Gaya Hidup

Kisah Syayidin, Pelukis Asal Indramayu yang Sempat Jadi Komisioner di KPUD

Rabu, 25 November 2020 - 17:04 | 204.23k
Syayidin dan karya lukisannya di kediamannya.(Foto: Koleksi pribadi Syayidin)
Syayidin dan karya lukisannya di kediamannya.(Foto: Koleksi pribadi Syayidin)

TIMESINDONESIA, INDRAMAYU – Dalam dunia seni lukis, nama Syayidin tentunya sudah tidak asing lagi, terutama di wilayah Indramayu. Karya pelukis asal Indramayu ini sudah malang melintang di berbagai pameran tingkat internasional, dan dihargai ratusan juta rupiah.

Namanya bahkan sempat dikenal oleh masyarakat Indramayu sebagai Komisioner KPU Kabupaten Indramayu, Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik, periode 2013-2018.

Syayidin 2

Sebagai pelukis yang karyanya dihargai jutaan rupiah saat ini, Syayidin berangkat dari keadaan keluarga yang serba pas-pasan. Menjadi pelukis memang sudah cita-citanya sejak kecil.

Sejak usia 4 tahun saja, Syayidin sudah mulai bisa melukis. Bakat melukisnya ternyata diturunkan dari sang kakek, yang merupakan seorang pelukis kaca pada zamannya.

Karena sangat menekuni bakatnya tersebut, pria kelahiran Indramayu, 9 November 1967 ini, sudah bisa menjual lukisannya sendiri, sejak masih duduk di bangku SD, pada tahun 1975.

Dari hasil penjualan lukisannya tersebut, dia bahkan bisa mentraktir 10 orang di keluarganya.

Syayidin 3

Tak berhenti sampai di situ, bakat melukisnya terus diasah, hingga akhirnya dia mampu mengikuti pameran pertamanya ketika menginjak kelas 1 SMP,  pada tahun 1982. Lukisan pertamanya dibeli dengan harga Rp 30 ribu.

"Di tahun 1983, lukisan saya juga sempat dijual mahal Rp 50 ribu pada waktu itu," jelasnya kepada TIMES Indonesia, Rabu (25/11/2020).

Karena ingin mengasah bakat seninya, maka dia berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan seni rupa ke Yogyakarta. Namun, karena kondisi perekonomian keluarga, maka sang ayah memintanya agar masuk ke STM di Kota Cirebon saja. Akhirnya, dia pun masuk ke STM Jurusan Bangunan di Kota Cirebon.

Saat itu, keadaan ekonomi yang serba kekurangan, membuatnya menunggak pembayaran SPP. Namun, dari hasil menjual salah satu lukisannya, pembayaran SPP selama setahun bisa terpenuhi.

Lulus dari STM, pria yang akrab disapa A Diding ini merantau ke Yogyakarta, untuk kuliah desain interior. Namun, karena saat itu ada peraturan, bahwa lulusan STM tidak bisa masuk ke desain interior, akhirnya dia memilih Kriya Kayu. Dari situ, dia justru banyak bergaul dengan banyak pelukis.

Bahkan, salah satu dosen menyebutkan, jika dia salah masuk jurusan. Karena, lukisan-lukisan karyanya lebih bagus daripada mahasiswa yang masuk jurusan seni lukis. Karena itu, sang dosen menyarankan agar masuk seni murni di tahun berikutnya.

Namun, karena keterbatasan ekonomi, akhirnya dia fokus di jurusannya saat itu. Nasibnya cukup beruntung, setelah berkembang seni rupa modern, akhirnya di Kriya Kayu, semua seni rupa diajarkan semua, tanpa harus masuk ke seni murni.

Lulus dari kuliah, Syayidin sempat menolak menjadi PNS selama 2 kali. Hal ini dikarenakan dirinya ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang pelukis profesional. Di tahun 1992, dia merantau ke Jakarta. Dia mempunyai ambisi untuk menaklukkan ibu kota, dengan kemampuan melukisnya.

Namun, kerasnya kehidupan di Jakarta, membuat dia harus menjadi seorang guru honorer. Namun, hal tersebut hanya berjalan satu tahun saja. Sebab, dia memang berambisi ingin menjadi seorang pelukis profesional.

"Kalau saya jadi guru, mending saya menerima saja menjadi PNS, karena nantinya akan menjadi dosen. Tapi saya maunya menjadi pelukis," ungkap ayah 3 anak ini.

Lepas dari guru honorer, Syayidin bekerja di interior desain. Dia juga sempat menciptakan beberapa lagu. Bahkan, dia mampu menguasai 8 alat musik, tanpa sekolah musik. Dari situ, kemampuan melukisnya terus berkembang. Bahkan, dia bisa menikmati lukisannya dibayar cek seharga jutaan Rupiah.

"Ini luar biasa. Namun, karena saat itu saya masih belum mengerti investasi, jadi uangnya digunakan untuk membeli barang-barang dan hepi-hepi," tuturnya.

Impiannya menaklukkan ibu kota harus pupus, lantaran dia diminta oleh sang ibu untuk pulang kembali ke Indramayu pada tahun 1995, karena sedang sakit. Namun, dia pantang menyerah meskipun pulang kembali ke Indramayu. Dia mengajak pelukis-pelukis Indramayu untuk bangkit kembali dari tidurnya, demi membuat sebuah pameran lukisan.

Dari sini pula, dia bisa membuat pameran lukisan solo bertajuk 'Retrospeksi', yang menampilkan lukisan-lukisan dia sejak masih SD, hingga di tahun 2000an.

"Pengunjung bisa melihat perjalanan seorang Syayidin dalam melukis di Retrospeksi," ujar warga Karangmalang Kabupaten Indramayu ini.

Tahun 2003, dia kembali merantau ke Jakarta untuk menaklukkan ibu kota. Di sana, dia bisa mengikuti pameran-pameran lukisan. Bahkan, dia bisa terbang ke Shanghai karena mendapatkan bea siswa untuk mengikuti pameran lukisan di sana, sekitar tahun 2008.

Selama hidupnya, dia mungkin tidak menyangka bahwa akan ada tawaran menjadi anggota KPU Kabupaten Indramayu. Padahal, dia sama sekali tidak paham bagaimana sistem kerja KPU. Apalagi, dia sempat menolak menjadi PNS sebanyak 2 kali.

Setelah mempertimbangkan dan izin dari sang istri, akhirnya dia mendaftarkan diri menjadi anggota KPU pada tahun 2013. Dari banyaknya pendaftar, dia menjadi salah satu dari 5 orang yang lolos menjadi anggota komisioner KPU Kabupaten Indramayu. Dia pun akhirnya menjabat sebagai Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik, periode 2013-2018.

"Menjadi komisoner KPU saya banyak belajar. Dari situ, saya melihat sistem pemerintahan, dan melahirkan pemimpin. Meskipun tidak bisa bebas seperti waktu jadi seniman, tapi esensi menjadi komisioner ada keindahan, harus prasangka baik, profesional, independensi, dan integritas," papar pelukis bergaya surealis ini.

Sebetulnya, Syayidin masih bisa menambah periode menjadi komisioner KPU. Namun akhirnya, dia lebih memilih pensiun dan kembali menjadi seorang seniman lukis. Dia pun terus melukis dan menjualnya dengan harga yang cukup tinggi.

Di masa Pandemi Covid-19 ini, sebenarnya dia akan mengikuti 3 event pameran lukisan di luar negeri. Namun, ketiganya harus dibatalkan semua. Meskipun begitu, dia tidak pernah menyerah. Dia selalu melukis di waktu senggang.

Dia juga kerap membantu para seniman-seniman muda, agar bisa mengembangkan bakat seninya, dan menjadikannya sebagai penghasilan utama seperti dirinya, bukan sebagai hobi semata.

"Bahkan ada yang bilang saya ini pelukis gila," kelakarnya.

Meskipun sempat kepikiran, lantaran masa Pandemi ini, orang lebih mempertimbangkan beli lukisan atau kebutuhan logistik, namun dia tetap melukis.

Bahkan ke depan, pelukis asal Indramayu ini dia akan membuat pameran lukisan tunggal bertajuk 'Retrospeksi 2.0', yang akan menampilkan semua karyanya dari awal hingga kini. "Mudah-mudahan saja bisa secepatnya terlaksana," harap Syayidin. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES