Kopi TIMES

Mewujudkan Instansi yang Bersih

Senin, 18 Januari 2021 - 14:15 | 62.06k
M. Yanto, SH.,MH, Dosen pengajar Anti Korupsi, Unisla.
M. Yanto, SH.,MH, Dosen pengajar Anti Korupsi, Unisla.

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Tahun 2021 menjadi tahun yang sangat menentukan dalam perbaikan instansi pemerintah pasalnya pemerintah Republik Indonesia mulai memperbaiki sistem pelayanan untuk menciptakan pelayanan yang ramah dan bersih dari semua tindakan korupsi.

Indonesia mempunyai konsep yang luar biasa dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara, itu terlihat dari hulu hingga hilir penataan konsep dalam merawat desa yang dulu sangat tertinggal menjadi desa yang sudah mulai berkembang, merawat kota yang dulu tercela dan kini menjadi begitu mempesona.

Dalam mewujudkan instansi yang bersih negara perlu merubah sistem pengendalian terhadap segala upaya perilaku maupun tindakan yang berorientasi menyebabkan timbulnya segala tindakan dalam rangka untuk memperkaya diri seorang individu maupun kelompok.

Mengadopsi dari upaya pencegahan tindakan korupsi yang dimiliki oleh negara tentang satu konsep yang sangat luar biasa yaitu munculnya satu pemikiran lama tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ini dapat diimplementasikan oleh instansi pemerintah negara maupun swasta, LHKPN ini dapat diwujudkan dalam suasana yang ramah terhadap segala upaya pencegahan korupsi.

Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pada pasal 8 ayat 1 menyebutkan peran serta masyarakat dalam penyelengaraan negara merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggara negara yang bersih.

Artinya setiap individu berhak menyampaikan ide atau gagasan terhadap segala upaya bentuk tindakan maupun pencegahan dalam upaya pemberantasan dan pemerasan terhadap segala hal yang dapat menyebabkan seseorang merugikan negara, kelompok maupun orang lain.

Apalagi, masyarakat awam banyak yang tidak sadar terhadap satu pengertian bahwa penerangan makna “tindakan korupsi” dan “tindak pidana korupsi” yang selalu diartikan menjadi satu makna yang sama, padahal dua kalimat tersebut mempunyai makna yang berbeda.

Tindakan korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja meskipun dilakukan oleh instansi swasta terhadap apa saja yang dapat menimbulkan kerugian di dalam instansi tersebut, tindak pidana korupsi mempunyai konteks terhadap segala upaya yang dapat merugikan keuangan negara.

Berdasarkan pasal 2 undang-undang nomor 28 tahun 1999, mereka yang wajib lapor terkait LHKPN adalah pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pejabat lain yang mempunyai fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi : Direksi, komisaris, pejabat struktural lainya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; Pimpinan bank Indonesia; Pimpinan perguruan tinggi; pejabat eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan kepolisian Republik Indonesia, jaksa; penyidik; panitera pengadilan; pemimpin dan bendahara proyek.

Konsep yang dipakai oleh negara Republik Indonesia dalam melakukan pencegahan terhadap segala tindakan penyelenggara negara yang dimungkinkan lebih cenderung melakukan perbuatan tindak pidana korupsi harus diwaspadai lebih dini, konsep yang dipakai negara ini dapat diadopsi oleh penyelenggara instansi, baik intansi negara maupun instansi swasta dalam mewujudkan instansi yang bersih terhadap segala perilaku untuk memperkaya diri.

Filosofi dalam konteks pengantar laporan harta kekayaan penyelenggara negara muncul adagium lama yang tersohor dalam masanya yaitu pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab mewajibkan para gubernurnya untuk mencatatkan kekayaannya saat dilantik dan saat mengakhiri jabatanya.

Hal ini agar dapat diketahui pertambahan kekayaan yang bersangkutan apakah dari berasal dari sumber yang sah atau dari sumber yang terdapat potensi konflik kepentingan. Sampai saat ini, filosofi pelaporan harta kekayaan diperbagai penjuru dunia relatif masih tidak berbeda dengan zaman khalifah Umar bin Khattab. Dengan filosofi pelaporan harta kekayaan tersebut, maka LHKPN memiliki peran ganda dari sisi pencegahan dan penindakan.

Semangat anti korupsi ini lah yang harus terus setia terhadap moralitas setiap individu manusia, jika dengan konsep negara dapat mewujudkan transparansi aparat penyelenggara negara maka dalam menjalankan instansi maupun birokrasi tidak ada salahnya kita mengadopsi sistem yang telah dipakai negara, karena kejahatan akan selalu terjadi jika manusia tersebut tergouahkan gemerlap gaya hidup dengan cara menghalalkan segala upaya dalam rangka untuk memperkaya diri.

Menciptakan suasana kinerja dan kerja yang bersih terhadap tindakan korupsi bukan hal yang mudah karena “extra ordinary crime” harus kita bersihkan secara bersama-sama, tanpa bersama dan kerja sama suatu hal yang tidak mungkin kita capai akan lebih mudah kita capai. (*)

* ) Penulis: M. Yanto, SH.,MH, Dosen pengajar Anti Korupsi, Unisla

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ardiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES