Kopi TIMES

Pemanfaatan Eduwisata Rumah Fosil Banjarejo Dalam Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Rabu, 25 November 2020 - 00:14 | 109.74k
Bety Heriza, Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Bety Heriza, Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.

TIMESINDONESIA, SEMARANGBanjarejo adalah salah satu desa wisata di Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan yang telah diresmikan oleh bupati Grobogan Sri Sumarni pada November 2016. Selain tempat wisata, Banjarejo juga menjadi tempat edukasi berbasis sejarah. Pasalnya didesa ini banyak ditemukan fosil binatang purba dan benda-benda situs kuno. Fosil binatang purba terdiri dari gading gajah, kerbau, hiu, kuda nil. Sedangkan benda kuno seperti yoni, lesung, dan beberapa koin ini ditemukan oleh masyarakat sekitar saat menggali tanah sawah, maupun di dekat pinggiran sungai.

Menurut Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP) dan Balai Arkeologi Jogjakarta, sekitar dua juta tahun lalu Banjarejo purba diperkirakan sebagai lautan dangkal, kemudian kawasan ini berubah menjadi laguna. Di kawasan ini terdapat pesisir pantai, muara sungai, rawa, hutan, hingga padang pasir. Baru pada 1 juta tahun lalu, Banjarejo berubah menjadi daratan yang ditinggali hewan-hewan besar seperti gajah stegodon. Konon masyarakat sering menemukan fosil-fosil hewan di pinggir sungai Lusi, selain itu juga ada beberapa batu besar digunakan dalam keperluan alat rumah tangga dan barang-barang kuno seperti koin emas yang  kemudian dijual.

Barang temuan ini mendapat perhatian dari balai Konservasi Benda Purbakala Sangiran, sehingga masyarakat memberikan temuannya kepada kepala desa setempat.

Semenjak tahun 2015, Kepala desa Banjarejo Ahmad Taufiq menjadi pelopor masyarakat dalam membangun kesadaran perlunya pelestarian barang temuan tersebut. Maka dari itu didirikanlah sebuah tempat yang hampir sama dengan museum mini yaitu Rumah Fosil Banjarejo. Karena masih minimalis sedangkan benda dan fosil ukurannya cukup besar maka sebagian diletakkan  di balai desa Banjarejo.  Disamping balai desa dibangun sebuah patung Ganesha emas dengan posisi sedang tidur, adapun makna dari patung tersebut sebagai simbol banyaknya temuan fosil gajah di daerah Banjarejo, sekaligus untuk menambah daya tarik kunjungan para wisatawan. Berdirinya rumah fosil juga dibarengi dengan terbentuknya komunitas peduli fosil yang bertugas mengamankan fosil-fosil baru temuan dari masyarakat.

Ketika berwisata di Banjarejo tidak hanya melihat fosil secara langsung akan tetapi juga disuguhkan sebuah tayangan film dokumenter tentang proses penggalian fosil maupun proses ekskavasi. Untuk menggairahkan wisata Banjarejo sekaligus memperingati hari jadi desa wisata ini, setiap tahun diadakan festival jerami yang diikuti oleh seluruh masyarakat Banjarejo. Masyarakat membuat patung berbahan jerami dalam bentuk binatang purba baik burung raksasa, gorila, gajah dan sebagainya. Beberapa  patung dipamerkan dialun-alun Kota Purwodadi. Dalam kegiatan festival ini beberapa sekolah di sekitar juga turut berpartisipasi dalam memeriahkan festival melalui pertunjukkan tarian, dan beberapa masyarakat juga berkontribusi dalam memamerkan produk UMKM yang mereka  miliki.  

Ditengah pandemi Covid 19 ini, festival jerami ditiadakan terlebih dahulu mengingat aturan pemerintah yang mengimbau masyarakat agar tidak melakukan perkumpulan/kegaiatan massal terlebih dahulu. Wisata ini bisa dibilang cukup sepi pada musim ini. Akan tetapi wisata tersebut senantiasa bermanfaat dalam waktu kapanpun untuk dijadikan sebagai pembelajaran di luar kelas khususnya pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial .

Sejauh ini pembelajaran IPS hanya dilakukan melalui metode ceramah dalam kelas, tentu hal itu membuat siswa kadang merasa bosan. Melalui Rumah Fosil Banjarejo diharapkan peserta didik bisa belajar langsung di lapangan baik dari aspek sejarah, perekonomian masyarakat, kehidupan sosial maupun budaya di sekitar dan lain sebagainya. Pembelajaran ilmu sosial akan lebih terpadu bilamana dilakukan melalui pendekatan langsung di masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan tempat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya. Pembelajaran berbasis lingkungan ini telah diterapkan pada siswa SMP Negeri 1 Kradenan, letak SMP ini cukup dekat dengan Banjarejo. Selain itu, SMP Negeri 2 Ngaringan juga melakukan kunjungan di desa wisata tersebut guna belajar situs purbakala di Banjarejo.  

***

*)Oleh: Bety Heriza, Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES