Ekonomi

Harga Beras Berpotensi Naik di Akhir 2020, Ini yang Perlu Diantisipasi Pemerintah

Kamis, 03 Desember 2020 - 09:34 | 48.31k
Ilustrasi - Penjual beras di pasar. (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)
Ilustrasi - Penjual beras di pasar. (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kenaikan harga beras berpotensi terjadi pada akhir tahun 2020. Pemerintah perlu melakukan langkah antisipasi potensi tersebut. Demikian disampaikan Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Galuh Octania.

Laporan Indeks BURT (Bulanan Rumah Tangga) yang rutin dikeluarkan oleh CIPS setiap bulan menunjukkan bahwa harga beras kualitas medium sejak Oktober memang terpantau stabil tinggi di kisaran Rp12.500 per kilogram (kg). 

"Namun, harga ini berpotensi untuk mengalami kenaikan jelang Natal dan Tahun Baru 2021," kata Galuh Octania dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (3/12/2020), dikutip dari antaranews.com.

Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengantisipasi potensi kenaikan harga beras, di antaranya karena titik kenaikan harga selalu tampak di saat permintaan meningkat seiring dengan datangnya perayaan hari raya dan libur nasional.

Menurut dia, saat ini jumlah stok beras sebanyak 1,1 juta ton tidak hanya menandakan lebih rendahnya stok dibanding tahun 2019 yang berjumlah 2,24 juta ton. Hal tersebut juga menunjukkan jumlah stok lebih rendah dibandingkan tahun 2018 yang sebanyak 2,19 juta ton.

Namun, kata Galuh, jika dibandingkan stok tahun 2017 sebanyak 900.000 ton, jumlah tahun ini masih lebih tinggi.

Untuk itu, lanjut dia, Indonesia harus dapat mengantisipasi ketersediaan beras, tidak hanya untuk menghadapi libur akhir tahun akan tetapi juga menghadapi kebutuhan tahun 2021.

Ia mengingatkan, jumlah stok pada akhir tahun 2017 kemudian memaksa pemerintah melakukan importasi beras hingga sebanyak 2,25 juta ton di sepanjang 2018. Untuk itu, peluang berulangnya keadaan tersebut pada tahun 2021 seharusnya sudah diantisipasi sesegera mungkin.

Galuh mengatakan, perhitungan akan impor harus dikalkulasikan sedini dan seefektif mungkin untuk menghindari kerugian akibat tingginya harga beras dan panjangnya birokrasi impor.

Selain proses birokrasi impor yang panjang, ia mengingatkan perlunya mewaspadai maraknya perilaku proteksionisme akibat pandemi Covid-19.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama November 2020, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 1,93 persen dan rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan turun sebesar 1,00 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

"Ada penurunan yang tajam untuk GKP secara month to month yaitu sebesar 1,93 persen dibandingkan gabah kering giling (GKG) yang sebesar 1,74 persen," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto di Jakarta, Selasa (1/12/2020), dikutip dari antaranews.com.

Setianto menjelaskan, tren penurunan harga gabah terjadi karena beberapa alasan di antaranya pasokan yang masih terjaga karena sejumlah wilayah masih musim panen.

"Curah hujan juga tinggi sehingga berdampak ke kualitas gabah dan membuat turun harga. Ini yang barangkali menyebabkan harga gabah turun," ujarnya terkait harga gabah yang berpengaruh pada harga beras. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES