Peristiwa Daerah

Pakar Hukum Unej Minta Pemerintah Contoh Selandia Baru dalam Penanganan Terorisme

Kamis, 19 November 2020 - 21:36 | 42.31k
Ilustrasi penanganan terorisme. (FOTO: dok. TIMES Indonesia)
Ilustrasi penanganan terorisme. (FOTO: dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JEMBER – I Gede Widhiana, pakar hukum yang juga Ketua Jurusan Pidana Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej) mengatakan, terdapat tiga perspektif kebijakan negara yang berkembang di berbagai belahan dunia untuk penanganan terorisme.

Perspektif pertama, adalah yang menempatkan terorisme sebagai perang (war on terror) sebagaimana yang dipraktikan pemerintahan AS di bawah Presiden George W. Bush.

Perspektif kedua, yakni menempatkan penanganan terorisme sebagai sebuah sistem peradilan pidana.

Terakhir, perspektif kebijakan yang menempatkan terorisme sebagai akibat dari problem sosial di masyarakat, seperti kemiskinan, ketidakadilan dan sebagainya.

“Mana yang paling efektif? Sejauh ini memang belum ada riset yang secara khusus karena harus ada tolok ukur yang jelas untuk menyebut keberhasilan penanganan terorisme. Tetapi kita bisa melihat di negara-negara maju yang lebih mengedepankan aspek pencegahan,” ujar peraih PhD dari Queensland University of Technology (QuT), Australia ini saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual tentang Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penanganan terorisme di Indonesia, Kamis (19/11/2020).

Lebih lanjut, I Gede Widhiana mencontohkan Selandia Baru. Dia menilai bahwa negara tersebut minim kasus terorisme.

Serangan di dua masjid yang terjadi di Christchurch tahun 2019 lalu, menjadi serangan teror yang pertama kali terjadi selama beberapa tahun terakhir di negara Samudera Pasifik tersebut.

Dia juga menilai bahwa minimnya serangan terorisme di Selandia Baru berkorelasi dengan keberhasilan pemerintah setempat mengatasi kesenjangan.

“Di sana, menjadi miskin itu seperti sebuah pilihan,” ujarnya.

Hal ini, lanjutnya, berbeda dengan di negara yang terbilang tinggi kasus terorismenya. Pada saat yang sama, tingkat korupsi dan kemiskinan juga tinggi.

“Sehingga ajakan melakukan teror biasanya diiringi dengan tawaran seperti alternatif mengganti sistem negara. Ini memang tidak logis tetapi juga menjadi alat propoganda yang cukup efektif menyasar beberapa kalangan,” tutur pemilik disertasi tentang deradikalisasi napi terorisme di sejumlah lapas di Indonesia ini.

Karena itu dalam rangka pencegahan terorisme, pemerintah juga disarankan untuk fokus menangkal penyebaran paham radikal. Sebab, pemidanaan merupakan jalan terakhir untuk mengatasi terorisme.

“Ini PR besar pemerintah. Kalau dalam penanganan Covid-19, pemerintah menyiapkan vaksin. Maka dalam kebijakan penanganan terorisme atau antiterorisme, pemerintah harus menyiapkan vaksin berupa antiradikalisme. Sebab, sifat hukum pidana adalah ultimum remedium atau the last option,” imbuhnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES