Kopi TIMES

Kehidupan Sosial di Era Pandemi

Rabu, 13 Januari 2021 - 09:18 | 68.64k
Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).
Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Manusia pada hakekatnya makhluk sosial. Tanpa orang lain kita tidak bisa ada dan berkembang. Tidak bisa berkarya dan tidak bisa berprestasi. Intinya tanpa orang lain, kita tidak bisa hidup. Bahkan tanpa orang lain, kita tidak bisa mati dengan enak. Betapa pentingnya orang lain bagi anak Adam sejak lahir hingga masuk ke liang lahat.

Pentingnya kehidupan sosial itu, utamanya menjadi salah satu perintah Allah SWT, berpegangteguhlah dengan tali Allah secara berjamaah dan tidak bercerai berai. Rasulullah SAW pun menganjurkan, bahwa berjamaah adalah rahmah dan bercerai berai adalah siksa. Bermain secara kolektif atau tim atau kolektif atau bergotong royong adalah sesuatu yang menyenangkan dan motivating untuk berbuat atau berkarya. Betapa bermaknanya kehidupan sosial bagi setiap insan.

Kehidupan sosial yang kompak cenderung berdampak terhadap kualitas dan produtivitas kerja. Kehidupan sosial yang sehat dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan dalam bekerja. Kehidupan sosial yang positif dapat tercipta secara konvensional di samping juga dapat terbangun melalui cara moderen, menggunakan karya teknologi dan rekayasa.

Dewasa ini kehidupan manusia di atas bumi dibuat shock. Utamanya disebabkan adanya pandemi C-19 yang melanda seluruh jaga raya. Pandemi C-19 di seluruh dunia pada hari Selasa, 12 Januari 2021 per pukul 09.00 WIB telah mencapai 90.839.382 kasus, dan 50.229.673 di antaranya telah dinyatakan sembuh. Sedangkan yang wafat sebanyak, 1.943.024 orang. Sementara itu diIndonesia  dinyatakan positif 846.765 Orang, sembuh 695.807 orang  dan yang wafat sebanyak 24.645 orang.

Nah, untuk mencegah penyebaran dan penilaian virus telah dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menerapkan protokol kesehatan dengan 3 M, yaitu membersihkan tangan, memakai Masker, dan menjaga jarak. Yang dikonfirmasi positif C-19, sangat dianjurkan untuk mengisolasi diri, meniadakan kunjungan/visit, dan menjaga untuk tidak berjabat tangan.

Pola hidup baru ini benar-benar berdampak pada semakin minimnya interaksi langsung antara pasien dan pihak lain atau antara individu satu dan lainnya. Padahal tuntutan syariah dan akhlaq dalam Islam, berjabat tangan dan kunjungam atau jenguk orang sakit sangat dianjurkan. Kondisi inilah yang membuat interaksi sosial terjadi semakin minim, bahkan bisa jadi bahwa interaksi yang kurang sekali secara piskologis dapat berdampak lain.

Berdasarkan kajian dan riset para ahli kesehatan mental, bahwa isolasi bagi yang terkonfirmasi positif C-19, dapat meningkatkan rasa kecemasan dan persoalan kesehatan mental lainnya. Hidup merasa sunyi dan hidup terasa hambar, bahkan bisa merasa hidupnya tak berarti lagi, utamanya bagi yang memiliki pesimisme dan hati kecil. Persoalan psikosomatis dan somatopsikis bisa muncul dan dapat memperberat kekebalan.

Apapun alasannya yang utama adalah kembali kepada diri sendiri. Ibda’ binafsik. Dengan isolasi mandiri, tidak boleh putus asa dalam kesendirian. Melakukan introspeksi dan kontemplasi. Kesempatan lebih luas untuk semakin dekat dengan Tuhan. Dzikir sebanyak-banyaknya. Sambil bermunajat kepada Allah swt. Ingat bahwa Rasulullah saw bersabda  "Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah 'azza wajalla." (HR Muslim).

Memang isolasi mandiri itu berat bagi yang tidak memiliki kesiapan cukup. Bagi yang memiliki kecakapan bisa untuk merefresh pikiran dan hatinya, sehingga hidupnya menjadi tercerahkan. Termasuk semakin dekat dengan Allah SWT. Di samping menyadari akan pentingnya sumbangan orang lain bagi kemajuan diri selama ini.

Bagi yang tidak terpapar virus corona, hidup berisolasi yang berkepanjangan terasa menyiksa. Hidup menjadi jenuh. Hidup tanpa interaksi langsung membuat hidup menjadi gersang. Hidup kurang berjabat tangan terasa beda. Hidup saling bertatap muka, hidup terasa hambar. Walaupun pertemuan dalam batas tertentu bisa dilakukan secara virtual, rasa interaksi tetap berbeda. Artifacial Ingelligence memang bisa memanipulasi interaksi semakin indah, tetapi jelas tidak lebih indah jika dibandingkan dengsn interkasi langsung. Karena interaksi langsung bisa timbulksn nilai-nilai kemanusiaan yang memiliki nilai tersendiri bahkan nilai spiritual. Bisa merontokksn dosa bagi yang melakukannya.

Walaupun tidak ideal, tetapi upaya mencari solusi untuk mengkompensasi kehampaan sosial harus bisa diupayakan. Kita jangan menjadi korban pandemi secara menyeluruh terhadap eksistensi hidup kita. Bagaimana kita bisa tetap menyelenggarakan hajat sosial baik secara konvensional maupun modern dengan tetap mengacu kepada protokol kesehatan. Yang penting tegakkan disiplin yang ketat. Saling respek di antara kita. Dengan begitu relasi sosial tetap terjaga, baik antar anggota keluarga besar, kolega profesi, sahabat setempat kerjaan, sesama pengurus organisasi, sesama anggota club, sesama teman almamater dan sebagainya.

Kita akhirnya menyadari bahwa tidak sedikit manfaat yang dapat dipetik dari jasa IT untuk bisa menjaga persahabatan. Memang tidak mudah, butuh kesabaran. Di tengah pandemi, tanpa ketulusan hati di antara kita, maka media komunikasi WAG atau Zoom Meeting, juga tidak ada artinya.

Karena itu, butuh keikhlasan, ketulusan, kepedulian, kepercayaan dan kebersamaan. Mudah-mudah pandemi C-19 yang sangat menekankan kita untuk membatasi interaksi tidak akan mengganggu komunikasi relasi sosial kita. Jika ada persoalan, dapat diupayakan untuk mengeksplorasi berbagai alternativa untuk tetap menjaga persahabatan dan kekeluargaan. Jangan sampai kita terimbas gangguan sosial, yaitu rasa individualis. (*)

*) Penulis adalah Prof Dr Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat, Dewan Pakar Psycho Education Centre (PEC).

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES