Kopi TIMES

Era Post-Truth Media dan Tantangannya Dalam Menjawab Problematika Pandemi

Rabu, 28 Oktober 2020 - 18:29 | 130.38k
Muhammad Abid Al Akbar, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Dirasaat Islamiyah.
Muhammad Abid Al Akbar, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Dirasaat Islamiyah.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wabah pandemi COVID-19 telah menuntut seluruh masyarakat dunia untuk meminimalisir aktivitas diluar rumah. Dinamika ekonomi, sosial, bahkan pendidikan yang mana biasanya dikerjakan di luar rumah, kini terdampak cukup serius. Masyarakat harus dapat beradaptasi dengan keadaan yang belum pernah terjadi pada abad ke-21. Dan salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengonsumsi media dengan baik.

Mengapa harus mengonsumsi media dengan baik? Nyatanya dalam era baru ini, masyarakat mau tidak mau harus mengonsumsi media agar dapat beraklimitasi dengan era baru. Dan media yang paling sering dinikmati adalah media massa dan media sosial. Meski tidak ada feedback masyarakat terhadap media massa, akan tetapi konten-konten yang dimuat di media massa dapat diolah kembali di media sosial.

Dan jikalau, ada sebuah berita yang kontroversial, tidak peduli apakah itu benar secara empiris atau tidak, masyarakat mudah menelan olahan tersebut dan dapat dijadikan landasan berpikir dapat kehidupan sehari-hari. Karena, karakteristik media saat ini telah masuk ke era yang dinamakan era post-truth, yang mana kebenaran fakta dan bukti tidak terlalu penting lagi sepanjang narasi, cerita, dan pemikiran dapat diterima berdasarkan kesamaan pandangan, pikiran dan keyakinan. 

Dapat kita ambil contoh ketika ada beberapa publik figur yang menyuarakan bahwa virus Covid-19 adalah konspirasi. Tentu ini sebuah argumen yang sesat dan menyesatkan. Meski Indonesia adalah negara yang bebas bersuara dan berpendapat, akan tetapi menyuarakan pendapat yang mencelakakan tentu akan mengakibatkan dampak yang merugikan kepada khalayak orang banyak.

Jika satu orang sudah tidak taat menaati peraturan berdalih bahwa Covid-19 adalah sebuah rekayasa, hal itu akan berdampak kepada orang lain. Konstruksi media inilah yang perlu dibenahi di masa post-truth ini, yang mana pertumbuhan media subur dengan cara-cara manipulatif dan menyihir orang untuk mempercayainya berdasarkan prinsi-prinsip di luar penalaran dan akal sehat. (Ditjen IKP KOMINFO; 2020)

Eksisnya substansial post-truth semakin menyelimuti kehidupan masyarakat sehari-hari. Tendensi tren masyarakat Indonesia ke ranah media sosial ketika masa pandemi telah memberikan efek yang cukup gencar. Tampak dari beberapa publik figur dari kalangan musisi sampai elite politik pun, menggunakan wahana media sosial untuk memanipulasi paradigma masyarakat melalu fakta alternatif ataupun gosip jahat tentang lawan dengan asumsi sedikit bukti sehingga mendorong penyebaran kebodohan.

Semua kalangan dapat mengonsumsi, memproduksi, sekaligus mendistribusi informasi melalui maraknya media sosial. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa pengaruh munculnya internet dan platform media sosial yang beragam membuat penyebaran berita palsu semakin intensif. (Bhaskaran, Mishra dan Nair, 2017:42).

Berdasarkan beberapa masalah yang ditemukan di era post-truth ini, perlu kiranya meninjau kembali bagaimana agar konstruksi media di tengah pandemi dapat mengonsolidasi dalam melawan Covid-19. Meskipun media tidak dapat memutus mata rantai penyebaran virus secara langsung, akan tetapi media memiliki efek dalam mengubah pola berfikir dann pola hidup masyarakat agar menaati protokol kesehatan yang berlaku dan dapat beradaptasi di era yang baru. 

Memasuki era post-truth, media memiliki tantangan yang cukup besar dalam menjaga kestabilan kondisi sosial masyarakat di masa pandemi. Karena, informasi yang dihasilkan di berbagai media menjadi suatu ‘konsumsi’ wajib bagi setiap masyarakat. Terlebih di masa pandemi ini, masyarakat membutuhkan informasi yang ‘menyehatkan’ sehingga tidak terkontaminasi informasi yang dapat menyesatkan diri sendiri maupun orang lain. Maka dari itu, perlu adanya pemantapan media sebagai social control kepada masyarakat.

Sebagai social control, media diharapkan dapat menjadi titik temu antara kebenaran dan kecurigaan suatu informasi yang beredar di masyarakat. Media mesti dapat meminimalisir ketidakpercayaan hubungan antara publik dan pemerintah. Oleh sebab itu, mendekatkan hubungan antara publik dan pemerintah dalam bingkai kemitraan yang saling menguatkan adalah suatu kewajiban media dalam mengatasi problematika pandemi saat ini.

Menyampaikan aspirasi publik kepada pemerintah pun merupakan menjadi hal yang mudah di era post-truth ini. setiap orang bisa memproduksi olahan konten yang kemudian dapat didistribusikan melalui media sosial. Dan media sosial pun memiliki perhatian yang cukup tinggi selama pandemi ini. terhitung sejak Maret 2020, pemakaian media sosial meningkat sebesar 40%. Artinya, media sosial pun seakan menjadi konsumsi wajib bagi kehidupan masyarakat. (https://techcrunch.com/2020/03/26/report-whatsapp-has-seen-a-40-increase-in-usage-due-to-covid-19-pandemic/)

Selain penyambung lidah antara publik dan pemerintah, media pun harus bisa menjaga stabilitas nasional, ekonomi, politik, keamanan, dan idelogi negara. Meski dilanda pandemi, tentu menjaga asas-asas ini merupakan hal yang urgen dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, masalah Undang-Undang Cipta Kerja dan Pilkada yang mana semakin hari semakin panas dibahas. Akan tetapi, masyarakat Indonesia lupa bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-22 sedunia dari negara yang warganya sudah terkena Covid-19.

Isu-isu UU Cipta Kerja justru telah membuat abai masyarakat terhadap problematika pandemi. Alih-alih semakin hari semakin was-was akan penyebaran covid-19, publik justru berkumpul dan berdemo agar UU Cipta Kerja ini dibatalkan. Tanpa memperhatikan protokol kesehatan sama sekali.

\Maka, disinilah andil media dalam mengatasi permasalahan sosial yang terjadi pada publik agar dapat menjadi behavioral change melalui komunikasi publik yang sistematis dan komprehensif untuk memutus mata rantai Covid-19, terutama dengan memastikan physical distancing. 

Protokol Kesehatan, anjuran pakai masker dan jaga jarak, dan ketentuan-ketentuan yang lain, tentu menjadi makanan sehari-hari ketika masa pandemi ini. akan tetapi, masyarakat juga perlu informasi yang mana dapat menggelorakan semangat kerja, dan pembangunan dalam rangka mewujudkan cita-cita negara. Beradaptasi dalam tatanan normal baru menjadi suatu keharusan bagi setiap individu. Bukan berarti, adanya pandemi ini mengakibatkan penurunan kinerja bekerja dalam keseharian tiap orang. Oleh karena itu, peran media dalam sektor ini perlu diperhatikan. Agar masyarakat dapat disibukkan oleh hal-hal yang positif dan produktif meski di musim wabah virus corona ini. 

Seiring berjalannya waktu, media diharapakan menjadi guradian of value yang dapat memberikan dampak-dampak positif kepada publik. Meski di era post-truth, semakin lebarnya cakupan sayap informasi ke berbagai sudut tiap daerah, diharapkan dapat menyampaikan infornasi yang kebenarannya dapat  menjadi sandaran masyarakat dalam pola hidup sehari-sehari. Dan tentu, era post-truth media merupakan hal baru yang mana bisa dijadikan software tambahan dalam menyebarluaskan informasi=informasi positif kepada publik.

Pada akhirnya, kemasan narasi dalam media harus bungkus sedemikian rupa dan kemudian layak untuk dikonsumsi oleh khalayak publik, serta dapat sebagai sosok iron stock dalam keberlangsungan menjaga stabilitas kondisi sosial publik. Media yang secara khusus mengambil bagian tersendiri dalam kinerjanya membingkai realitas menjadi seolah-olah tanpa batas, meskipun realitas lain sebenarnya ada, seperti batasan wilayah suatu negara dan wilayah tertentu sebagai suatu fakta lain yang juga masih dihormati oleh kalangan tertentu.

***

*)Oleh: Muhammad Abid Al Akbar, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Dirasaat Islamiyah.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES