Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Antara Minol, Botol dan Borgol

Rabu, 18 November 2020 - 14:18 | 74.52k
Yandri Radhi Anadi, SH., M.Kn, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Yandri Radhi Anadi, SH., M.Kn, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol kembali menyeruak telah memasuki tahap pembahasan di Badan Legislatif DPR, meski usulan tersebut tentu lolos pada Prolegnas Prioritas DPR tahun 2021. Seperti biasa, diametris opini pun berkembang dalam masyarakat, ada yang dalam posisi mendukung (pro) maupun menolak (kontra). 

Seperti kelaziman pasti muncul pihak yang pro dan pihak yang kontra. Pihak yang kontra, menganggap bahwa kriminalisasi larangan minuman beralkohol terlalu berlebihan. Terlebih di berbagai daerah Indonesia, minuman keras justru mengejawantah sebagai khasanah kekayaan tradisi. Ditambah dengan komentar-komentar dari pelaku bisnis pariwisata. Sedangkan Pihak yang pro terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol pada umumnya berlandaskan pada argumentasi bahwa menenggak minuman beralkohol tendensius pada ekses-ekses negatif yang merugikan masyarakat, sehingga hal demikian perlu dikriminalisasi sebagai tindak pidana.  

Terkait aspek kekayaan tradisi, sebenarnya hal ini telah diakomodasi sedemikian rupa dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol. Sebagaimana tertuang dalam “Pasal 8 ayat (1) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 tidak berlaku untuk kepentingan terbatas. Dalam ayat (2) Kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kepentingan adat; b. ritual keagamaan; c. wisatawan; d. farmasi; dan e. tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang undangan.”

“Dan dalam ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepentingan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.”

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dari konstruksi Pasal di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kriminalisasi larangan minuman beralkohol pada prinsipnya ditujukan terhadap orang-orang yang meminum minuman keras secara sembarangan, yang tidak termasuk pada tempat maupun kegiatan di atas.  

Di sisi lain dalam pasal 8 bisa dibaca terdapat kebingungan yang dialami pemerintah, dalam pasal sebelumnya, secara tegas mengatur tentang larangan dan sanksi, sementara dalam pasal ini terdapat pengecualian tentang larangan minuman beralkohol. Tidak dapat dipungkiri, minuman beralkohol merupakan salah satu penyumbang pajak bagi negara ini. Dari restribusi pajak pabriknya, cukai minuman beralkohol baik yang lokal maupun yang impor, pajak hiburan oleh tempat hiburan yang menyediakan minuman beralkohol. 

Ketika Roscoe Pound mengemukakan hukum secara bertahap telah menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai instrumen penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol sosial diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya sangat diperlukan untuk menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal.

Teori tentang perubahan sosial dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan salah satu teori besar dalam ilmu hukum. Hubungan antara perubahan sosial dengan sektor hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap perubahan sektor hukum, Jadi, hukum merupakan sarana rekayasa masyarakat (a tool of social engineering), dia fokus pada ”Kenyataan Hukum” daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum

Menelaah pendapat Roscoe Pound, banyak hal yang harus diperhatikan oleh legislative terkait Rencana Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol. Bagaimana mengakomodasi semua kepentingan, jangan sampai demi suatu kepentingan, akan mengorbankan banyak kepentingan lainnya, perlu disadari banyak daerah yang telah menjadikan minuman beralkohol sebagai ciri dari bagian suatu daerah, seperti arak bali, arak tuban dan lainnya, ketika suatu daerah sudah mempunyai brand semacam itu, bisa dipastikan pada daerah itu banyak masyarakat yang menggantungkan ekonomi hidupnya dari minuman beralkohol itu, baik dari penyedia bahan, pembuat, penjual. Pemerintah daerah pun memiliki kebijakan untuk mengatur, mengawasi dari peredaran minuman beralkohol tersebut, dimana kebijakan ini secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Suatu regulasi yang tergesa-gesa tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal, dan RUU Minol ini belum termasuk hal urgen dibandingkan dengan kondisi negara saat ini. Pertumbuhan ekonomi dimasa pandemi dirasa lebih urgen dari pada membahas tentang alkohol. Jika alasan alkohol penyebab meningkatnya angka kekerasan dan kriminalitas, maka mari bersama-sama kita renungkan, apakah seorang koruptor melakukan tindakan korupsinya ketika dia dalam pengaruh alkohol? lebih besar mana, dampak yang diakibatkan oleh alkohol atau korupsi? Jangan sampai lembaga pemasyarakatan menjadi penuh hanya karena penikmat dari alkohol, sementara para pelaku korupsi bisa tertawa lepas dalam kebebasannya. 

 *)Penulis: Yandri Radhi Anadi, SH., M.Kn, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES