Kopi TIMES

Aktualisasi Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

Selasa, 27 Oktober 2020 - 16:14 | 134.48k
Hasan Ghifari, M.H.
Hasan Ghifari, M.H.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Eksistensi Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Lombok Utara secara sosial masih mendapatkan pengakuan, hal ini dibuktikan dengan keberlangsungan kegiatan masyarakat adat baik yang bersifat spiritual maupun ritual yang tetap dipertahankan hingga hari ini. Nilai-nilai luhur kehidupan keseharian masyarakat adat dilakukan guna melestarikan warisan leluhur mereka. Selain itu, tata kelola aset adat berupa benda, situs maupun wilayah administrasi juga terpelihara dengan baik. 

Penerapan sanksi adat bagi yang diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan atau aturan adat pada lingkup Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Lombok Utara (KLU) masih terlestarikan dengan baik.

Adapun beberapa jenis hukum adat yang seringkali terjadi dan pelanggarnya atau orang yang diduga melakukan pelanggaran adat semisal menebang pohon di hutan adat. 

Wujud nyata pelaksanaan hukum adat di KLU, bila ada salah seorang yang melakukan penebangan pohon di hutan adat tanpa izin, maka dapat dipastikan bentuk hukumnya adalah didenda atau di sanksi berupa satu ekor kerbau, 244 keping uang bolong/kepeng bolong, beras satu kwintal, empat puluh empat butir kelapa, kapur sirih, kayu bakar, ayam dan gula, yang diserahkan kepada pemangku adat untuk melaksanakan ritual penyucian hutan adat, berdasakan awiq-awiq yang sudah disepakati.      

Perda PPMHA dan Keberpihakan Kebijakan

Terhadap kenyataan tersebut, pengakuan secara formal dibutuhkan guna memberikan kepastian pengakuan dan perlindungan terhadap adanya masyarakat hukum adat di KLU. Sebab, aktualisasi kehadiran negara/daerah menyatakan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat yang ada secara alamiah bahkan jauh sebelum negara ataup merintahan moderen seperti saat ini terbentuk. 

Langkah maju ditunjukkan oleh Pemerintah KLU sebagai wujud keberpihakan kepada masyarakat hukum adat, dengan disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Utara No. 6 Tahun 2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sebab, Lombok Utara bisa jadi satu-satunya dari sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang mengaktualisasikan keberpihakan kebijakannya terhadap masyarakat hukum adat melalui Peraturan Daerah.

Semangat pembentukan Peraturan Daerah tersebut diatas, disadari pada kenyataan bahwa masyarakat hukum adat dan nilai-nilai yang dimiliki merupakan bagian penting dari pembangunan dan kesejahteraan masyarakat hukum adat di KLU. Dalam rangka memberikan kepastian hukum terkait dengan hak dan kewajiban bagi masyarakat hukum adat termasuk berpartisipasi, secara adil, transparans, setara, dengan tetap menjunjung tiggi prinsip dasar seperti hak azazi manusia, tanpa kecuali dibidang keberlanjutan dibidang lingkungan hidup.

Proses pembangunan yang ideal setidaknya mengandung unsur partisipatif, melibatkan semua unsur masyarakat secara aktif sebagai representasi keterlibatan publik yang sudah dijamin dengan aturan yag sudah ada. Hal ini dimaksudkan agar hajatan besar pembangunan berupa kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Demikian pula halnya pada kelompok masyarakat hukum adat, ruang partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dihajatkan untuk menghadirkan kesejahteraan. 

Tanggung Jawab Moral soal Masyarakat Hukum Adat

Terkait Perda PPMHA No. 6 tahun 2020, termaktub pada pasal 5, pemerintah daerah memberikan pengakuan MHA melalui proses a, identifikasi, b, verifikasi dan validasi, serta c, penetapan. Pasal ini tentunya membutuhkan kerjasama semua pihak termasuk masyarakat pada umumnya.

Artinya, disadari, bahwa pemerintah daerah memiliki keterbatasan pemahaman semisal bagaiman memahami awiq-awiq yang tidak tertulis sementara awiq-awiq hidup dalam pikiran dan perilaku baik masyarakat adat.  

Agenda besar atau gawe beleq (menurut bahasa Lombok Utara) setidaknya akan menghadapi lima poin titik krusial yang mesti mulai direncanakan dan segera dilaksanakan oleh pemerintah daerah lombok utara.

Pertama, Pernyataan tertulis atas keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya yang diberikan oleh negara adalah bentuk pengakuan yang tepat untuk mewujudkan kepastian hukum. Dalam rangka melaksanakan hal ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Perda KLU No. 6 Tahun 2020 harus dilakukan dengan proses identifikasi, verifikasi dan validasi, serta penetapan.

Kedua, perlindungan masyarakat hukum adat. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat hukum adat mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dilakukan dengan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya. 

Terkait dengan hak, harus diakui masih kurang mendapatkan perhatian yang maksimal pada setiap tahapan atau proses pembangunan. Bisa jadi disebabkan oleh ketidaktahuan pemerintah daerah terkait dengan tehnis bagaimana melaksanakan dengan baik hak-hak masyarakat hukum adat. Karena bisa jadi sistem adminstrasi pemerintahan berbeda dengan kenyataan dilapangan, dimana masyarakat hukum adat masih cenderung belum rapi secara administasi. 

Ketiga, hak-hak masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat yang telah mendapat pengakuan berhak memperoleh perlindungan beserta jaminan atas hak-hak yang melekat padanya. Beberapa hak yang dekat hubungannya dengan masyarakat hukum adat diantaranya; hak atas sumber daya alam, hak atas pembangunan, hak atas spiritualitas dan kebudayaan, serta hak atas lingkungan hidup.

Sejatinya masyarakat hukum adat, wabil khusus di Kabupaten Lombok Utara, sangat menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup pada sistem sosial keseharain mereka. Oleh karena itu, masyarakat hukum adat Lombok Utara dalam struktur adatnya, mengenal amaq lokaq walin gumi yang mengemban tugas untuk menjaga hutan sebagai salah satu contoh. 

Keempat, pemberdayaan masyarakat hukum adat. Terkait dengan  pemberdayaan, masyarakat hukum adat juga berhak untuk bedaya sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal masing-masing. Peningkatan taraf hidup dan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat hukum adat merupakan mandat konstitusi dan aturan turunan lainnya. oleh karenanya ruang partisipasi proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan harus terbuka lebar serta dapat diakses dengan mudah. 

Paradigma pembangunan yang selama ini cenderung menempatkan masyarakat hukum adat sebagai objek harus dirubah, sehingga posisinya adalah sebagai subjek dengan pendekatan bahwa merekalah yang paham dan mengerti atas kebutuhan mereka sendiri. 

Kelima, penyelesaian sengketa masyarakat hukum adat. Potensi konflik baik antar sesama anggota, maupun anggota kelompok masyarakat hukum adat lainnya dapat diselesaikan dan dilaksanakan dengan menerapkan hukum adat.

Kenyataan tidak terbantahkan juga, bahwa konflik agraria atau kepemilikan lahan dan hutan yang melingkupi masyarakat hukum adat dibeberapa tempat disebabkan adanya tata kelola administrasi perizinan saat mereka berhadapan dengan kekuatan modal besar yang akan melakukan aktifitas pertambangan jenis tertentu di lokasi yang diyakini merupakan hutan atau lahan adat. 

Tanggung jawab moral soal masyarakat hukum adat juga melekat pada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik secara kelembagaan maupun perorangan yang ada di dalamnya. Keberpihakan kepada masyarakat hukum adat belum cukup ditunjukkan sebatas melalui pengesahan peraturan daerah, akan lebih baik bila diwujudkan dalam aksi-aksi nyata sesuai dengan tugas dan wewenang yang melekat pada dirinya. Secara teoritis, DPRD merupakan representasi masyarakat secara umum. Namun tidak bisa dipisahkan juga soal fakta bahwasanya beberapa anggota DPRD Lombok Utara hari ini adalah anak kandung yang lahir dari rahim Masyarakat Hukum Adat. 

***

*) Oleh: Hasan Ghifari, M.H; 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES