Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Rindu Hukum Yang Memihak Perempuan

Sabtu, 14 November 2020 - 14:45 | 58.27k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (Unisma) dan penulis buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (Unisma) dan penulis buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Meski negara melalui badan legislatif sudah lama memproduk hukum (UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT) yang menjanjikan perlindungan perempuan dari kekerasan domestik (domestic violence), tetapi garansi yuridis ini tidak selalu sebahasa di dalam realitasnya. Yang seringkali mencuat ke permukaan, adalah apa yang tertuang di dalam norma hukum (law in books) bertentangan apa yang terjadi dalam realitas hukumnya (law in action).

Seperti disebutkan dalam konsiderasi UU No. 23 Tahun 2004 tersebut, bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan, adalah seharusnya tinggal menerapkannya.

UU itu secara khusus telah memediasi kepentingan perempuan dalam keluarga yang selama ini dalam posisi rentan baik karena dikorbankan oleh pola manajemen keluarga yang tidak berbasis egalitarian maupun mudahnya tangan-tangan jahat dan zalim dari suami yang memperlakunnya sebagai objek untuk dipukuli, dibuat babak belur, atau diperlakukan secara sadisme melebihi perlakuan manusia terhadap binatang.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Idealisme yuridis berorientasi pemartabatan perempuan itulah yang juga tercermin dalam kovenan-kovenan internasional, seperti dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang menyebutkan, bahwa setiap orang berhak untuk hidup bermartabat, merdeka, dan bebas dari ketakutan dan penyiksaan. Negara, Bangsa dan siapapun orangnya dilarang memperlakukan orang lain seperti budak, diperbudakkan, dan dirampas hak kemanusiaannya.

Meski begitu, hukum, seperti karta pakar hukum kenamaan Satjtipto Rahardjo (2000) sebagai ide-ide besar perubahan perlindungan hak asasi manusia, bisa mernjadi “ragawi” atau sebaliknya gagal menunjukkan peran sucinya sangat ditentukan oleh perilaku penegak hukum dan masyarakat yang menjadi subjek sejarahnya.

Subyek sosial merupakan komponen yang ikut menentukan hidup-matinya hukum. Kalau subjek sosial gigih, konsisten, dan kokoh integritas moralnya untuk mematuhi norma-norma hukum, maka norma  hukum akan hidup menjadi pelita kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Sebaliknya, ketika peran subjek sosial gagal menegakkan hukum, maka hukum tidak lebih dari pajangan atau aksesoris sosial, individual, dan struktural.

Membuat subjek sosial punya gairah untuk memberlakukan dan memberdayakan hukum tidaklah gampang, karena di tengah kehidupan bermasyarakat ini, banyak faktor yang menentukan bekerjanya law enforcement. Hukum, seperti kata Sosiolog Soerjono Sokanto (1988) tidak akan bisa tegak dengan sendirinya tanpa didukung oleh kekuatan penyangga Undang-undang, mentalitas pelaksana, masyarakat, budaya, dan sarana peradilan.

Faktor tersebut akan menjadi semakin berbobot komplikasi ketika negara, yang idealnya menjadi aktor utama dalam mensosialisasikan penegakan hukum ternyata melahirkan dan memaksakan berlakunya kebijakan yang menciptakan kran lebar bagi segmen sosial, terutama unit-unit keluarga untuk melakukan dan menyemaikan kejahatan.

Kejahatan, seperti disebut Paul Separovic (1985) disebabkan dua faktor utama, pertama, faktor personal atau psikologis (umur, keadaan mental, sikap agresifitas, prustasi, depresi, dan keterasingan), dan kedua, faktor situasional, seperti situasi konflik, tempat rawan, keadaan tidak kondusif, tekanan pihak lain yang membuat tidak berdaya, dan kondisi yang deregulatif.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam tataran itu, negara dapat ditempatkan sebagai faktor pemicu, pendorong, perangsang, atau sekurang-kurangnya penabur benih-benih munculnya perilaku seseorang atau komunitas yang tidak menghormati norma-norma hukum.  Hukum yang diproduk oleh legislatif (negara) hanya akan tinggal menjadi nostalgia historis  akibat noktah diskresi yang diberlakukan represip oleh negara itu sendiri.

UU No. 23 Tahun 2004 pun demikian, produk yang terbilang sebagai hukum responsip ini akan gagal secara serius menunaikan tugasnya melindungi martabat perempuan dari kekerasan domestik bilamana faktor-faktor tersebut bertali-temali untuk “menggagalkan” atau menciptakan hambatan serius yang membuat produk hukum ditantang melakukan mission imposible. UU No. 23 Tahun 2004 akan berat menghadapi keniscayaan terjadinya dan booming-nya kekerasan domestik akibat unsur-unsur keluarga seperti suami gagal beradaptasi dengan efek domino Covid-19 yang mencekiknya.

Negara atau pemerintah pusat tidak tahu jerit keprihatinan masyarakat di daerah yang mengalami kesulitan hebat akibat Covid-19. Pemerintah tidak pernah hidup sehari-hari dengan “wong alit” di kantong-kantong kumuh, komunitas pinggiran, dan masyarakat miskin, yang sehari-harinya bergulat dengan kesulitan ekonomi, yang untuk makan esok hari saja misalnya belum tentu bisa dipersiapkan hari ini.

Domestic violence dapat terjadi akibat kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu mengimbangi daya laju kenaikan kebutuhan pokok akibat pandemi Covid-19 . Suami yang sudah berusaha mencari nafkah dengan segala ketrampilan yang dimiliki, tetapi penghasilan yang didapat hanya sedikit dibandingkan tuntutan kebutuhan hidup normal, maka tidak ada jaminan kalau suami ini tetap mempunyai dan mampu mempertahankan stabilitas psikologisnya. Bukan tidak mungkin dalam dirinya terbentuk gangguan-gangguan kejiwaan seperti stres, prustasi, teralinasi,  dan shizofrenia, yang ikut nebjadi akar yang berdekatan dengan praktik kekerasan terhadap perempuan. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Malang (Unisma) dan penulis buku hukum dan agama.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES