Pendidikan

Lembaga Pendidikan Diminta Tanamkan Nilai Toleransi Antarumat Beragama kepada Murid

Sabtu, 05 Desember 2020 - 15:13 | 155.15k
Ilustrasi.
Ilustrasi.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Masalah intoleransi di tanah air masih menjadi hal yang belum tuntas dibahas. Berbagai kasus intoleransi masih terjadi di tengah masyarakat. Peristiwa terakhir, yakni kasus penyerangan oleh kelompok radikal terhadap rumah ibadah yang menyebabkan satu keluarga tewas di Sigi, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah dinilai perlu melakukan peran lebih untuk menanamkan nilai-nilai toleransi antarumat beragama kepada masyarakat, khususnya murid.

“Kami mengadakan sekolah damai dimulai dari menggerakkan diskusi-diskusi bersama guru dan siswa untuk menumbuhkan sikap toleransi,” kata Anik Nur Qomariyah, pendamping sekolah Damai Jatim dari Wahid Foundation dalam diskusi virtual Ngopeace Melawan Intoleransi di Sekolah Menjadikan Siswa Lebih Toleran.

Lebih lanjut, Aniq membeberkan bahwa kegiatan konkret yang dilakukan Wahid Foundation salah satunya, yaitu Peaceful Digital Storytelling (PDSt).

Kegiatan tersebut memberikan wadah kepada para pemuda khususnya anak-anak SMA/SMK untuk mengkampanyekan cerita positif dalam bentuk video, gambar, audio visual, quote ataupun kartun animasi.

“Harapannya, dengan adanya Peaceful Digital Storytelling anak muda mempunyai bekal karakter pemimpin, generasi bermoral, dan membumikan nilai Pancasila,” imbuhnya.

Peneliti Muda Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta, Fikri Fahrul Faiz menyebut akses internet mempunyai peran penting bagi anak muda dalam mempunyai konsep atau pandangan yang moderat.

Dia mengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan PPIM, sebesar 84,94% siswa yang memiliki akses internet memiliki opini yang lebih moderat.

"Sedangkan sisanya sebesar 15,06% memiliki pandangan yang radikal," ungkapnya.

Dalam survei yang sama, guru yang mempunyai opini intoleransi juga cukup tinggi.

Sebesar 50,87% guru di Indonesia mempunyai opini intoleransi.

"Dan baru sebesar 40,59% mempunyai opini toleran," ujarnya.

Menanggapai hasil survei tersebut, Koordinator Nasional Peace Leader Indonesia Redy Saputro mengatakan, permasalahan yang dihadapi dalam mengkampanyekan toleransi di sekolah-sekolah tidak hanya berasal dari siswa.

Melainkan banyak guru atau pendidik yang menolak ketika akan diadakan sosialisasi berkaitan penangkalan radikalisme.

“Dalam praktik di lapangan, kami sering menjumpai penolakan dari pihak sekolah baik kepala sekolah maupun guru-guru ketika kami akan mengadakan sosialisasi berkaitan dengan toleransi,” kata Redy.

Sementara itu, Abdik Maulana sebagai Koordinator Duta Damai Jawa Timur mengajak seluruh pemangku kepentingan dapat saling bekerja sama membangun toleransi antarumat beragama dengan menjadikan lembaga pendidikan di Indonesia sebagai benteng perlawanan menghadapi radikalisme dan intoleransi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES