Kopi TIMES

Resesi Ekonomi dan Kemiskinan

Rabu, 18 November 2020 - 23:41 | 73.84k
Ir. Laeli Sugiyono, MSi, Statistisi Ahli Madya pada BPS Provinsi Jawa Tengah.
Ir. Laeli Sugiyono, MSi, Statistisi Ahli Madya pada BPS Provinsi Jawa Tengah.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Ancaman resesi ekonomi sudah di depan mata. Hantaman pandemi Covid-19 pada hampir seluruh sektor ekonomi dan berbagai lapisan masyarakat tidak terelakkan. Ekonomi Indonesia pada triwulan kedua tahun ini telah mengalami pertumbuhan negatif sebesar -5,32 persen. Pertumbuhan negatif ini juga berlanjut pada triwulan ketiga 2020, tercatat terkonstraksi sebesar -3,49 persen.

Dampak dari resesi ekonomi tampak terjadi lonjakan pada angka pengangguran dan tingkat kemiskinan. Jumlah pengangguran tembus 9,77 juta. Kinerja perekonomian yang melambat pun berdampak pada kondisi lapangan kerja.

Kegiatan ekonomi yang terhenti membuat banyak perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, salah satunya dengan memangkas jam kerja karyawan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). BPS pun mencatat, jumlah pengangguran periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang dibanding Agustus 2019 lalu. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang. 

Suhariyanto (Kepala Badan Pusat Statistik) berujar bahwa secara keseluruhan ada 29,12 juta penduduk usia kerja yang pekerjaannya terdampak pandemi. Angka tersebut setara dengan 14,28 persen dari keseluruhan populasi penduduk usia kerja yang mencapai 203,97 juta orang. Selain berdampak pada pengangguran, Covid-19 juga menyebabkan naiknya jumlah bukan angkatan kerja (BAK) menjadi 0,76 juta orang. Selain itu, jumlah orang yang tidak bekerja akibat Covid-19 sebanyak 1,77 juta orang. Suhariyanto pun menyebutkan, jumlah penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja akibat Covid-19 sebanyak 24,03 juta orang.

Demikian juga kemiskinan pada Maret 2020 langsung melonjak sebesar 0,56 persen ketimbang September 2019, padahal pandemi baru menyergap Indonesia pada Maret 2020. Kenaikan itu setara dengan penambahan 1,63 juta warga miskin baru atau persentase kemiskinan menjadi 9,78 persen (26,42 juta jiwa) [BPS, 2020]. Jumlah tersebut pasti akan terus meningkat apabila pandemi tidak lekas bisa diatasi.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang merana, bahkan dalam skala yang lebih masif terjadi di negara yang lebih maju. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara utama dunia, seperti AS, Jerman, Inggris, Jepang, Korsel, Singapura, dan Tiongkok, juga mengenaskan. Pertumbuhan ekonomi negara tersebut minus lebih dalam ketimbang Indonesia. Tiongkok relatif bisa memulihkan ekonomi lebih cepat sehingga pada triwulan II 2020 pertumbuhannya telah positif. Namun, Indonesia juga patut bersyukur selisih pertumbuhan sebelum dan setelah pandemi hanya 10 persen, sementara Tiongkok 13 persen.

Persoalan kemiskinan seperti ini juga pernah terjadi ketika krisis moneter (krismon) melanda Indonesia pada 1998, Kemiskinan sontak meningkat tajam. Populasi penduduk miskin pada 1998 mencapai 49,5 juta, meroket 45,54% dibandingkan 1997.

Memitigasi kemiskinan pada saat ini menjadi suatu keharusan jika tidak ingin pengalaman krismon membayangi kita betapa Indonesia perlu waktu cukup lama dengan pembiayaan yang sangat besar untuk mengembalikan kondisi penurunan angka kemiskinan seperti yang terjadi sebelum krismon.

Mitigasi Kemiskinan

Ahmad Erani Yustika (Guru besar FEB Universitas Brawijaya dan ekonom senior Indef) berpendapat bahwa mencermati keadaan ini, peta situasi wajib dibuat dengan presisi agar arah kebijakan dan alokasi sumber daya (ekonomi) dapat dibikin dengan tepat. Jika direlasikan antara resesi dan kemiskinan, deskripsi yang perlu dipahami adalah: karakteristik pandemi yang khas, stimulus fiskal yang terbatas, dan target yang perlu menjadi prioritas. Bantuan kegiatan ekonomi produktif merupakan solusi bernas pada situasi ekonomi normal. Namun, ini belum tentu efektif bila diterapkan sekarang karena karakteristik pandemi mengharuskan orang tak bertemu (secara intensif).

Bantuan sosial masif (kepada kelompok miskin yang jumlahnya kian meledak) dibatasi waktu karena anggaran fiskal yang terbatas. Sasaran kebijakan menahan jumlah orang miskin baru mesti valid karena munculnya sumur-sumur baru sebagai sumber produksi kemelaratan. Jika target terlalu lebar, fokus sasaran kabur sehingga tujuan terancam tidak tercapai. Itulah gambaran kompleksitas yang dihadapi pemerintah.

Singkatnya, apabila jalur penanganan kemiskinan dimampatkan dalam empat jalan (fiskal, produksi, keuangan, dan perdagangan), beberapa hal berikut yang bisa dijadikan opsi pemerintah. Fiskal fokus kepada 30–40 persen penduduk yang paling rentan. Mereka adalah sasaran utama program kebutuhan pokok dan transfer tunai. Pada sektor produksi, anggaran Kementrian/Lembaga (K/L) dan APBD (provinsi/kabupaten/kota) berkonsentrasi pada sektor pertanian (dalam makna yang luas) dan pelaku mikro/kecil. Pastikan sektor dan pelaku itu diurus dengan layak.

Sektor keuangan menarget penerapan subsidi bunga dan restrukturisasi kredit (UMKM) dengan syarat masing-masing usaha tidak melakukan pemecatan karyawan (PHK). Sektor perdagangan fasilitasi digeser untuk memberikan akses digitalisasi dan informasi produk (jenis dan harga) agar rantai pasok makin pendek dan pelaku di hulu (petani)/UMKM terbantu pemasarannya.

Jalan keluar dari resesi ekonomi memang terjal, tapi keberhasilan hanya milik kaum yang terus menabur ikhtiar dan harapan.

***

*)Oleh: Ir. Laeli Sugiyono, MSi, Statistisi Ahli Madya pada BPS Provinsi Jawa Tengah.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES