Peristiwa Daerah

DPRD Surabaya Minta Pemkot Tak Persulit Santunan Kematian Covid-19

Rabu, 11 November 2020 - 23:05 | 59.69k
Proses pemakaman jenazah pasien Covid-19. (FOTO: Dok. Times Indonesia)
Proses pemakaman jenazah pasien Covid-19. (FOTO: Dok. Times Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYADPRD Surabaya menerima keluhan warga yang mengaku kesulitan mengurus santunan kematian pasien positif Covid-19. Hal tersebut diungkapkan oleh Reni Astuti Wakil Ketua DPRD Surabaya yang menerima keluhan Sri Mulyani Istiqoma (43) warga Siwalankerto Tengah.

Berdasarkan surat edaran (SE) Kementerian Sosial RI nomor 427/3.2/BS.01.02/06/2020, keluarga pasien Covid-19 yang meninggal dunia berhak mendapatkan santunan sebesar Rp15 juta.

"Namun yang bersangkutan kesulitan mengurus santunan kematian suaminya,  karena almarhum tidak dimakamkan di TPU Keputih atau Babat Jerawat (makam khusus Covid-19 di Surabaya)," ungkap Reni.

Sebagai wakil rakyat, Reni spontan mendatangi kediaman Sri untuk mengetahui duduk perkaranya. Suami Sri diketahui meninggal pada tanggal 3 Juli 2020.

Dalam surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit swasta di Surabaya Timur, almarhum dirawat atas diagnosa PDP Covid-19. Berdasarkan hasil tes rapid yang reaktif dan gejala yang mengarah pada virus jenis baru itu.

Saat meninggal dunia, hasil tes swab belum keluar. Maka dari itu keluarga meminta agar almarhum tidak dimakamkan di TPU Babat Jerawat atau Keputih tetapi di pemakaman kampung.

Pengurus kampung pun menyetujui pemakaman tersebut, asal dilaksanakan dengan protokol Covid-19. Sehari setelah pemakaman (4/7/2020) hasil tes swab menyatakan almarhum positif Covid-19.

“Bu Sri kemudian diberitahu oleh teman-temannya untuk mengurus santunan kematian. Namun ternyata Dinkes Surabaya tidak mau mengeluarkan surat kematian Covid-19 suaminya lantaran pemakamannya di kampung,” katanya.

Padahal berdasarkan peraturan Kemensos yang telah disebutkan di atas, menurut Reni santunan berhak didapatkan jika kematian dinyatakan positif Covid-19 oleh rumah sakit, puskesmas, atau dinas kesehatan.

“Itu saja syaratnya cukup. Namun Dinkes belum juga mau (menerbitkan surat kematian). Dasarnya katanya Perwali,” ujar Reni.

Maka dari itu Reni meminta kepada Pemerintah Kota agar tidak mempersulit proses pencairan dana santunan, solusi untuk perkara ini pun cukup mudah.

“Nyatanya, jelas hasil swab positif. Dinkes tinggal koordinasi aja dengan rumah sakit yang mengeluarkan,” tegasnya.

Politisi asal PKS ini medorong agar Dinkes Surabaya lebih mengedepankan aspek kemanusiaan. Sebab program pemerintah pusat yang sumbernya dari APBN ini ditujukan sebagai bentuk ucapan bela sungkawa dan memberikan semangat.

"Meski uang sebesar Rp15 juta tentu tak dapat menukar kesedihan keluarga yang ditinggalkan. Jangan sampai warga lebih kesulitan, gara-gara alasan Perwali,” ucapnya.

Reni juga mengaku tidak menemukan kausul pada Perawali yang menyebutkan jika untuk mendapatkan surat kematian Covid-19, harus dimakamkan di TPU tertentu.

"Namanya surat kematian ya yang bersangkutan meninggal karena Covid atau bukan. Tidak ada hubungannya dengan lokasi pemakaman. Sebab ada juga yang hasil swab negatif tapi dimakamkan di Babat Jerawat dan Keputih,” kritiknya.

Maka dari itu, mantan anggota dewan asal komisi D bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat DPRD Surabaya itu mendorong agar Dinkes Pemkot Surabaya mampu mengakomodir kebutuhan warga. “Dinkes jangan terlalu kaku lah. Jangan sampai bu Sri ini harus pergi ke Jakarta untuk mengurus santunan di Kementrian Sosial sebagaimana kasus bu Yaidah yang ke Kementerian Dalam Negeri. Saya kira pijakan di Perwali juga tidak ada, jadi itu tidak tepat,” pintanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES