Gaya Hidup

Masyarakat Adat Mengajarkan Sustainable Lifestyle

Minggu, 22 November 2020 - 12:09 | 68.10k
Sustainable fashion berbahan alam karya Merdi Sihombing. (FOTO: Dok. Instagram Merdi Sihombing)
Sustainable fashion berbahan alam karya Merdi Sihombing. (FOTO: Dok. Instagram Merdi Sihombing)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Forum Bincang dan Laku Hidup Lestari”, sebuah event kolaborasi Yayasan Merdi Sihombing dan Yayasan Losari secara resmi digelar di venue Yayasan Bali Purnati, Gianyar, Bali. Kegiatan yang didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan 2020 ini mengusung tema “Berakar Pada Tradisi dan Budaya, Belajar Dari Masyarakat Adat” untuk menerapkan Laku Hidup Lestari yang lebih dikenal dengan istilah Sustainable Lifestyle.

Event yang berlangsung selama dua hari mulai 21-22 November 2020 ini dipantik oleh kepedulian terhadap Bumi, rumah kita semua yang terus tergerus akibat berbagai aktivitas manusia.

Tak hanya meninggalkan jejak karbon yang besar, gaya hidup yang tidak sustainable juga mengakibatkan peningkatan suhu bumi, hilangnya hutan, mengakibatkan kelangkaan air bersih, kepunahan spesies hewan, ikan dan biota laut. Padahal, semua itu adalah sumber daya alam yang ketersediaannya semakin terbatas.

Founder Yayasan Merdi Sihombing, Merdi Sihombing, menyampaikan “Forum Bincang dan Laku Hidup Lestari” ini bertujuan untuk memberikan referensi bagi masyarakat umum agar dapat hidup lebih baik dengan alam, tanpa merusak alam sekitarnya.

“Kerusakan bumi masih menjadi topik pembicaraan di kalangan tertentu saja. Belum banyak yang sadar dan menyepakati sebuah tindakan dan cara hidup yang berkelanjutan agar bumi lestari. Padahal, kerusakan bumi sebagian besar berasal dari aktivitas manusia karena bergantinya gaya hidup dari ‘needs’ menjadi ‘wants’,” kata Merdi Sihombing yang juga pegiat sustainable fashion.

Kata dia, manusia sebagai penghuni bumi dapat melakukan berbagai langkah kecil dalam gaya hidup sehari-hari untuk tetap menjaga kelestarian Bumi. Mulai hidup dengan sadar, kurangi konsumsi yang berlebihan, dan aktivitas yang meninggalkan jejak karbon, serta perbanyak sebuah tindakan memberi kepada alam.

Hidup dengan prinsip “sustainable” membuat keseimbangan antara kebutuhan manusia dan keberlangsungan alam beserta isinya. "Apa yang diperbuat sekarang akan berdampak pada hari esok. Perubahan ini dilakukan demi menyelamatkan Bumi untuk kehidupan generasi selanjutnya," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Losari, Restu Imansari Kusumaningrum berharap acara “Forum Bincang dan Laku Hidup Lestari” dapat menjadi medium bagi masyarakat luas untuk belajar tentang laku hidup lestari dari kearifan lokal dan budaya.

“Dalam keadaan sulit sekarang ini, kita harus berani mengatakan dari mana asal-usul kita dan tetap mengakar pada kebudayaan kita sendiri," katanya.

Acara ini, lanjutnya didasari oleh kesadaran bersama antara Yayasan Merdi Sihombing dan Yayasan Losari. Hal itu untuk berkaca dari laku hidup masyarakt adat dan melihat ke depan demi mengubah laku hidup bersama-sama, demi melestarikan dan menjaga, serta memuliakan peradaban Indonesia.

"Harapan kami lewat acara ini, setidaknya kita peduli dan mau belajar dari kearifan dan laku hidup yang diamalkan masyarakat adat sejak zaman dahulu. Semoga audiens yang hadir adalah orang-orang yang sudi mendengarkan dengan ‘rendah hati bahwa kehidupan itu harus diubah dan harus cepat mengambil tindakan," imbuhnya.

“Forum Bincang dan Laku Hidup Lestari” yang diadakan selama dua hari ini akan menampilkan berbagai aktivitas seperti diskusi, lokakarya dan pameran, serta pemutaran film dokumenter. Para pegiat Laku Hidup Lestari seperti Abdon Nababan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Suzy Hutomo (Founder Sustainable Suzy, Climate Reality Leader) dan Komang Sri Mahayuni (IDEP Foundation) akan tampil dalam forum diskusi di hari pertama.

Kegiatan tanggal 21 November 2020 juga akan diramaikan dengan pemutaran film dokumenter dari AMAN, film “Tabob” karya Brian Rayanki, dan film “Sacred and Secret” karya Basil Gelpke yang terinspirasi buku berjudul sama karya Gill Marais.

Pada hari kedua, dapat diikuti diskusi dengan pembicara Andar Manik dan Yoyo Yogasmana (Kasepuhan Ciptagelar), I Wayan Sudarsana (Masyarakat Adat Bali Aga), dan Putu Ardana (Tokoh Adat, Pemilik Don Biyu dan Blue Tamblingan Coffee).

Digelar pula lokakarya pembuatan sabun organik oleh Sito Kosmetik, Pencelupan Warna Merah dengan pewarna alam oleh Agus Haerudin dari Balai Besar Kerajinan dan Batik.

Kemudian juga ada pameran wastra nusantara yang menggelar karya dari Yayasan Merdi Sihombing, Yayasan Losari, Dekranasda Kabupaten Dairi, Kelompok Tentun Tanekavate, Alor, NTT (CSR Pegadaian), Tenun Gringsing dari Masyarakat Adat Bali Aga dan anyaman purun yang didukung Badan Restorasi Gambut, Tetes ASA, serta Tenun Gringsing dari Masyarakat Adat Bali Aga. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES