Politik

GMNI Minta Pemilihan Kapolri Tidak Dikotori Isu SARA

Rabu, 13 Januari 2021 - 17:55 | 34.84k
Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino. (FOTO: DPP GMNI)
Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino. (FOTO: DPP GMNI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) Arjuna Putra Aldino meminta kepada semua pihak untuk bersikap bijaksana, dengan tidak memasukkan isu SARA dalam proses pemilihan Kapolri.

Terutama kepada parlemen, Arjuna meminta kriteria pemilihan harus didasarkan pada prinsip-prinsip rasional seperti kapasitas dan integritas. Bukan menjurus pada isu suku, agama dan ras, yang tidak ada kaitannya dengan fungsi dan kinerja Kapolri. 

Menurut Arjuna, DPR harus menjadikan aspek kapasitas, integritas, serta prestasi (track record) sebagai variabel utama untuk kepentingan publik. Bukan menilai dari unsur SARA demi kepentingan segelintir orang.

"Aspek kapasitas, integritas serta prestasi yang harus dijadikan pegangan presiden dan DPR. Bukan menilai latar belakang agama dan sukunya. Karena Kapolri adalah jabatan publik. Maka kriterianya yang baik bagi kepentingan publik," tutur Arjuna dalam keterangannya, Rabu (13/1/2021).

Arjuna juga keberatan dengan pandangan yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam maka jabatan Kapolri harus diisi oleh seseorang yang berlatar belakang agama Islam. Menurut dia, pandangan tersebut tidak mencerminkan upaya membangun bangsa sesuai prinsip Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.

"Semua warga negara punya hak yang sama. Yang terpenting adalah kapasitas dan integritas seseorang. Apalagi jika ia memiliki prestasi di bidang kepolisian. Saya kira alasan primordial tidak boleh mengalahkan kepentingan publik. Tidak ada kaitannya antara keyakinan mayoritas dengan kinerja sebuah kelembagaan negara", kata Arjuna.

Selain itu, Arjuna keberatan dengan cara sejumlah pihak yang menghadap-hadapkan antara Polri dengan umat Islam. Menurutnya, jika Polri sudah bekerja sesuai prosedur dan metode yang ilmiah, siapapun itu harus ditindak baik itu agamawan, ulama ataupun pejabat negara. Semua posisinya sama di mata hukum.

"Mau itu agamawan, ulama ataupun pejabat negara jika itu melanggar hukum, Polri wajib menindak. Tidak boleh ada yang kebal hukum. Saya kira kita saat ini perlu mengapresiasi kepolisian yang tidak tebang pilih, tidak diskriminatif dalam menangani kasus hukum," jelasnya.

Namun, lanjut dia, Kapolri yang terpilih nanti memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Salah satu yang paling penting yaitu soal ekstremisme dan terorisme. Menurut Arjuna, menyelesaikan kasus ekstremisme dan terorisme bukan semata-mata menangkap pelakunya, tetapi juga harus berani membongkar aliran dana yang menyokong gerakan mereka.

"Tugas besar Kapolri baru adalah bagaimana penegak hukum bisa membongkar aliran dana yang menyokong gerakan ekstremisme dan terorisme. Jadi kita bukan hanya tahu peakunya saja, tapi juga dalangnya. Karena saat ini gerakan ekstremisme dan terorisme seringkali syarat alat untuk kepentingan politik. Jadi ini mutlak perlu," ujar Arjuna Putra Aldino, Ketua Umum DPP GMNI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES