Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Guru versus Konten Kreator

Kamis, 14 Januari 2021 - 09:58 | 56.26k
Febti Ismiatun, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Febti Ismiatun, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Prediksi bahwa Indonesia 10 tahun tertinggal dibanding negara-negara maju di dunia dalam hal teknologi kini perlahan mulai terbantahkan. Sejak pandemi virus korona masuk ke wilayah ibu pertiwi, sejak saat itu juga seluruh roda kehidupan berlangsung dan bergantung pada teknologi. Aspek yang paling nyata dan secara penuh memanfaatkan teknologi ialah pendidikan. Seluruh proses pembelajaran dilaksanakan secara daring. Siswa dan guru tidak saling bertemu namun materi di sampaikan secara virtual.

Berbagai upaya terus dilakukan demi beradaptasi dengan situasi pembelajaran yang baru. Sejak pandemi dan pembelajaran daring dilaksanakan, siswa pun saat ini lebih dekat dengan teknologi dan internet. Mereka mengakses sumber belajar, materi, video bahkan konten-konten yang ada di YouTube guna mendukung materi pelajaran di sekolah atau hanya sekedar mendapatkan hiburan. Selain itu, banyak sekali aplikasi yang menawarkan konten kreatif dan edukatif secara berbayar guna mendukung pembelajaran online yang dianggap masih kurang efektif dan maksimal, misalnya ruang guru, zenius dan lain lain.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tentu kondisi ini menjadi tantangan sendiri bagi guru-guru di sekolah, baik jenjang sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Tantangan inipun bisa berkembang menjadi masaah ketika pembelajaran di sekolah tidak lagi relevan dengan kebutuhan masa depan siswa. Seperti yang telah di sampaikan oleh Menteri Pendidikan, Bapak Nadiem, bahwa sistem pendidikan di Indonesia harus luwes, artinya kurikulum yang disediakan untuk siswa haruslah sederhana dan mengacu pada pedoman merdeka belajar dimana mata pelajaran satu dengan yang lainnya terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan mereka di masa yang akan dating.

Kemudian, bagaimana meningkatkan kualitas guru dan pembelajaran yang cenderung multidimensi? Pertanyaan ini nampaknya rumit ketika metode repitisi masih banyak di implementasikan dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan saat ini siswa sudah sangat melek dengan teknologi dimana mereka dapat mencari materi sekolah melalui berbagai aplikasi online dan media sosial yang notebene menawarkan berbagai konten serupa yang lebih menarik dengan fitur-fitur modern. Tentu hal ini menjadi PR yang cukup menantang bagi guru agar apa yang diberikan di sekolah tidak jauh tertinggal dengan berbagai konten yang ditawarkan diluar sekolah.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Solusinya ialah bahwa guru wajib menyadari bahwa kondisi melek teknologi akan terus bermunculan seiring berkembangnya zaman. Sosialisasi terkait pentingnya mengintegrasikan teknologi dalam kegiatan pembelajaran baik secara maya ataupun tatap muka harus diberikan secara berkelanjutan oleh pemerintah atau stakeholder. Jangan sampai siswa mendapatkan konten menarik dan modern melalui telepon genggam dan laptop saat di luar sekolah, namun harus menghadapi metode dan pembelajaran konvensional ketika kembali ke kelas bersama guru mereka. Dampaknya motivasi dan semangat belajar siswa pun akan menurun.

Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi guru agar siswa tetap semangat selama mengikuti pembelajaran di pendidikan formal. Namun jika dilihat dari perspektif lain bahwa konten kreatif dan edukatif di internet juga masih memiliki kekurangan, yakni tidak membangun karakter siswa. Mereka tidak diajarkan bagaimana untuk menjaga adab, sopan santun, kejujuran dan sikap lainnya. Ketika konten di internet mengasah akademik dan intelijensi siswa, guru mampu membangun karakter siswa melalui seni mengajar sehigga siswa menjadi manusia yang mulia dan berakhlak. Jadi idealnya, pendidikan di sekolah seyogyanya mampu memberikan bekal akademik yang relevan dengan dunia industri di masa depan melalui teknologi serta memperbaiki akhlak siswa melalui pedagogi. Dengan kata lain, pendidikan di Indonesia tidak boleh terlepas dari 2 hal, yakni teknologi dan pedagogi. Jadi, jika tidak mau tertinggal sebaiknya segeralah bergegas, dibanding pendidikan formal justru malah terlindas oleh zaman.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Febti Ismiatun, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES