Kopi TIMES

Peran Santri Milenial dalam Mempertahankan Kedaulatan NKRI

Senin, 26 Oktober 2020 - 22:03 | 391.23k
Moh. Argus, S.Si, Mahasiswa Pasca sarjana Universitas Brawijaya.
Moh. Argus, S.Si, Mahasiswa Pasca sarjana Universitas Brawijaya.

TIMESINDONESIA, SUMENEP – Pada tahun 2015 silam, Presiden Republik Indonesi Ir. H. Joko widodo telah menetapkan hari santri sebagai hari santri  Nasional. Perlu kita ketahui bahwa asal usul peringatan hari santri Nasional adalah pada saat Presiden RI Indonesia menghadiri acara Ansor yang bertempat di Masjid istiqlal Jakarta, dalam pidatonya Presiden Jokowi menyampaikan bahwa hari santri naional akan dilaksanakan pada setiap tangal 1 Muharom.

Setelah ada fatwa dari presiden, ketua PBNU K.H. Said Aqil Siraj memberi masukan kepada Presiden bahwa kalau tanggal 1 Muharrom Hijriah itu adalah hari ummat islam seluruh sedunia bukan hanya miliknya santri. Karena yang mau diperingati adalah hari santri, maka yang paling tepat adalah tanggal 22 Oktober, pada saat itu pengorbanan dan andil para santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

PERAN SANTRI DI ERA ‘45

Pada tanggal 22 Oktober 1945 bertempat di Surabya, hadarotusyaikh K.H. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwah mengenai resolusi jihad atas permintaan Presiden pertama yang sedang mengalami keresahan dalam menghadapi agresi Belanda dan tentara sekutu. Resolusi jihad itu keluar karena melihat keresahan yang dirasakan oleh para santri dan kiai mengenai penjajahan Belanda dan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang  ingin menjajah kembali Indonesia pasca kemerdekaan.

Dalam fatwa jihad itu K.H. Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa Membela tanah air melawan penjajah hukumnya fardu ‘ain. Ummat islam yang meninggal dalam perjuangan tersebut adalah mati syahid. Berdasarkan fatwa itu, para santri dari berbagai daerah : Madura, Pasuruan Surabaya, sidoarjo, mojokerto, Jombang bergegap gempita dengan yakin dan percaya diri LILLAHI TAALA menyambut kedatangan pasukan NICA yang berjumlah ribuan dengan senjata yang sangat lengkap dengan komando Brigadir Jendral Mallaby dari Ingris.

Pertempuran dimulai pada tanggal 26 Oktober, di situlah para santri dan masyarakat Surabya sudah mulai ada perlawanan  dengan menggunakan senjata apa adanya, mereka yakin dengan adanya fatwa dan semangat para santri,  Negara Indonesia akan tetap menang melawan musuhnya, sehingga mereka bisa mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia. 

Didalam peperangan itulah banyak strategi yang dilakukan oleh para santri selain strategi yang bagus juga keberanian dari seorang santri yang menembak langsung Jendral Mallaby sehingga mengakibatkan Jendral Mallaby dan ajudannya meninggal seketika, ternyata yang menembak Jendral Mallaby bukan seorang tentara atau pemerintah, tapi dia adalah dari kalangan santri yaitu yang bernama Harun.

Harun adalah salah satu santri dari K.H. Hasyim Asyari di Tebu Ireng Jombang  yang mempunyai prilaku dan akhlaknya sangat tunduk patuh kepada seorang guru, selain itu harun juga merupakan salah satu sosok santri pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI dia rela meninggalkan istrinya dalam berjihad melawan musuh musuh Indonesia, sehingga harun ikut berperang dan gugur dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Ini adalah bukti bahwa seorang santri rela mati dan ikhlas dalam berjuang demi kemerdekaan Negaranya.

Pada saat itu, korban berjatuhan ribuan santri sudah meninggal yang datang dari berbagai daerah, tujuannya hanyalah untuk tegaknya kemerdekaan Indonesia di tanah pertiwi ini. Al hasil perjuangan santri, masyarakat dan ulama pada saat itu tidaklah sia sia, meski banyak korban, tetap bisa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, semangat dari para santri semua lantaran dari fatwa K.H. Hasyim asy’ari yang memberikan dorongan kepada para santri dan masyarakat untuk jihad fisabillilah melawan musuh Indonesia.

Maka dari itu sangatlah pantas jika pada tanggal 22 Oktober disahkan dan selalu diperingati sebagai  Hari Santri Nasional, agar rakyat Indonesia kembali mengenang dan mengingat perjuangan dan meneladani semangat jihad membela tanah air sebagi hubbul waton minal iman dari seorang santri yang digelorakan oleh para ulama’. Ahirnya Hari santri Nasional pun ditetapkan ke dalam keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 di Jakarta. 

PERAN SANTRI DI ERA MILENIAL

Berbicara mengenai santri, penulis selalu ingat pesan K.H. Mustofa Bisri bahwa santri itu adalah murid didikan kiyai yang didik dengan kasih sayang oleh kiyai agar menjadi seorang mukmin yang kuat, yang tidak goyah imannya dalam menghadapi pergaulan di zaman moderen ini, menghadapi perbedaan dan kepentingan sesama. Santri harus mempunyai jiwa hubbul waton minal iman cinta terhadap tanah air sebagai tempat tinggal dan tempat dimana mereka di lahirkan.

Santri milenial harus berjiwa toleran menghargai tradisi budayanya mengedepankan ahlakul karimah, menghormati dan takdzim kepada orang tua dan guru, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, santri milenial juga harus cinta pada ilmu baik ilmu agama maupun ilmu umum terutama dalami ilmu agamanya sebelum menginjak pada ilmu umum. Selalu tingkatkan belajar menuntut ilmu dan menjadi santri yang selalu bersyukur. Jadilah santri yang selalu memberikan perdamaian kepada ummat sesama, memberikan pencerahan kepada masyarakat lingkunagnnya.

Dikatakan santri  milenial karena mereka hidup di era milenial, hidup ditengah-tengah kemajuan, pergaulan  modern dan globalisasi yang serba cepat, praktis dan terkoneksi dengan dunia internet. Perkembangan globalisasi inilah merupakan kehidupan tantangan bagi para santri milenial. Jika tantangan santri di zaman old (1945) itu adalah ikut berperang yang hanya menghadalkan kekuatan fisik, maka santri milenial harus juga bisa berjihad melawan di bidang ideologinya.

Peperangan santri milenial saat ini adalah melalui idiologi, maka dari itu santri harus perkuat ilmu pengetahuannya sebagai dasar dan bekal menghadapi perkembangan yang menimpa Indonesia ini dengan berbagai kabar kabar hoax dan menyebar luas melalui media sosial. Santri milenial harus perkuat ilmu tauhidnya sebagai landasan dan dasar menghadapi kehidupan modern, serta kembangkan dan kuasai ilmu teknologi informasi. Karena peperangan saat ini mainnya dibidang  teknologi. 

Santri milenial tak cukup hanya menjadi santri yang pintar dan ahli dibidang baca kitab (kitab gundul) atau ilmu ilmu lain yang sudah biasa diterapkan dipesantren sejak dulu. Santri milenial juga harus belajar dan mempersiapkan kebutuhannya dibidang ilmu yang sesuia dengan ilmu zaman now. Seperti halnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Karena IPTEK adalah tantangan terberat pesantren dan santri zaman now. Santri milenial harus mengimbanginya dengan ilmu dan kemampuan dibidang intelektualnya. Santri milenial harus mampu mengkolaborasikan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum agar bisa bersaing di era global. 

Santri milenial harus mempunyai kemampuan di bidang marketing yang ahli dalam public speaking yang baik, mampu dalam menulis atau jurnalistik. karena saat ini banyak orang awam yang ingin hijrah ikut aliran aliran yang mempunyai pemahaman radikal dengan membawa visi misi untuk mengubah dasar negara pancasila menjadi khilafah yang idiologinya murni dari islam. Semua itu karena kemampuan public speaking yang baik mengolah kata dan kemampuan literasi yang bagus, sehingga mampu memberikan simpati kepda pendengar atau pembaca litersi tersebut. Jika dari kalangan santri milenial tidak bergerak di berbagai bidang literasi dan teknologi maka dihawatirkan masyarakat atau rakyat yang awam ikut terjerumus pada ideologi radikal dan intoleran.

Santri milenial juga harus berperan sebagai santri yang nasionalis, santri yang berjiwa Hubbul Waton dalam mengabdikan identitasnya dan mempertahankan kekuatan bangsa Indonesia.  Sikap nasionalisme santri yang perlu di terapkan adalah rasa kesetiaan yang dibuktikan dengan sikap atau tingkah laku santri dalam menjaga kelestarian adat dan budaya Indonesia. Santri yang intelek mereka mereka yang bisa memberikan pemikiran pemikiran yang santun, tidak terdapat unsur-unsur hoax, menerapkan nilai-nilai toleransi, nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dan kemasyarakatan.

Jika santri milenial memberikan atau memperaktekkan intelektual keramahan, keadilannya dan ketoleransiannya terhadap masyarakat maka masyarakat juga akan meniruh prilaku baik itu, sehingga masyarakat awam merasa terayomi atau terlindungi dari pemikiran pemikiran liberal atau radikalisme. Selain itu Santri nasionalis juga berperan dalam menjaga keutuhan idiologi pancasila Bhinneka Tunggal Ika.

***

*)Oleh: Moh. Argus, S.Si, Mahasiswa Pasca sarjana Universitas Brawijaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES