Peristiwa Nasional Vaksin Covid-19

Ancaman Pidana di UU Karantina, Prof Nidom: WHO Tidak Mewajibkan Semua Penduduk Harus Vaksin

Selasa, 12 Januari 2021 - 23:14 | 57.48k
Simulasi vaksinasi Covid-19. (Foto: Dok.TIMES Indonesia)
Simulasi vaksinasi Covid-19. (Foto: Dok.TIMES Indonesia)
FOKUS

Vaksin Covid-19

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Vaksinasi di Indonesia dilakukan mulai Rabu (13/1/2021) besok. Presiden RI Joko Widodo bakal menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19

Namun, beberapa calon penerima vaksin yang sempat menyatakan kesanggupan mengikuti aksi Jokowi harus gagal menjadi relawan karena terkonfirmasi positif Covid-19. Antara lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Artinya, gubernur menjadi penyintas yang secara otomatis memiliki kekebalan tubuh untuk melawan virus SARS-Cov2 tersebut. 

Sementara itu, agenda vaksinasi juga menuai kontroversi. Sebagian masyarakat menyatakan kesanggupan, namun ada pula yang ketakutan dengan berbagai alasan keamanan.

Akan tetapi, dalam Undang-undang Karantina Nomor 6 Tahun 2018 menyebut ancaman pidana apabila masyarakat menolak suntik vaksin. 

Hal itu diungkap Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej melalui YouTube PB Ikatan Dokter Indonesia berjudul "Webinar Nasional: Kajian Hukum, Kewajiban Warga Negara Mengikuti Vaksinasi" yang diunggah pada Sabtu (9/1/2021). 

"Jika ada warga negara yang tidak mau divaksin, maka bisa dikenakan sanksi. Bisa berupa denda, bisa berupa penjara bisa juga kedua-duanya," ungkap Eddy.  

Pernyataan Menteri Eddy berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 93 disebutkan denda bagi yang melanggar atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan wilayah akan bisa dipidana penjara dan atau denda paling banyak Rp100 juta. 

Pidana merupakan upaya terakhir yang ditempuh oleh pemerintah. Apabila cara-cara persuasif dan sosialisasi dari tenaga kesehatan sudah tidak mempan. 

TIMES Indonesia mencoba bertanya langsung kepada peneliti sekaligus Ketua Tim Riset Corona & Formula Vaksin Professor Nidom Foundation (PNF) Prof Dr CA Nidom, drh, MS. Tentang pandangan ilmuwan dalam proses vaksinasi di Indonesia. Termasuk menyentil produk hukum tersebut, Selasa (12/1/2021) malam.

TI : Prof Nidom, apakah orang yang sudah pernah positif Covid-19 atau penyintas tidak perlu divaksin? 

Prof Nidom : Jika masih ada antibodinya sebaiknya tidak perlu divaksin. Oleh karena itu perlu dites rapid tes antibodi. Dan sebelum divaksin, orangnya harus sehat dan negatif uji PCR. 

TI : Artinya kekebalan tubuh penyintas untuk melawan virus apakah tidak permanen prof? 

Prof Nidom : Tidak, karena penyintas bisa terinfeksi lagi.. 

TI : Kira-kira berapa lama periode pertahanan tubuh penyintas terhadap virus prof? 

Prof Nidom : Belum tahu pasti tapi sekitar 6 (enam) bulan.. 

TI : Jika vaksin ini sebagai langkah terakhir menuju herd immunity, berapa persen dari total penduduk Indonesia yang harus menerima vaksin prof? 

Prof Nidom : Kalau efikasi vaksin hanya sekitar 60% (persen), maka yang divaksin harus 100% penduduk.

TI : Terakhir prof, terkait pro kontra vaksin di masyarakat, ada yang menolak vaksin ada pula yg setuju. Sementara berdasarkan UU Karantina No 6 Tahun 2018 pasal 9 Ayat 1 ada pidana penjara dan denda hingga 100 juta. Apakah UU ini perlu direvisi kembali prof? 

Prof Nidom : Pidana sebaiknya dilakukan edukasi yang baik. WHO saja tidak mewajibkan semua penduduk harus vaksin Covid-19. Seharusnya dicari permasalahan kenapa tidak mau vaksin..(*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES