Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kegembiraan Lintas Batas

Senin, 26 Oktober 2020 - 10:57 | 45.66k
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis buku Hukum dan Agama.
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis buku Hukum dan Agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Bagi pemeluk agama yang taat, tentulah apa yang terjadi ini merupakan ujian dan tantangan, khususnya dalam merebut dan mewujudkan kegembiraan. Kita harus tetap bisa membuktikan sebagai bangsa dan umat beragama yang kuat yang mampu melakukan perubahan demi lahirnya kegembiraan, baik kegembiraan untuk diri sendiri, inren pemeluk agama, maupun sesama manusia yang berbeda agama.

Kegembiraan merupakan dambaan setiap manusia di muka bumi. Siapapun orangnya, apa itu dari kalangan pejabat, konglomerat hingga rakyat yang sedang melarat pun, merindukan kegembiraan, tidak ingin hidup susah, tidak serba hidup dalam ketakutan, dan apalagi ancaman kematian. Mereka ingin kegembiraan lahir dan batin, bebas dari baying-bayang ancaman yang membuatnya hidup menderita dan prihatin.

Seseorang, masyarakat,  atau pemeluk agama lain dengan mudah dihadapkan dengan ketakutan dan penderitaan ketika lingkungan sosial yang menjadi tempat berpijak, beraktifitas, atau bergaul, ternyata menyimpan kerawanan dan sering terjadi kekerasan.  Kita telah menyaksikan dan ikut merasakan betapa  beratnya beban yang ditanggung oleh masyarakat yang menjadi korban kekerasan atau kebiadaban.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Atas nama apapun, kekerasan tidak boleh dibiarkan tumbuh berkembang dan menjadi epidemi, karena kalau kekerasan ini terjadi dan berlangsung menjadi kekuatan superior, maka  kehidupan masyarakat hanya akan diwarnai oleh berbagai macam kekacauan. Marthin Luther mengingatkan, bahwa “di tengah masyarakat yang serba kacau, hanya kaum bajinganlah yang memperoleh keuntungan”.

Setiap kekacauan,  sudah bisa dipastikan seba

gai bentuk riil dari tindakan atau aksi perampasan kegembiraan hidup otang lain. Di berbagai belahan bumi, kita sudah pernah diberi pelajaran berharga tentang hilangnya kegembiraan hidup akibat radikalisme. Di Bosnia misalnya, umat-umat Ortodok, Katolik dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara, umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan. Di Timur Tengah, Ketiga cucu Nabi Ibrahim AS, umat Yahudi, Kristen dan Islam saling menggunakan bahasa kekera­san. Di Sudan, senjata dijadikan alat komunikasi antara umat Islam dan Kristen. Di Kashmir, Umat Hindu dan Islam bersitegang. Di Armenia-Azerbaijan, umat Islam dan Kristen saling berlomba untuk berkuasa secara destruktif. Yang menyayat hati, ketegangan antar pemeluk agama ini telah menjadikan agama sebagai elemen utama dalam mesin penghancuran manusia, suatu kenyataan yang sangat bertentangan dengan ajaran semua agama di atas permukaan bumi (Syihab, 1997).

Kasus radikalisme di kalangan umat berlainan agama tersebut sebenarnya merupakan bentuk penghilangan kegembiraan. Kegembiraan tidak akan bisa dinikmati oleh setiap pemeluk agama, yang kegiatan ritual dan sosialnya sedang terganggu. Kedamaian mustahil bisa dinikmati oleh manusia-manusia yang senang dan sibuk membuat konflik dan kekerasan, baik itu masyarakat yang menjadi korban maupun sekelompok orang yang suka mengorbankan orang lain.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kegembiraan hanya bisa dinikmati oleh seseorang atau pemeluk agama ketika hidupnya tidak diganggu oleh tangan-tangan kotor dan biadab. Kegembiraan terlahir dari manusia-manusia yang berjiwa bersih, terbuka, bersaudara, tidak mendendam, tidak arogan, dan saling memberi maaf kepada yang lainnya. Kegembiraan hanya akan menjadi cita-cita kosong di tangan pemeluk agama yang gagal menerjemahkan kehadiran orang lain sebagai subyek yang wajib dikasihi, disayangi, dan dilindunginya.

Misi kemanusiaan ajaran Kristen yang dijalankan  Ibu Teresia (pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1979) menyebutkan “kami melihat bayi-bayi yang dikumpulkan dari tong-tong sampah di sepanjang jalan. Mereka adalah bayi-bayi sekarat yang payurada-payudara ibunya tidak lagi mengeluarkan susu. Daripada melihat bayi mereka lemas di pelukannya, sambil mencoba menyusui dari payudara yang kering, seorang ibu akan dengan mudahnya membaringkan bayi yang sekarat itu di tong sampah. Suster-suster laksana para malaikat  yang berbela rasa, mencari tong-tong yang kotor dari malam ke malam untuk menemukan bayi-bayi sekarat itu. Misi mereka adalah menyelamatkan bayi-bayi itu dan membuatnya sehat

Apa yang disampaikan Ibu Teresia itu memang merupakan  misi kemanusiaan, akan tetapi misi kemanusiaan yang wajib dilakukan oleh umat Kristen itu bukan hanya untuk kaum Kristiani, tetapi juga untuk seluruh masyarakat di muka bumi. Panggilan pengabdian terhadap masyarakat di muka bumi ini merupakan panggilan untuk mewujudkan kegembiraan universal.

Kalau setiap umat Kristiani atau umat beragama apapun bisa melakukan atau membumikan kegembiraan universal, tentulah bangunan hubungan yang lebih mendamaikan baik diantara umat Kristiani maupun pemeluk agama lain akan berjalan dengan harmonis. Semakin sering umat Kristiani menciptakan atau menghadirkan kegembiraan bagi pemeluk agama lain, maka akan semakin dekat bangunan relasi social dengan umat beragama lain. Karena, sikap curiga, atau rasa praduga mengutamakan kolega, kelompok, etnis, dan strata social akan dengan sendirinya terhapuskan atau berkurang oleh terbentuknya atmosfir kegembiraan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum dan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Penulis buku Hukum dan Agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES