Kopi TIMES

Aku, Kamu dan Kita Semua Adalah Pahlawan Masa Kini

Senin, 16 November 2020 - 13:04 | 116.05k
Rahmad Soleh adalah Mahasiswa S2 Ilmu Hukum di Universitas Islam Malang
Rahmad Soleh adalah Mahasiswa S2 Ilmu Hukum di Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Hari Pahlawan, identik dengan seremonial untuk mengenang jasa para pahlawan di Republik Indonesia. Kita dibiasakan untuk menjiwai nilai-nilai kepahlawanan bangsa ini. Di tengah dunia yang masih penuh ancaman dengan adanya pandemi COVID-19 ini, sadarkah kalau sebenarnya kita semua adalah pahlawan masa kini?

Lalu, pahlawan seperti apa yang disematkan kepada kita? Tentu berbeda degan gelar pahlawan nasional yang sudah mendahului kita. Dan kita, tidak perlu harus mendapat syarat-syarat  seorang pahlawan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 20/2009. 

Artinya, menjiwai sifat-sifat kepahlawanan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sudah cukup secara de facto kita disebut pahlawan. Beberapa sifat kepahlawanan itu diantaranya:

1.    Rela Berkorban 
Rela berkorban bagian dari sifat kepahlawanan, dimana seseorang rela mengorbankan dirinya demi kepentingan bangsa. Inilah yang terpatri dalam seorang pahlawan dahulu yang melawan penjajah demi kemerdekaan Indonesia. 

Ingat apa yang disampaikan Tan Malaka, salah satu pahlawan nasional. "Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan dirinya sendiri,” begitulah kata Tan Malaka. 

Kita semua, harus berani berkorban sebagai bentuk implementasi nilai-nilai kepahlawanan. Setiap orang bisa melakukan upayanya itu dengan cara masing-masing, tenaga medis berkorban atas waktu dan tenaga untuk berada di garda terdepan melawan COVID-19, pedagang mengorbankan waktu dan tenaganya untuk keluarga di rumah, aparat TNI/Polri mengorbankan waktu dan tenaganya , kita semua apapun profesinya bisa menjadi pahlawan bagi diri sendiri dan keluarga. 

2.    Patriotisme 
Pengertian patriotisme menurut Ensiklopedia Indonesia adalah rasa kecintaan dan kesetiaan seseorang pada tanah air dan bangsanya, kekaguman pada adat kebiasaan, kebanggaan terhadap sejarah dan kebudayaannya, serta sikap pengabdian demi kesejahteraan bersama.

Sedangkan menurut KBBI, patriotisme adalah sikap dan semangat yang sangat mencintai tanah air sehingga berani berkorban jika diperlukan oleh negara.

Cinta tanah air, sebagai bagian dari patriotisme tentu menjadi barang wajib dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak ada lagi ruang mengesampingkan cinta tanah air jikalau diri kita benar-benar meneladani sikap kepehlawanan. 

Seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Ibrahim bin Ad’ham. Salah satu ulama sufi ternama. Beliau mengatakan, Aku tidak menderita ketika meninggalkan sesuatu yang lebih dahsyat dari pada meninggalkan tanah air.” (Hilyah al-Auliyâ’ Wa Thabaqât al-Ashfiyâ’: 7/380).

Pun demikian, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari yang berupaya  menyatukan islam dengan nasionalisme. Hingga beliau membuat  jargon Hubbul Wathon minal Iman, bahwa cinta tanah air sebagian dari iman.

Sikap patriotik, sederhananya bisa kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Guru bagaimana mendidik agar muridnya cinta tanah air, pegiat medsos memberikan edukasi betapa bahayanya hoaks, begitu juga seorang jurnalis memberitakan keadaan sebuah fakta yang terjadi di lapangan dan lainnya.

3.    Berjuang Untuk Kepentingan Rakyat
Nilai ini, lebih kepada seorang pemimpin yang dalam setiap tindak tanduknya, menjadi cerminan bagi masyaakat. Seorang pemimpin atau kepala daerah, wajib hadir untuk rakyatnya sebagai salah satu sifat sebuah kepahlawanan yang peduli pada kepentingan orang banyak. 

Kepentingan rakyat, menjadi prioritas dalam sebuah negara termasuk seorang pemimpin. Apalagi di tengah pandemi COVID-19, tidak hanya pelayanan kesehatan namun juga jaring pengaman sosial maupun pemberdayaan ekonomi. 

Jika sifat pemimpin menempatkan kepentingan rakyat diatas segalanya, maka didalamnya terpatri jiwa kepahlawanan. Namun sebaliknya, jika kepentingan pribadi atau golongannya, maka sudah jelas tidak ada jiwa kepahlawanan didalam dirinya. 

Seperti yang disampaikan Bung Karno, “Jikalau aku misalnya diberikan dua hidup oleh Tuhan, dua hidup ini pun akan aku persembahkan kepada tanah air dan bangsa.”

Akhirnya, tulisan singkat ini setidaknya menjadi ajakan terutama bagi diri saya sendiri. Bahwa, siapapun bisa menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat bangsa dan negara.

*) Penulis, Rahmad Soleh adalah Mahasiswa S2 Ilmu Hukum di Universitas Islam Malang 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES