Kopi TIMES

Belajar Akuntansi untuk Memahami Kerja Kapitalisme

Senin, 23 November 2020 - 18:24 | 297.48k
Gustamin Abjan, Mahasiswa FEB Unisma dan Pegiat Forum Wacana Kritis (FWK).
Gustamin Abjan, Mahasiswa FEB Unisma dan Pegiat Forum Wacana Kritis (FWK).

TIMESINDONESIA, MALANG – Secara ilmiah ilmu akuntansi lahir pada tahun 1494 M yang ditandai dengan terbitnya buku dengan judul Summa de Arithmetica Geomeria, Proportioni et Proportionalita, yang memuat gagasan seorang rahib dan juga ahli matematika, Luca Pacioli. 

Pacioli merupakan sosok yang paling populer dikalangan ilmuan akuntansi. Tak jarang ia kerap dijuluki sebagai founding father ilmu akuntansi, dengan bangunan sistem  “double entry system” atau tata buku berpasangan. Magnum opus Luca Pacioli hadir untuk merespons kompleksitas dinamika pasar dengan beragam informasi yang dibutuhkan untuk mengukur dan menilai keadaan objektif entitas bisnis. 

Beranjak ke era revolusi industri, arus informasi komunikasi yang bergerak kian pesat, keadaan itu, menuntut ilmu akuntansi untuk menyajikan informasi yang relevan, cepat, dan tanggap. Implikasinya, sejajar dengan ilmu pengetahuan lain, ilmu akuntansi harus berlaku dinamis, respons dan  reaktif terhadap perubahan zaman. 

Sebab itu, ilmu akuntansi tidak hanya dideterminasi oleh debit-kredit, saat ini, akuntansi jauh meluas dan menjalar ke pelbagai aneka aktivitas bisnis. Akuntansi semakin terspesialisasi. Dimulai dari akuntansi pajak, akuntansi pemeriksaan, akuntansi pemerintah, hingga akuntansi internasional.

 Ilmu Akuntansi juga dapat dipandang dari dua sisi, yakni segi teori atau disiplin pengetahun yang disajikan di perguruan tinggi. Dan sebagai pedoman yakni profesi (keahlian) yang dipraksiskan dalam lingkungan bisnis. Dari aspek teori, perkembangan ilmu akuntansi kian diselaraskan dengan dunia industri. Beragam teori akuntansi menuai pembaruan dan adaptif terhadap tuntutan globalisasi. Dalam hal ini, akuntansi kerap menjadi alat kepentingan pebisnis. Hal demikian, bisa dinikmati di perguruan tinggi, di mana konstruksi teori yang disajikan membentuk paradigma pendidik dan yang dididik  hanya mengarah pada pemerolehan keuntungan maksimum. sehingga akuntan dengan leluasa digiring untuk memenuhi kepentingan pebisnis “kapitalis”.

Michael Foucault menyatakan, pengetahuan adalah kontrol penguasa atas perilaku dan kesadaran pihak yang dikuasai. Manusia dipaksakan untuk manut dan taat pada penguasa. Kekuasaan mempunyai legitimasi kuat untuk menentukan konsep, teori, dan kebenaran. Dengan itu, Ilmu Akuntansi menjadi bagian dari kontrol dan alat kekuasan. Sehingga pikiran dan kesadaran akuntan dihegemoni oleh kehendak pengusa untuk mengakumulasi kapital.

Dari segi praksis, implementasi ilmu akuntansi bertumpu pada standar akuntansi yang ditetapkan oleh otiritas (authoritative support). Di Indonesia pedoman kerja akuntan merujuk pada standar Akuntansi yang belaku (PSAK-IFRS, SAK-ETAP, SAK EMKM, SAK Syariah, dan SAP). Namun, serupa dengan ilmu lainnya, yang diibaratkan seperti pisau bermata ganda, akuntansi juga kerap dijadikan sebagai instrumen bagi kapitalis untuk memperoleh kekayaan sebesar-besarnya dan bagiamana mempertahankan kekayaan tersebut. lantas bagiamana relasi akuntansi dengan kapitalisme?

Akuntansi dan Kapitalisme

Dalam Das Kapital Volume I, Karl Marx menguraikan, kepemilikan atas kapital, mesin dan sarana produksi lainnya, belum cukup membuat seseorang dikategorikan sebagai kapitalis bila kekayaannya tidak mempekerjakan kelas pekerja yang mencurahkan segala potensi diri serta menggadaikan kebebasan demi subsisten (upah). Lebih lanjut, Marx menulis; “kapital bukanlah hal yang berdiri sebagai perantara, tetapi hubungan sosial antar orang”. Sederhananya, kapital adalah hubungan sosial antar pemilik modal “kapitalis” dengan kelas pekerja “proletar” yang hubungannya bersifat eksploitatif. Pemilik modal mengeksploitasi kelas pekerja. Itulah relasi produksi kapitalis.

 Ilmu Akuntansi terang-terangan menampakkan mekanisme kerja kapitalisme yang basisnya adalah penghisapan. Akuntansi juga dengan vulgar menunjukkan relasi produksi kapitalis  yang eksploitatif. Akuntan adalah tenaga kerja upahan, yang mencurahkan potensi, kecakapan, dan keterampilan untuk memenuhi syahwat kapitalis dalam menumpuk kekayaan “akumulasi kapital”.

 Tugas akuntan secara teknis meliputi identifikasi, pencatatan, dan komunikasi. Identifikasi adalah pengelompokan transaksi atas arus keuangan perusahaan. Dalam sistem kapitalisme, transaksi perusahaan dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya melalui perdagangan komoditas. Uang (M) dikonversi menjadi komoditas (C) dan komoditas dijual untuk menghasilkan keuntungan (M2). Transaksi tersebut dicatat secara rinci melalui laporan keuangan, yang merupakan basis informasi bagi pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan pula menjadi petunjuk bagi kita untuk menilai seberapa besar tingkat eksploitasi kapitalis terhadap tenaga kerja melalui laporan laba rugi, serta mengukur tingkat akumulasi kapital berdasarkan laporan perubahan modal. 

Akuntan hanyalah subjek yang subordinat dalam relasi produksi kapitalis, posisinya sejajar dengan tenaga kerja upahan lainnya. Sehingga, akuntan terkengkang dengan kepentingan kapitalis dalam menumpuk dan mempertahankan kekayaannya. Alhasil, keahlian Akuntan kerap dimanfaatkan oleh kapitalis untuk merekayasa dan memanipulasi laporan keuangan perusahan. Laba dikecilkan untuk menngelabui pengenaan pajak, sebaliknya laba dimark up agar menarik minat investor, serta utang dicatat sekecil mungkin untuk memuluskan bangunan mitra dengan kreditur. Sederhananya, curahan kerja Akuntan selaras dengan pesanan dan kepentingan kapitalis. bila melacak jauh kebelakang, rekam jejak akuntan dalam meniti karirnya kerap terjebak dalam gelanggang moral hazard “kerusakan moral”. Misalnya, kasus Enron yang menderita kerugian tetapi laporan keuangan dicatat memproleh keuntungan.

Kasus itu menjerat Firma Akuntansi Arthur Andersen sebagai desainer laporan keuangan Enron. Kasus serupa juga terjadi di Indonesia. Dimulai dari Kasus SNP Finance yang menjerat dua Kantor Akuntan Publik. Hingga kasus PT Garuda Indonesia yang menggiring beberapa Kantor Akuntan Publik untuk mengelabui dan melanggar standar audit demi keuntungan perusahaan.

Aneka peristiwa itu tidak dilakukan secara sengaja oleh Akuntan, tetapi merupakan implikasi akuntansi dari sistem kapitalisme. Marx mengatakan It is not the consciousness of men that determines their being, but, on the contrary, their social being determines their consciocusness. Keadaan sosial menentukan kesadaran sosial. Akuntan yang dicengkram oleh keadaan yang kapitalistik maka sikap dan kesadarannya hanya berorientasi akumulasi. 

***

*) Oleh : Gustamin Abjan, Mahasiswa FEB Unisma dan Pegiat Forum Wacana Kritis (FWK).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES