Pendidikan

Soal Pembelajaran Tatap Muka di Probolinggo, Ini Pandangan Para Ahli

Rabu, 18 November 2020 - 22:28 | 116.62k
Ilustrasi pembelajaran tatap muka. (Dok/TI)
Ilustrasi pembelajaran tatap muka. (Dok/TI)

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Sejumlah sekolah di Probolinggo, Jawa Timur, sudah menjalani uji coba pembelajaran tatap muka. Berdasarkan hasil evaluasi Dinas Pendidikan setempat, sudah cukup baik. Namun bagaimana sebetulnya tanggapan ahli epidemiologi dan dokter anak soal hal itu?

Dunia Pendidikan, selama pandemi Covid-19 termasuk salah satu sektor yang terdampak parah. Sekolah terpaksa tutup, untuk mencegah terjadinya kluster baru sebaran Covid-19. Keadaan itu, sudah berlangsung selama delapan bulan terakhir. Sejauh ini, di Kabupaten Probolinggo, uji coba pembelajaran tatap muka sudah dilakukan di 6 kecamatan.

Terkait pembukaan kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka itu, dr. Endah Setyarini dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim mengatakan, Ketua Umum PP IDAI, Aman B. Pulungan sudah berpesan bahwa, sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.

“Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning,” kata Endah saat diskusi online bertema “Vaksin Covid-19 dan Kesiapan Anak Menjalani Pembelajaran Tatap Muka” yang diselenggarakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung dan Jurnalis Sahabat Anak (JSA) didukung oleh  Unicef Indonesia, Rabu (18/11/2020).

Masih menurut Endah, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah. Pertama yaitu melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.

“Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya,” ujar Endah.

Pertimbangan lain, perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko. Selain itu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.

Soal vaksin virus Covid-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya. Sebelum tersedia secara luas. WHO sendiri, menyatakan bahwa setidaknya sudah ada lebih dari 100 perusahaan vaksin di berbagai negara. Yang sedang dalam proses uji klinis dan hingga saat ini belum final.

Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia Jatim, dr. Atik Choirul Hidajah, memaparkan, jumlah kasus Covid-19 pada anak di Indonesia mencapai 9,7 persen. Dari total penderita Covid-19 atau sejumlah 24.966 anak. Secara rinci jumlah tersebut terbagi menjadi 2,4 persen anak usia 0-5 tahun dan 7,3 persen anak usia 6-18 tahun.

Untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kembali pembelajaran tatap muka tentunya dibutuhkan kajian secara ilmiah. “Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan pilihan paling baik. Untuk mencegah penularan antara siswa serta penularan siswa kepada guru,” tegasnya.

Kendati demikian, ia meminta orangtua mewaspadai imbas akibat PJJ bagi kesehatan anak. Di antaranya Computer Vision Syndrome. Seperti gangguan mata, otot dan penglihatan akibat terlalu lama menatap layar gawai.

Sebagai informasi, pada evaluasi uji coba proses pembelajaran tatap muka di Kabupaten Probolinggo, hasilnya cukup baik. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, Fathur Rozi mengatakan, secara umum uji coba berlangsung baik. Baik pada sisi pelajaran, penerapan protokol kesehatan, maupun kemungkinan paparan Covid-19.

Karena itu, pembelajaran tatap muka di enam kecamatan akan dilanjutkan. "Ada peluang sekolah lain di enam kecamatan itu juga," katanya kepada TIMES Indonesia, beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur, Andriyanto mengatakan, uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Jatim tidak bisa dielakkan.

“Pembelajaran tatap muka tentu membutuhkan kesadaran untuk menjalankan protokol kesehatan,” jelasnya.

Ada beberapa hal yang perlu diwaspadai saat pandemi. “Yang pertama, ada penelitian yang menunjukkan kekhawatiran anak akan kehilangan kecerdasan atau terjadi cognitive loss akibat pandemi ini. Tidak hanya anak-anak kalangan ekonomi bawah, namun anak-anak dari keluarga menengah atas pun bisa mengalami hal yang sama,” jelas Andriyanto.

Child Protection Spesialist UNICEF, Naning Pudjijulianingsih menegaskan, prioritas saat ini adalah bagaimana semua terlindungi. ”Yang penting bagaimana kesiapan sekolah dan guru. Kemudian siapa yang mengawasi kalau PTM dijalankan. Apakah perlu ada Satgas?” ujarnya.

Menurutnya, jika PTM diberlakukan pada jenjang PAUD dan TK akan lebih berisiko karena dikhawatirkan siswa masih kesulitan menjalankan protokol kesehatan. Berbeda dengan pelajar dengan tingkatan pendidikan lebih tinggi seperti SMP atau SMA.

Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan baik oleh orang tua maupun anak-anak saat pandemi. Bagi orang tua  salah satunya adalah bersiap menghadapi kebiasaan baru. Seperti mendampingi anak belajar secara kekiniaan.

Sebelum pembelajaran tatap muka diberlakukan, anak-anak didorong mampu memanfaatkan IT untuk mendukung masa depan dan bukan dikendalikan oleh IT, anak anak memahami dan mampu menerapkan pola hidup baru yang sehat, serta anak mampu merespon dan bertindak bijak untuk menjadi agen perubahan bagi kehidupan yang baik di masa depannya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES