Pasar Utama Globalisasi
Sabtu, 28 November 2020 - 20:00 | 26.10kTIMESINDONESIA, MALANG – Kebutuhan perlindungan hak-hak asasi konsumen merupakan bagian dari konstruksi negara hukum. Disebutkan Alkostar (2000), bahwa konstruksi negara hukum menuntut ditegakkan tiang penyangga, penghormatan hak-hak asasi manusia, penyelenggaraan keadilan bagi seluruh rakyat dalam peradilan yang bebas.
Sikap konsumen di Indonesia terhadap suatu produk makanan dan minuman sangatlah sensitif (peka) dan reaksioner ketika produk makanan dan minuman yang dikonsumsinya atau beradar di masyarakat ada indikasi tidak memenuhi standar sebagai produk makanan yang halal atau dibenarkan menurut ajaran agama.
Konsumen itu merasa bahwa posisinya sebatas dijadikan menjadi objek ketika masih ada perusahaan atau produsen yang berani memproduk dan mengedarkan (menjual) makanan dan minuman yang tidak layak (tidak halal) menurut ajaran agama. Konsumen merasa bahwa hal ini termasuk pelanggaran terhadap hak-hak asasinya.
Hal itu belum lagi dikaitkan dengan era globaliasasi saat ini, yang justru makin menempatkan posisi konsumen dalam posisi yang rawan terhadap pengaruh-pengaruh buruk, dapat membahayakan diri, dan ajaran agamanya. Era globalisasi di satu sisi telah memberikan keuntungan bagi bangsa-bangsa di muka bumi, khususnya dalam memperoleh informasi tentang perkembangan kehidupan dan peradaban bangsa lain, namun di sisi lain, globalisasi telah mengakibatkan dampak destruktif yang salah satunya dalam bentuk pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Dipaparkan Shihab (1997), dunia dewasa ini sedang diwarnai oleh global politics, global technology, global economy, global market, dan global strategy. Bahkan bumi tempat kita berada pun tidak terlepas dari prediket global, yakni global village. Walaupun globalisasi itu dinilai positip, bagi sementara pihak juga terkandung di dalamnya dimensi negatif.
Sebagai contoh, ciri positip global market yang membawa peluang perluasan pasar dan keragaman konsumen, tetapi juga mengandung dimensi negatif dengan kerasnya kompetisi antar produsen di dunia. Sama halnya dengan arus informasi yang akurat dan cepat, bagi sementara pihak merupakan sarana infiltrasi kultural ideologis yang membawa dampak negatif terhadap nilai-nilai budaya setempat.
Paparan itu menunjukkan tentang kedahsyatan globalisasi dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan bangsa-bangsa di muka bumi. Pola berbudaya, berekenomi, membangun kekuatan politik dan berelasi sosial yang ditunjukkan bangsa lain dapat dengan mudah diserap dan diikuti oleh bangsa-bangsa lain di muka bumi. Arus informasi yang sangat cepat ini membuat masing-masing bangsa dapat dengan cepat dan mudah pula untuk melakukan perubahan-perubahan gaya hidupnya.
Negara-negara maju yang punya kekuatan ekonomi hebat dan menguasai jaringan persaingan di tingkat global baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan pihak yang harus dituntut pertanggungjawabannya terhadap perubahan gaya hidup, khususnya di tingkat konsumsi atas produk makanan dan minuman. Sebab dari negara-negara maju ini, berbagai bentuk produk makanan dan minuman terus diekspor ke nagara-negara lain, tidak terkecuali negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia ini. Banyaknya jumlah penduduk ini merupakan objek pasar global.
Negara berpenduduk besar seperti Indonesia ini menjadi objek negara-negara maju yang saling berkompetisi untuk memperoleh keuntungan berlipat ganda. Berbagai bentuk produk makanan dan minuman serta lainnya diekspor ke Indonesia.
Akibat derasnya ekspor makanan dan minuman itu, tingkat konsumsi atau gaya hidup rakyat Indonesia dengan mudah mengalami perubahan. Misalnya produk makanan dan minuman yang bermerk negara-negara asing sangat laku sangat serius di pasaran Indonesia, sehingga masyarakat tidak ubahnya sebagai pasar empuk globalisasi.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Akibat globalisasi di bidang makanan dan minuman yang mempengaruhi tingkat konsumsi rakyat Indonesia ini, negara-negara maju yang menjadi pengekspornya, ada diantaranya yang tidak menjaga kualitas moral, etik atau kualifikasi barang yang diekspornya. Eksistensi agama yang dipeluk rakyat Indonesia tidak diperhitungkan.
Misalnya dalam kasus barang-barang yang berkaitan dengan makanan dan minuman, yang di negara asal (pengekspor) tidak layak dikonsumsi dan sudah termasuk kategori dibuang di keranjang sampah, juga di ekspor (dijual ke luar negeri) ke Indonesia atau negara-negara lain.
Dengan kata lain, di tingkat global posisi konsumen Indonesia sangat rawan dalam menghadapi persaingan produsen yang memanfaatkan kondisi liberalisasi perdagangan. Di satu sisi konsumen Indonesia akan dihadapkan dengan berbagai bentuk dan macam produk yang dapat dipilihnya dengan bebas.
Namun di sisi lain, konsumen Indonesia juga dituntut untuk bisa membaca dan mencerna dengan jeli produk seperti makanan dan minuman yang dipilihnya, sebab bukan tidak mungkin produk atas barang yang dipilihnya tersebut kadar kehalalannnya diragukan dan dari segi kualitasnya juga rendah, bahkan mengancam (membahayakan) dari sudut kesehatan. ***
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*)Penulis: Moh. Muhibbin, KPS Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
Unisma Malang Universitas Islam Malang
Publisher | : Rochmat Shobirin |