Peristiwa Daerah

Komisi IV DPR RI Meminta Pengelolaan DBHCT Harus Memihak ke Petani Tembakau

Sabtu, 05 Desember 2020 - 15:42 | 34.92k
Luluk Nur Hamidah, nomor dua dari kanan saat menjadi pemateri di acara Rembug Tani Tembakau di Kabupaten Karanganyar. (Foto: Akhmad Syafi'i/TIMES Indonesia)
Luluk Nur Hamidah, nomor dua dari kanan saat menjadi pemateri di acara Rembug Tani Tembakau di Kabupaten Karanganyar. (Foto: Akhmad Syafi'i/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PAMEKASAN – Anggota Komisi IV DPR RI mendesak pemerintah menjaga eksistensi kelangsungan industri pertembakauan di Indonesia yang berkeadilan sebagai wujud keberpihakan.

Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mengatakan, kenaikan cukai berdampak serapan produk tembakau rendah dan mengancam eksistensi pabrik rokok menengah dan kecil, termasuk juga tenaga kerja, petani, serta buruh rokok.

"Produsen kecil dan pabrikan kretek yang notabene warisan nusantara tak akan bertahan jika dihadapkan dengan produsen besar sehingga apabila tahun depan dinaikkan kembali, akan sangat memberatkan pelaku pabrikan menengah kecil serta petani tembakau lokal di saat semua pelaku ekonomi sedang berjuang menghadapi resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19," ujarnya pada acara Rembug Tani Tembakau di Kabupaten Karanganyar, Sabtu (5/12/2020).

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa pemerintah lebih baik mereformasi fiskal di sektor lain atau menarik pajak yang lebih tinggi dari sektor lain.

"Wacana kenaikan cukai tembakau tahun depan oleh pemerintah tidak memihak para petani tembakau karena akan membuat harga rokok naik," katanya.

Sementara menurut Soeseno Ketua Umum DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengatakan kenaikan cukai tembakau akan menbuatpermintaan pabrikan menurun sangat drastis dan dampaknyabanyak petani sangat terpukul pada masa panen tahun ini, sedangkan industri sektor ini merupakan industri padat karya.

Selain itu juga, ia mengatakan bahwa pada 2020 kenaikan cukai tercatat paling tinggi dalam satu dekade terakhir, terhitung kenaikan 23 persen dengan rata-rata harga jual eceran naik 35 persen sehingga tidak bisa dihindari faktor ini membuat harga rokok naik secara gradual.

"Kontraksi ekonomi di tengah wabah pandemi COVID-19 selalu turun hingga daya beli masyarakat menurun, petani tembakau bagai dihantam dua palu godam," ujarnya.

Ia menyebut pemerintah bersikeras mengejar target penerimaan cukai danseolah tidak berempati melihat kondisi yang menyengsarakan pemangku kepentingan pertembakauan, padahaldampak kenaikan cukai2020 ini saja sudahberat. Seharusnya, pemerintah belajar dari kondisi tahun ini atau setidaknya dengan tidak memberi beban baru.

"Sulit dibayangkan jika petani tak lagi menghasilkan tembakau sebagai bahan baku utama industri. Target penerimaan cukai akan makin jauh panggang dari api sehingga APTI menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok tahun depan," imbuhnya.

Ketua DPD APTI Jawa Tengah M. Rifai meambahkan bahwa pada intinya para petani tembakau di Jateng sangat keberatan jika pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau dan meminta harus ada keadilan DBHCHT bagi petani tembakau serta transparansinya.

Petani tembakau, lanjut M. Rifai jangan dibebani untuk memulihkan perekonomian negara dengan kenaikan cukai hasil tembakauagar serapan ke pabrikmenurun dan harga tembakau juga anjlok.

"Efek dari kenaikan CHT berimbas pada serapan tembakau petani oleh pabrikan rokok. Jika CHT naik, harga jual rokok ke konsumen pasti meningkat, saat ini daya beli konsumen rokok mengalami penurunan dan pabrikan rokok pasti menurunkan produksi,” katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES