Kopi TIMES

Melawan Dua Virus Mematikan

Rabu, 13 Januari 2021 - 19:20 | 71.90k
Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak.; Dosen Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)/Penggerak Gusdurian Makassar.
Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak.; Dosen Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)/Penggerak Gusdurian Makassar.

TIMESINDONESIA, MAKASSAR – Akhir-akhir ini, selain virus korona pemerintah juga tengah disibukkan dengan virus mematikan lainnya yang kekejamannya bisa setara dengan virus korona. Virus tersebut oleh sejumlah ahli dikatakan bahwa awal kemunculannya sekitar tahun 90-an atau sebelumnya. Kejadian bom Bali 1 dan 2 serta rentetan sejumlah aksi kekerasan mempertegas bahwa virus tersebut telah tumbuh dan mengakar di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Virus tersebut adalah terorisme.

Virus korona dan Terorisme adalah dua virus mematikan yang harus dilawan bersama, tidak cukup hanya keterlibatan pemerintah apalagi hanya dengan menyalahkan pemerintah.

Perlu ditumbuhkan kesadaran kolektif semua lapisan, mulai dari pemerintah sebagai ujung tombak, organisasi kemasyarakatan dan mahasiswa, para tokoh (agama, budaya), serta perguruan tinggi (civitas akademik, dosen dan mahasiswa). Kesemuanya harus berkolaborasi dan berkonstribusi sesuai dengan bidang dan di lingkungan masing-masing. Misalnya, seorang dosen memiliki tanggung jawab sosial dalam ruang kuliah untuk menyampaikan kepada mahasiswa mengenai dua virus mematikan tersebut. Hal ini akan menjadi fokus dalam pembahasan tulisan kali ini.

Virus Korona

Semenjak kemunculannya akhir tahun 2019 bulan desember di Wuhan Cina, Virus korona menjadi masalah global yang membuat hampis semua Negara kelabakan. Bahkan Negara maju sekelas Amerika Serikat dan Inggris dibuat kewalahan dalam mengantisipasi dan melakukan pencegahan terhadap penyebaran pademi tersebut. Sampai saat ini, Amerika Serikat yang dikenal sebagai Negara Adidaya dan Super Power masih dibuat sibuk oleh virus yang berukuran kecil dan gaib itu.

Sama dengan sejumlah Negara maju, Indonesia sebagai Negara berkembang terdampak sangat signifikan dari Virus korona. Virus korona menyusup hingga sendi-sendi masyarakat sampai dengan lapis paling bawah, yaitu memaksa masyarakat beradaptasi dengan kenormalan baru (new normal) hal ini mengakibat perubahan tatanan sosial. Selain itu, roda ekonomi dibuat sangat lambat bahkan dibuat berhenti saat diberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). Karenanya, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, banyak korporasi yang terpaksa gulung tikar dan presentase kemiskinan menjadi meningkat selama pandemi.

Tidak sampai di situ, data Times Indonesia menunjukkan jumlah kasus Virus korona sampai dengan Minggu, 10 Januari 2020 sebesar 828.026 mengalami peningkatan sebanyak 9.640 dari hari sebelumnya. Data meninggal sudah mencapai 24.129 orang dan sebanyak 681.024 berhasil sembuh/disembuhkan. Penambahan kasus yang signifikan adalah peringatan bahwa konsep pencegahan harus dirumuskan secara komprehensif dengan melibatkan banyak lapisan masyarakat.

Virus Terorisme

Yang masih segar dalam ingatan adalah pembantaian dan pembunuhan secara sadis satu keluarga di Desa Lembontongoa, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah oleh Orang Tak Dikenal (OTK). Peristiwa sadis tersebut terjadi pada Jumat, 27 November 2020 dan dikonfirmasi oleh pihak kepolisian bahwa pelakunya adalah jaringan teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sedangkan menurut keterangan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli bahwa MIT terlibat dalam tindak pidana pembunuhan terhadap warga sekitar Pegunungan Biru, Kabupaten Poso, sepanjang 2020.

MIT adalah organisasi yang telah terinfeksi virus terorisme dan berafiliasi dengan organisasi terorisme internasional seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), hal ini dikuatkan dengan sejumlah dokumen seperti video yang menunjukkan bahwa mereka berbaiat kepada ISIS. Berberapa organisasi lainnya yang dikonfirmasi oleh pemerintah terjangkit virus terorisme adalah Negara Islam Indonesia (NII), Jamaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), dll.

Sama dengan virus korona, virus terorisme harus dilakukan pencegahan secara komprehensif. Virus terorisme memiliki fase sama seperti virus korona jika menginfeksi seseorang. Tidak langsung menjadi teroris, gejala awalnya yaitu intoleran, bersikap tertutup, tidak menerima perbedaan dan cenderung menyalahkan amalan orang yang tidak sama dengannya, merasa paling benar dan yang lain salah, tahap ini adalah fase radikalisme. Selanjutnya, jika fase radikalisme kemudian virusnya berevolusi maka jadilah terorisme yang akan menhasilkan tindakan teror, kekerasan, kesadisan ketkutan hingga korban jiwa.

Fase antara intoleran sampai dengan radikalisme harus diobati dengan pemahaman agama yang moderat dan pemahaman nasionalisme/kebangsaan dengan pendekatan lunak/persuasif, kontra narasi dan kontra radikalisasi. Dan jika virusnya telah berevolusi menjadi terorisme maka harus dilakukan penindakan oleh aparat hukum melalui Densus 88 anti teror dari kepolisian.

Perguruan Tinggi Melawan Dua Virus Mematikan

Mencermati data di atas dengan penambahan kasus virus korona hampir mencapai 10.000 perhari dan ancaman kesadisan virus terorisme maka pemerintah harus bekerja ekstra untuk merumuskan strategi dalam melakukan pencegahan. Hal penting lainnya adalah menggalang kerjasama semua elemen masyarakat dalam melakukan pencegahan sesuai dengan bidang dan lingkungan masing-masing, salah satunya adalah perguruan tinggi.

Perguruan tinggi adalah satu stakeholder yang sangat strategis dalam menghalau dan memutus rantai penyebaran dua virus mematikan. Mengapa? Karena perguruan tinggi memiliki sejumlah perangkat yang sangat memadai, baik dari Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan prasaran maupun lingkungan dan daya jangkau.

Dari segi SDM, perguruan tinggi memiliki tenaga pendidik/dosen dari berbagai bidang pengetahuan, baik bidang yang berkaitan langsung dengan dua virus tersebut maupun yang tidak. Misalnya, bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang virus korona serta bidang keagamaan dan hukum yang bersesuaian dengan kajian terorisme. Bidang yang lainnya tidak menutup kemungkinan memiliki irisan dengan dua virus tersebut yang tersebar di berbagai fakultas dan jurusan. Selanjutnya pemahaman kedua virus kepada dosen untuk merumuskan strategi pencegahan dalam bentuk diskusi, dialog, workshop dan pelatihan.

Perguruan tinggi juga memiliki sejumlah perangkat seperti kurikulum dan lembaga kajian. Kurikulum bisa dirumuskan sedemikian rupa agar kajian mengenai kedua virus tersebut dijadikan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa. Atau setiap dosen diwajibkan dalam pembukaan kuliah agar mengingatkan bahaya dua virus tersebut dan konsep pencegahannya secara sederhana. Kemudian pembentukan lembaga kajian yang khusus mendalami kedua virus tersebut yang outputnya nanti bisa berupa buku, jurnal dan modul serta publikasi lainnya untuk untuk bahan sosialisasi pencegahan virus korona serta propaganda sebagai kontra narasi dan radikalisasi untuk virus terorisme.

Kemudian daya jangkau peguruan tinggi dalam melakukan pencegahan dua virus mematikan tersebut lebih luas. Karena memiliki SDM yang memadai dan mahasiswa sebagai sasaran utama. Jika mampu diorganisir dengan baik dan terukur, mahasiswa bisa dijadikan sebagai second leader untuk turun di tengah masyarakat yang lebih laus atau paling tidak keluarga dan lingkungan sekitarnya.

***

*) Oleh: Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak.; Dosen Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)/Penggerak Gusdurian Makassar.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES