Peristiwa Daerah

Relawan SRPB Belajar Penanganan Gigitan Ular Berbisa

Senin, 30 November 2020 - 10:21 | 37.47k
Relawan SPRB saat belajar cara penanganan gigitan ular, Minggu (29/11/2020). (Foto: SRPB Jatim)
Relawan SPRB saat belajar cara penanganan gigitan ular, Minggu (29/11/2020). (Foto: SRPB Jatim)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Kasus gigitan ular bukan merupakan kasus yang umum, namun jika terjadi akibatya luar biasa. Meski demikian jarang sekali orang mengetahui bagaimana cara penanganan gigitan ular berbisa. Inilah yang melandasi SRPB (Sekber Relawan Penanggulangan Bencana) belajar cara penanganan gigitan ular dari seorang dokter.

Para relawan SRPB belajar cara penanganan gigutan ular dari dr Tri Maharani. Dokter Maharani adalah seorang dokter spesialis Toksikologi ular.

Melalui sosialisasi Arisan Ilmu Nol Rupiah jilid 38 yang diadakan oleh SRPB, Minggu (29/11/2020) dokter Maharani menjelaskan bahwa di Indonesia cukup banyak jenis ular. Bahkan, melebihi jenis ular di Thailand maupun Australia. Dalam catatannya, ada 377 ular jenis tak berbisa. Sedangkan 77 jenis lainnya adalah berbisa.

“Indonesia adalah negara yang kaya dengan ular. Namun sayangnya anti venom (anti racun) ular sedikit diproduksi,” ungkap  pendiri organisasi Remote Envenomation Consultancy Services (RECS) Indonesia pada 2015 serta Indonesia Toxinology Society (ITS) ini.

Kasus gigitan ular merupakan kasus yang diabaikan (neglected case). World Health Organization (WHO) juga menyatakan bahwa kasus-kasus gigitan ular tergolong dalam neglected tropical disease atau penyakit tropis yang terabaikan.

Dokter Maharani juga membahas masalah mitos tentang ular. Di antaranya pemberian garam, ijuk, maupun penggunaan bahan kimia seperti belerang untuk mengusir ular.

Relawan SPRB b

“Tidak ada bahan-bahan biologi yang bisa mengusik atau mengusir ular,” kata kepala Departemen Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Daha Husada, Kota Kediri ini.

Ia juga mengungkapkan, sangat susah untuk membedakan ular yang berbisa dan tidak dari faktor morfologinya. Hal ini karena warna dan corak ular sangat beragam. “Juga ada rumus-rumusnya,” imbuhnya.

Dokter ini menyinggung kehidupan ular yang soliter (sendirian). Begitu ia dilahirkan, ular tak akan mengenal ibu bapaknya. Lain halnya dengan hewan-hewan lain. “Jadi jangan percaya jika ada yang membunuh ular, lalu ular-ular lainnya akan membalas dendam,” kata penasihat WHO untuk kasus gigitan ular ini.

 

Untuk ular berbisa, ada sisik loreal yang berada di antara sisik mata dan hidung. Hal ini tak ditemukan di ular tak berbisa. Selain itu, tusukan gigi ular berbisa bentuk lukanya kecil, meski hanya satu. Sedangkan luka dari ular tak berbisa berbentuk robekan dan abrasi. Sementara, gigi ular berbisa umumnya seperti taring.

Dokter Maharani juga menjelaskan kaitan antara ular dengan kebencanaan. Di beberapa lokasi gunung yang akan meletus, memang ditemukan adanya kemunculan ular maupun hewan-hewan lainnya. Biasanya ditandai dengan turunnya ular pohon ke pemukiman. Sedangkan ular tanah baru muncul beberapa saat sebelum gunung meletus.

Sementara, pembicara lainnya, Ns.Mukhamad Fathoni,S.Kep.,MNS membawakan tema Asuhan Keperawatan dan Demo Penanganan First Aid Gigitan Ular.

“Untuk korban gigitan ular memang harus mendapatkan perlakuan khusus dalam berbagai vs penanganannya,” ungkap Fathoni.

Sedangkan Koordinator SRPB Jatim Dian Harmuningsih mengatakan bahwa ilmu yang ditularkan oleh Dokter Maha sangat bermanfaat. Terutama bagi para relawan yang kerap melakukan aktivitas outdoor.

“Saya minta agar ilmu Dokter Mahariani bisa diserap dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Sangat beruntung para peserta bisa mendapatkan ilmu dari narasumber yang sangat berkompeten di bidangnya,” jelasnya.

Sudah ratusan korban gigitan ular berbisa yang berhasil diselamatkan oleh Tri Maharani dengan menggunakan serum anti bisa ular (SABU). Baik yang sudah diproduksi di Indonesia maupun diimpor. Indonesia sampai saat ini telah mampu memproduksi SABU polivalen yang bisa digunakan untuk kasus gigitan ular berbisa. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES