Kopi TIMES Universitas Islam Malang

“Tuhan-Tuhan” yang Harus Dikalahkan

Jumat, 04 Desember 2020 - 15:32 | 40.20k
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Bentuk pembinatangan manusia dapatlah berupa penegasian dan pendistorsian harkat kemanusiaan, menjerumuskan sesama sebagai obyek komoditi dan komersialisasi, seperti menghilangkan kecerdasan nurani, kebebasan nalar, dan nilai-nilai moralitas untuk dipertaruhkan dalam transaksi bercorak penelanjangan dan kriminalisasi aurat, mengeliminasi sakralitas aurat dan jati diri keagamaan demi obsesi karier, fantasi gaya hidup, kepuasan emosionalitas, dan kesenangan biologis.

Obsesi-obsesi  bercorak hedonistik tersebut pernah dikritik oleh Abdurrahim (1993),  bahwa tuhan modern itu  ada tiga, pertama, tuhan tahta, kedua, tuhan wanita, dan ketiga, tuhan harta. Ketiga tuhan ini telah menjelma menjadi obsesi dan ambisi yang meracuni serta menjajah nurani manusia. Manusia mudah takluk, menyerah, dan jadi robot akibat dikuasai oleh tuhan-tuhan yang diberhalakannya ini. Manusia  akhirnya gagal jadi pelaku sejarah yang cerdas akibat dirinya menghamba pada kepentingan kekuasaan, eksotisme perempuan dan kekuatan kapitalisme.

Ketika eksotisme perempuan misalnya memasuki atau bertali-temali dengan kepentingan kapitalisme seperti industrialisasi seks, komoditi tubuh, “bisnis birahi”,  dan pembenaran dimensi keindahan pornografi sebagai seni, maka komoditi atau eksploitasi perempuan, yang nota bene sekarang disebut sebagai pasar  global eksotisme, erotisme dan hedonisme gaya hidup, maka tidak pelak lagi perempuan dan harta berhasil menjadi dua kekuatan yang menyatu sebagai tuhannya atau “agamanya” masyarakat sekuler yang edan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tuhan lain atau “tuhan tandingan” yang paling popular di zaman modern ini adalah duit, karena memang ternyata duit ini termasuk “ilah” yang paling berkuasa di dunia ini. Di kalangan orang Amerika terkenal istilah “The Almighty Dollar” (Dollar yang maha kuasa). Memang telah ternyata di dunia, bahwa hampir semua yang ada di dalam hidup ini dapat diperoleh dengan duit, bahkan dalam banyak hal, harga diri manusiapun bisa dibeli dengan duit. Cobalah lihat sekitar kita sekarang ini, hampir semuanya ada “harganya”, jadi bisa dibeli dengan duit. Manusia tidak malu lagi melakukan apa saja demi untuk mendapatkan duit, padahal malu itu salah satu bagian terpenting dari iman. Betapa banyak orang yang sampai hati menggadaikan negeri dan bangsanya sendiri demi mendapatkan duit. (Abdurrahim,  1993)

Sebagai indikasi, kecenderungan negatif di negeri ini adalah menguatnya revolusi gaya hidup, setidaknya pergeseran kultural masyarakat yang semakin eksotik. Desakralisasi agama telah menjadi model  yang dikedepankan sebagai berhala kontemporer. Oleh komunitas pebisnis hiburan, negeri ini didesain sebagai “keranjang sampah” , suatu negeri yang hanya jadi lahan komoditi budaya yang menghalalkan penelanjangan nilai-nilai religiusitas.

Agama sedang dikalahkan oleh tampilnya berhala-berhala kontemporer berupa jagad hiburan misalnya yang menampilkan adegan-adegan seronok dan eksploitasi perempuan dengan modus penanggalan nilai-nilai moralitas. Perempuan dijadikan sebagai obyek menarik minat konsumen dengan cara mendistorsikan kesucian agama. Kesucian agama langit dikalahkan oleh komoditi gaya hidup yang berbasis kapitalisme dan hedonisme.  Perempuan telah dijadikan alat pembesaran bisnis kalangan pemilik modal, pecandu hiburan, dan pengeliminasi nilai-nilai keagamaan.

Komunitas pemeluk agama negeri ini sedang diajak dan dicekoki agar berlomba jadi pegiat desakralisasi agama, penabur kemaksiatan, dan pembenar angkara. Mereka “mendidik” masyarakat Indonesia, yang berjuluk the biggest moeslem community in the world  supaya menjadi masyarakat yang berani berseberangan dengan agamanya, mendistorsi kesuciannya, dan mengimpotensikannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Padahal namanya juga agama, yang oleh Max Weber disebut sebagai kanopi suci,  yang idealnya harus menjadi pijakan dan pengayom harkat kemanusiaan, maka tentu saja wajah jagad pergulatan hidup manusia menjadi sarat noktah tatkala manusia berlomba terlibat dalam praktik-praktik onani moral.

Diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW Semua umatku dimaafkan kesalahannya kecuali orang-orang yang berterang-terangan (secara terbuka) berbuat maksiat. Dan sungguh tidak tahu malu apabila ada orang melakukan maksiat di waktu malam yang tidak ketahuan orang (karena ditutupi Allah), kemudian pada waktu pagi ia berkata “aku telah berbuat demikian dan demikian”, sehingga ia membuka tutup Allah dari dirinya, padahal semalaman suntuk Tuhannya telah menutupinya”.

Hadis tersebut menunjukkan bahwa ada jenis perbuatan tercela berupa demontrasi kemasiatan, pamer aurat, bisnis aurat, atau kapitalisme seksual yang dikemas dengan model penyemaian dunia hiburan, seni, dan apa saja yang dinilai layak jual dan konsumsi publik..  Aurat perempuan akan tetap suci dan menjadi “keringat harum” bangsa jika tetap terjaga kesuciannya, namun sebaliknya, akan menjadi malapetaka tatkala kita berlomba membisniskannya.

Harus ada keberanian dari masyarakat kita untuk menjadikan kemaksiatan atau segala jenis eksploitasi pornografi serta sejenisnya sebagai  musuh bersama (“common enemy”)  yang diperangi.  Begitu mencuat ada bisnis yang bercorak “abu-abu” atau kecenderungan kapitalisme aurat perempuan, maka secepatnya kita melakukan reaksi keras dan bahkan radikal. Kalau kita membisukan diri atau tidak berusaha mengalahkan fenomena patologi sosial ini, maka kita akan terus dicekoki dan digiring sebagai konsumen pasip yang diasumsikan selalu menyetujui dengan bisnis “tuhan-tuhan” baru. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES