Kopi TIMES

Untuk Apa Hari Guru?

Rabu, 28 Oktober 2020 - 17:26 | 141.91k
Ady Akbar, Pengajar di Fakultas FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar.
Ady Akbar, Pengajar di Fakultas FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar.

TIMESINDONESIA, MAKASSAR – Melalui surat Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, maka setiap tanggal 25 November diperingati Hari Guru Nasional (HGN) sebagai bentuk dan simbol penghormatan negara terhadap jasa para guru. Tentu kita sadar bahwa penghormatan negara yang dituangkan melalui Kepres, kemudian diimplementasikan melalui hajatan upacara tahunan atau kadangkala melalui prosesi pemberian penghargaan kepada sebagian guru di istana negara tentu tidak akan pernah sebanding dengan tugas mulia dan jasa-jasa guru sebagai agen untuk memanusiakan manusia.

Lalu untuk apa Hari Guru diperingati setiap tahun? 

Sudah sejak dahulu, guru memiliki peran krusial dalam perjalanan bangsa ini. Guru merupakan salah satu komponen strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan dan turut serta mempersiapkan pengembangan potensi masyarakat. Guru merupakan ujung tombak dalam mencapai tujuan nasional, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

Pada masa penjajahan, guru berperan penting dalam menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik melalui pendidikan non formal di surau-surau atau di sekolah-sekolah rakyat yang didirikan oleh tokoh-tokoh kemerdekaan. Sementara itu, pada tahap awal kebangkitan nasional, para guru aktif dalam organisasi untuk turut serta membela tanah air dan membina jiwa serta semangat para pemuda atau pelajar. Semangat guru-guru ini diejawantahkan melalui pembentukan organisasi PGRI di Surakarta pada 25 November 1945 atau 100 hari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Pembentukan PGRI pada 1945 ini merupakan manifestasi nyata dalam mewujudkan guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat, dalam rangka meningkatkan kaulitas masyarakat dan daya saing bangsa melalui pendidikan.

Dewasa ini, kita harus memandang bahwa persoalan guru bukanlah sekedar persoalan sekolah atau sekedar persoalan kepegawaian. Tetapi lebih dari itu, persoalan guru adalah persoalan masa depan bangsa. Bagaimanapun, baik maupun buruknya generasi bangsa di masa depan sangat ditentukan oleh guru-guru kita. Hal ini pula mengisyaratkan bahwa nasib bangsa berada di tangan guru. Oleh karena itu, meminjam pendapat Anis Baswedan, guru harus di VIP-kan. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru dipandang masih sangat minim dan jauh dari cukup, apalagi bagi mereka yang masih berstatus guru bantu atau guru honorer. Kondisi ini tentu menjelma menjadi problem tersendiri karena memicu sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan sehingga tugas utama untuk mendidik seringkali terbengkalai.

Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika, gaji guru termasuk dalam urutan tertinggi dibanding profesi lainnya. Hal ini karena pemerintah di sejumlah negara maju menyadari bahwa kesejahteraan guru harus dijamin agar guru dapat fokus melaksanakan tugas pokoknya sebagai pendidik tanpa harus mencari tambahan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Khusus di wilayah Asia Tenggara, gaji guru di Indonesia menempati urutan kedua terendah setelah Kamboja. Kita bahkan kalah dari Malaysia yang dulunya pernah ‘meminjam’ guru dari Indonesia pada era 90-an. Oleh sebab itu, belajar dari negara-negara maju seperti Amerika maupun Jepang, maka pemerintah juga harus menjamin kesejahteraan guru, baik yang berstatus PNS, honorer, maupun guru bantu tanpa terkecuali dan tanpa pandang bulu. 

Selain persoalan gaji yang minim dan kadang terlambat diberikan, jaminan hukum terhadap guru juga harus diupayakan. Sampai hari ini, masih begitu banyak guru yang harus berhadapan dengan hukum karena dianggap melakukan tindak kekerasan di sekolah hanya karena melakukan pendisiplinan terhadap siswa. Oleh karena itu, baik orangtua maupun pemerintah harus memaknai profesi guru sebagai pendidik yang kadangkala harus melakukan tindak pendisiplinan terhadap siswa.  

Aspek lain yang harus diperhatikan adalah terkait nasib guru honorer yang terkatung-katung karena menunggu pengangkatan menjadi pegawai negeri. Memang, polemik kesejahteraan gaji guru honorer acapkali hadir mewarnai media massa. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah masih setengah hati dalam memperjuangan nasib guru dan kesejahteraan guru honorer, istilah kekiniannya: PHP. Tak hanya itu, bahkan parahnya, guru kerap dijadikan objek kepentingan politik di daerah. Di beberapa daerah, jabatan guru seringkali dijadikan sebagai lahan politik bagi pejabat dan politisi. Tak heran jikalau sebagian guru kadang menjadi tumbal politik dengan cara dimutasi ke pelosok karena tidak mendukung pemenangan pemilu.

Puluhan tahun sudah kita merayakan Hari Guru Nasional, namun setumpuk persoalan guru masih mewarnai dunia pendidikan nasional. Di lain sisi, kita memahami secara gamblang bahwa guru menjadi juru kunci keberhasilan generasi bangsa di masa depan. Oleh karena itu, kita harus membangun kesadaran kolektif bahwa masyarakat maupun pemerintah harus menghormati guru. Menghormati dalam arti yang kaffah dan seluas-luasnya. Karena bagaimanapun, kehormatan suatu bangsa dinilai dari sejauh mana bangsa itu menghormati guru-gurunya. 

Sudah sepatutnya, melalui peringatan hari guru, masyarakat maupun pemerintah tidak hanya memaknai momentum ini melalui upacara bendera di sekolah-sekolah atau sekedar pemberian penghargaan kepada sebagian kecil guru di istana negara.

Peringatan Hari Guru harus mengarah kepada hal yang lebih konkret, yakni pada upaya peningkatan kesejahteraan guru secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kebijakan dan langkah-langkah konkret yang dapat ditempuh pemerintah antara lain mengupayakan agar gaji guru dapat mencukupi kehidupan guru dan keluarga. Kemudian memastikan nasib guru honorer yang terkatung-katung karena telah mengabdi bertahun-tahun namun tak kunjung mendapatkan kebijakan pengangkatan menjadi PNS, mengurangi beban administratif guru yang sudah pasti akan mengganggu kinerja guru dalam mengajar, serta memberikan jaminan hukum kepada guru yang kerapkali harus berhadapan dengan hukum hanya karena melaksanakan proses pendisiplinan terhadap siswa di sekolah. Selamat Hari Guru.

***

*)Oleh: Ady Akbar, Pengajar di Fakultas FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES