Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pemimpin di Jalan Tuhan

Senin, 30 November 2020 - 14:11 | 59.50k
Achmad Toyyibul Fikri, Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Achmad Toyyibul Fikri, Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Tahun 2020 sebagai grand final menuju puncak kepemimpinan ragional melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) segera digelar. Harapannya, melalui Pilkada ini terpilih pemimpin yang mampu mengantarkan daerah-daerah di Indonesia menjadi mintaqotun thayyibatun wa rabbun ghafur. 

Untuk mewujudkan harapan tersebut, pemimpin yang terpilih melalui Pilkada hendaknya pemimpin yang berkompeten dan mengetahui apa yang akan dilakukan ke depannya  atau mungkin bisa mempelajari dan meneladani kesuksesan kepemimpinan Nabi SAW dalam memimpin bangsa. 

Alquran menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepemimpinan. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 21)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Hal ini diakui oleh Michael Hart seorang penulis Barat dalam bukunya “The 100, a Rangking of The Most Influential Persons in History”. Dengan sangat obyektif ia menempatkan Nabi SAW sebagai orang paling berpengaruh dalam sejarah. 

Hal itu menunjukkan bahwa Nabi SAW memiliki kecerdasan manajerial yang tinggi dalam mengelola, mengatur, dan menempatkan anggota masyarakatnya dalam berbagai posisi sesuai kemampuannya, sehingga dapat mencapai tujuan utama, yaitu membangun masyarakat madani yang berlandaskan nilai-nilai Ilahi.

Dalam menjalankan kepemimpinannya, Nabi SAW selalu mengedepankan akhlak mulia. Hal ini diakui oleh Husain bin Ali sebagai cucu Nabi SAW. Bahwa Nabi adalah pribadi yang menyenangkan, santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapa pun, lemah lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pernah mencela, tidak pernah menuntut dan menggerutu, tidak mengulur waktu dan tidak tergesa-gesa.

Orang-orang yang bersikap obyektif dari kalangan non-muslim pun mengakuinya. Washington Irfing, seorang orientalis dan salah seorang penulis besar Amerika yang menjadi kebanggaan Amerika Serikat dan negara lain di abad sembilan belas Masehi, lahir tahun 1832 M di kota Washington dan meninggal tahun 1892 M. Dia berkata, ”Muhammad adalah penutup para nabi, rasul paling agung yang diutus oleh Allah SWT untuk menyeru manusia kepada penyembahan kepada Allah.”

George Bernard Shaw, seorang Filosof Inggris dan penulis alur cerita film di Inggris yang terkenal, lahir di Irlandia, meraih Nobel di bidang sastra tahun 1920 M. Dia berkata, ”Aku telah membaca kehidupan Rasul Islam dengan baik, berkali-kali dan berkali-kali, dan aku tidak menemukan kecuali akhlak-akhlak luhur yang semestinya, dan aku sangat berharap Islam menjadi jalan bagi dunia.” Dan masih banyak pengakuan non-Muslim terkait keluhuran akhlak Nabi SAW (lihat dalam Pesona Akhlak dan Kekuatan Pribadi Manusia Teragung Sepanjang Masa, karya Hisyam Muhammad Sa’id Barghisy, alih bahasa Izzudin Karimi).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Nabi SAW memiliki rasa empati dalam memimpin. Nabi tidak pernah mencaci seseorang dan menegur karena kesalahannya, tidak mencari kesalahan orang lain, tidak berbicara kecuali yang bermanfaat. Kalau Nabi berbicara, yang lain diam menunduk seperti ada burung di atas kepalanya, tidak pernah disela atau dipotong pembicaraannya, membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang tertawa, heran bersama orang yang heran, rajin dan sabar menghadapi orang asing yang tidak sopan, segera memberi apa yang diperlukan orang yang tertimpa kesusahan, tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah dipuji olehnya (HR Tirmidzi). 

Nabi SAW mengedepankan keteladanan (uswah hasanah) dalam memimpin. Dikisahkan dari Al Barra’ bin Adzib, ia berkata: “Kulihat beliau mengangkuti tanah galian parit, hingga banyak debu yang menempel di kulit perutnya. Sempat pula kudengar beliau bersabda, “Ya Allah, andaikan bukan karena Engkau, tentu kami tidak akan mendapat petunjuk, tidak bershadaqah dan tidak shalat. Turunkanlah ketenteraman kepada kami dan kokohkanlah pendirian kami jika kami berperang. Sesungguhnya para kerabat banyak yang sewenang-wenang kepada kami. Jika mereka menghendaki cobaan, kami tidak menginginkannya.”

Nabi SAW adalah sosok pemimpin yang mengedepankan kebersamaan. Nabi mengusulkan sebuah ide win-win solution dalam penyelesaian masalah peletakkan hajar aswad. Direntangkannya sebuah kain besar, kemudian hajar aswad diletakkan di bagian tengahnya, lalu beliau meminta kepada setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung kain tersebut. Setelah itu, hajar aswad disimpan ke tempat semula di Ka’bah. Dengan cara seperti itu, tidak ada satupun kabilah yang merasa dirugikan, bahkan mereka sepakat untuk menggelari beliau sebagai al-Amin (orang yang terpercaya).

Jadi, kekuatan akhlak inilah yang menjadi pondasi dalam kepemimpinan Nabi SAW. Dan, Akhlak Nabi adalah Alquran. Allah SWT menegaskan, ”Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS al-Qalam [68]: 4). Ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlak Nabi SAW, ia menjawab bahwa akhlak Nabi adalah Alquran (HR Muslim). 

Tegas dan Bijak

Nabi Muhammad SAW sangat tegas dalam masalah penegakan hukum. Tidak pernah menetapkan suatu hukum dengan rasa belas kasihan, pilih kasih, atau tebang pilih. Tidak memihak kepada siapa pun, baik pada pejabat pemerintahan, sahabat, masyarakat kecil maupun anggota keluarganya sendiri, termasuk anaknya. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Hal itu ditunjukkan dengan sikap tegasnya, “Demi Allah, andai Fatimah Putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Selain dikenal figur yang tegas, juga dikenal sebagai sosok yang bijak dalam mengambil keputusan. Sebelum memutuskan suatu perkara, Nabi selalu memikirkannya secara matang, dan mengacu kepada kaidah yang ditetapkan dalam Alquran. Misalnya, pada saat beliau memutuskan sanksi rajam terhadap pelaku perzinahan.

Dalam Shahih Muslim diceritakan, suatu waktu ada seorang wanita dari suku Ghamidiyyah menghadap Nabi SAW. Dia berkata, ”Ya Rasululah, sungguh aku telah berbuat lacur. Maka, aku mohon bersihkanlah aku.” Nabi dengan arif menolak pengaduan tulus wanita tersebut.

Karena penasaran pertemuannya dengan Nabi tidak membawa hasil, perempuan Ghamidiyyah kembali mendatangi Nabi keesokan harinya seraya berkata, ”Ya Rasulullah mengapa engkau tidak menjawab pengaduanku? Apa barangkali engkau meragukanku sebagaimana engkau meragukan pengaduan Ma’iz? Demi Allah, aku sekarang sedang hamil.” Kali ini Nabi menjawab, ”Datanglah sesudah kamu melahirkan.”

Beberapa bulan kemudian, perempuan Ghamidiyyah itu melahirkan anak yang dikandungnya, lalu dia menghadap Nabi. Sambil membawa serta si jabang bayi dalam gendongannya dia berkata, ”Rasulullah, aku telah melahirkan.” Nabi menjawab dengan ramah, ”Pergilah kamu menyusui anakmu hingga kamu menyapihnya.”

Setelah masa menyusui anaknya berakhir, ia kembali menghadap Nabi. ”Wahai Nabi Allah, ini aku. Sekarang anakku telah kusapih dan dia sudah bisa makan.” Berikutnya si anak yang masih kecil tersebut diserahkan kepada seseorang dari kaum Muslimin dan akhirnya Nabi memutuskan agar wanita tersebut dirajam, sebagai hukuman atas perbuatan zina yang dilakukannya.  

Demikian sebagian kunci sukses dalam kepemimpinan Nabi SAW. Masih banyak lagi kunci sukses kepemimpinan Nabi lainnya yang tidak akan pernah habis untuk dikaji, yang seharusnya terus digali, diperkenalkan, dan implementasikan di tengah bangsa yang sedang dilanda krisis dalam kepemimpinan.

Semoga Allah menganugerahkan negeri ini pemimpin yang mau mempelajari dan meneladani kepemimpinan Nabi SAW agar dapat mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik. Amin. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Achmad Toyyibul Fikri, Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES