

Rabu, 20 Januari 2021 - 20:44 | 260.55k
*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).
*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat, ada sejumlah orang yang menunjukkan perilaku inferior, sebaliknya ada juga yang superior. Fenomena ini tidak lepas dari kondisi daya tahan dan kemampuan untuk mengatasi dinamika pribadinya masing-masing.

Ada orang yang menjadi korban sikap inferior, tapi ada yang bisa bangkit dari kondisi inferior. Ada yang sukses hidupnya dengan model sikap yang superior, sebaliknya ada yang jatuh karena sikap superiornya. Karena itu bagaimana sebaiknya menghadapi rasa inferior dan superior, sehingga hidup menjadi lebih berarti.

Pada hakekatnya setiap insan itu lahir tempat berbuat salah dan lupa, di samping itu ada sejumlah kasus yang memiliki kelemahan, apakah fisik, mental atau lainnya. Terhadap kondisi ini yang bersifat berlebihan, jika disikapi dengan pesimis atau sikap negatif, cenderung menjadikan individu itu memiliki perasaan rendah diri atau inferior.

Sebaliknya terhadap kondisi ini yang bersifat wajar dan proporsional, jika disikapi dengan optimis atau sikap positif, cenderung menjadikan individu itu memiliki perasaan yang nyaman dan bermental yang sehat. Tidak pernah merasa terbebani oleh keterbatasan yang ada, bahkan justru menjadikan dirinya mampu mengeksplorasi potensi yang ada dan tunjukkan motivasi yang kuat untuk mengaktualisasikan diri.

Selanjutnya bahwa semua insan telah dianugerahi oleh Tuhan potensi yang biasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Ada juga yang diberi potensi unggul, sehingga mereka bisa raih superioritas. Ada yang baik dan bisa mensyukuri superioritasnya itu sehingga mampu raih prestasi cemerlang yang bisa angkat derajat sendiri, orangtua, institusi dan bangsa. 

Sebaliknya ada juga sejumlah orang yang memiliki superioritas dapat mengancam dan menghancurkan orang atau pihak lain. Kondisi semacam ini harus dihindari dengan sungguh-sungguh. Superioritas seharusnya dimanaj dengan baik, sehingga tidak kontra produktif. Superioritas jangan menjadi ancaman bagi yang lainnya. Yang kuat wajib melindungi yang lemah, bukan menjajah atau menindas.

Walaupun inferioritas dan superiotas itu bisa berdampak dapat hadirkan kebaikan, tetapi tidak sedikit dapat menimbulkan banyak kerugian baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dalam menghadapi rasa inferioritas, kita seharusnya bisa mendorong untuk bisa mencari langkah kompensasi dengan mengeksplorasi potensi yang ada. Cukup banyak kasus, orang yang memiliki kelemahan bisa bangkit dengan andalkan potensi yang ada, Stevie Wonder penyanyi top yang tunanetra.

Demikian juga, dalam rasa superioritas, kita perlu menjaga superioritas jangan menjadikan sikap sombong atau takabbur, tetapi keunggulan itu bisa diarahkan untuk hasilkan inovasi yang pada akhirnya bisa memberikan manfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain dengan fokus menjadikan dirinya menjadi pelindung yang lemah dan memberikan layanan bagi semua. Hal ini sebagai wujud tanggung jawab transendental. Karya dan dedikasi karya dari keunggulan untuk Sang Maha Pencipta yang telah menganugerahkan kehebatan.

Akhirnya bahwa apapun fitrahnya, rasa inferioritas dan superioritas seharusnya bisa dimanaj dengan baik. Jika kita menghadapi rasa satu atau yang lainnya atau keduanya, kita tidak punya pilihan yang terbaik, kecuali mengupayakan dengan sungguh-sungguh, bahwa rasa inferioritas tidak boleh menjadikan  kita hidup yang pesimis, tetapi harus optimis dan punya raja’ atau harapan baik.

Demikian juga, jika kita memiliki rasa superiotas, maka tidak boleh menjadikan kita sombong, congeal atau takabbur, melainkan kita harus tawadlu’ dan bersikap melindungi dan memberikan manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi lainnya.

******

*) Oleh: Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES