Kopi TIMES

Uni Eropa Boikot Sawit Indonesia, Saatnya Mawas Diri

Senin, 26 Oktober 2020 - 09:21 | 108.65k
Sukmasih, Pemerhati isu komunikasi, sosial dan politik. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Sukmasih, Pemerhati isu komunikasi, sosial dan politik. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

TIMESINDONESIA, BANTEN – Kelapa sawit telah menjadi komoditas ekspor bagi Indonesia. Katadata.co.id (7/10/19) mengabarkan bahwa minyak kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan bagi Indonesia dan telah menjadi penyumbang devisa terbesar. Dalam pemberitaan tersebut dikatakan, sebesar 70 persen dari produksi sawit 2018 dialokasikan untuk memenuhi keutuhan ekspor dan 30 persen sisanya untuk konsumsi dalam negeri. Terdapat tiga negara yang menjadi tujuan ekspor minyak kelapa sawit, yaitu India, Uni Eropa dan Tiongkok.

Tudingan Uni Eropa

Belakangan, marak ditemukan kampanye negatif terhadap kelapa sawit. Pada publikasi berita bbc.com (23/03/19) dikabarkan Uni Eropa menghentikan pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar hayati pada 2030, hal ini tercantum dalam Directive of The EU Renewable Energy Directive II. Penggiat lingkungan Eropa mengatakan bahwa pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan gas rumah kaca yang tidak dapat dinetralisir.

Pemberhentian impor minyak kelapa sawit Indonesia yang dilakukan Uni Eropa akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Sikap Eropa terhadap sawit akan membuat harga sawit menurun. Ini akan berdampak langsung pada penurunan jumlah produksi sawit dan penurunan devisa negara yang didapatkan dari hasil ekspor produk kelapa sawit.

Berbagai tudingan atas dampak perkebunan sawit terus dilayangkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah Uni Eropa. Hal ini menciptakan kampanye negatif terhadap kelapa sawit. Perluasan perkebunan kelapa sawit dituding menjadi penyebab dari peningkatan efek rumah kaca dan mengancam habitat orang utan.

Lebih lanjut, beberapa pihak memandang bahwa sikap Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit merupakan strategi untuk memenangkan produk Uni Eropa di pasar global. Sederhananya, kepedulian Uni Eropa terhadap lingkungan dianggap sebagai cover luar, namun sebenarnya tujuan dari pemboikotan produk kelapa sawit hanyalah bersifat persaingan dalam dunia bisnis. Kapitalisme dianggap sebagai maksud terselubung dari kepedulian Uni Eropa terhadap lingkungan.

Cuitan Presiden

Tudingan negatif dari Uni Eropa telah membuat pemerintah Indonesia cukup geram. Dalam postingan akun twitter Presiden Joko Widodo (@jokowi) pada 11 Januari 2020, orang nomor satu di Indonesia itu mengatakan “Indonesia memiliki 13 juta ha kebun kelapa sawit dengan produksi 46 juta ton per tahun. Uni Eropa memunculkan isu bahwa minyak kelapa sawit (CPO) tidak ramah lingkungan. Ini soal perang bisnis antarnegara saja karena CPO bisa lebih murah dari minyak bunga matahari mereka.”

Argumentasi

Terdapat suatu kalimat  indah  dalam hukum  ekologi, segala sesuatunya berhubungan satu sama lain. Sederhananya, ketika manusia melakukan sesuatu pada alam, maka dampaknya bisa jadi meluas. Pemerintah tidak dapat menolak fakta bahwa ekspansi perkebunan sawit akan membuka peluang besar untuk terjadinya pembakaran hutan dan mengancam keselamatan spesies yang tinggal di dalam hutan misalnya orang utan.

Pembakaran hutan inilah yang kemudian akan meningkatkan efek gas rumah kaca. Akibatnya, orang utan akan kehilangan habitat aslinya dan kehidupannya menjadi terancam. Sementara itu, asap yang timbul karena pembukaan lahan dengan cara membakar hutan, akan  membumbung ke atmosfer bumi. Rasanya, seorang siswa SD pun mengetahui bahwa asap hasil pembakaran hutan akan membuat nafasnya menjadi sesak dan di buku-buku mata pelajaran SD pun tertulis bahwa kebakaran hutan yang menghasil  gas CO2 akan berisiko untuk meningkatkan efek rumah kaca atau meningkatnya suhu bumi.

Penulis berharap, pembaca dapat memahami bahwa kedudukan di pemerintahan Indonesia bukan ditempati oleh orang-orang lulusan SD. Mereka yang memegang kendali atas berjalannya pemerintahan di negara ini adalah orang-orang berpendidikan tinggi. Layaknya orang berpendidikan tinggi yang mampu membedakan sesuatu yang salah dan sesuatu yang benar, maka seperti itulah seharusnya para pemangku kebijakan berpikir.

Jika terdapat isu atau tuduhan yang dilontarkan untuk pemerintah, maka hal yang paling bijak untuk dilakukan adalah mawas diri dengan melakukan evaluasi. Setelah itu, jika yang dituduhkan memang benar terjadi, maka pemerintah harus segera menyusun strategi untuk memperbaiki kesalahan yang telah terjadi. Setelah melakukan evaluasi atas dampak nyata pembukaan lahan perkebunan sawit, maka pemerintah berkewajiban untuk merancang suatu program strategis untuk mengurangi atau bahkan memperbaiki dampak negatif dari pembukaan lahan perkebunan sawit.

Dalam kaca mata penulis, respon seorang presiden sebagai pemimpin dan penguasa suatu negara merupakan wujud dari respon pemerintah. Seorang yang berada di pusat kekuasaan merupakan tokoh publik yang setiap komunikasi yang ia dalam bermedia sosial sebagai bentuk penyampaian pesan kepada publik. Cuitan Presiden Joko Widodo yang diunggah pada akun twitter pribadinya terkait tanggapannya terhadap tudingan Uni Eropa atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ekspansi perkebunan sawit dapat dinilai sebagai komunikasi publik. Oleh karena itu sangat penting merancang respon matang untuk menanggapi isu negatif yang disampaikan Uni Eropa.

ISPO Sebagai Respon

Mengutip www.ispo-org.or.id Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global dan sebagai wujud partisipasi mengurangi emisi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Perpres ini dikeluarkan pada 13 Maret 2020, tepat di tengah serangan kampanye negatif produk kelapa sawit yang dilakukan Uni Eropa. Melalui perpres ini, diharapkan dapat memberi legalitas atas perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan memperhatikan pengelolaan yang layak secara sosial, ekonomi dan lingkungan.

Komunikasi Lingkungan Berkelanjutan

Komunikasi selalu menempati posisi strategis dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan manusia. Tentu saja, karena pada dasarnya komunikasi merupakan fitrah bagi manusia. Dalam konteks permasalahan pemboikotan minyak sawit Indonesia yang dilakukan Uni Eropa, komunikasi menempati posisi penting dalam memperbaiki pengelolaan produksi minyak sawit. Pemerintah tidak cukup hanya dengan membuat pembaharuan ISPO, upaya penanganan masalah lingkungan dampak kegiatan pengelolaan perkebunan sawit dan produksi minya sawit, maka penting untuk melakukan penanganan masalah lingkungan yang berkelanjutan. Komunikasi berperan penting untuk menciptakan program perbaikan masalah lingkungan yang bersifat berkelanjutan.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan berkewajiban untuk memastikan bahwa setiap regulasi yang berkaitan dengan kegiatan perkebunan juga harus menjamin kelestarian lingkungan dan keamanan satwa yang tinggal di dalam hutan. Ada catatan dari sosok spiritualis sekaligus politisi India, Mahatma Gandhi, bumi ini cukup untuk tujuh generasi, namun tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang serakah. Inilah yang perlu ditelaah oleh pemerintah sebagai garda terdepan dalam membuat produk politik (kebijakan). Jika regulasi yang dibuat pemerintah tidak mampu melindungi kelestarian alam dan satwa liar di dalam hutan, maka satu perusahaan kelapa sawit sudah cukup untuk merusak kehidupan seluruh alam, dan tuduhan Uni Eropa menjadi kenyataan yang menyakitkan. Oleh karena itu, untuk terhindar dari dosa besar karena membiarkan sebuah perusahaan merusak seluruh kehidupan, pemerintah harus membuat regulasi tentang pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang tepat dan seimbang dengan keberlanjutan lingkungan hidup. Sebuah pemerintahan tanpa kebijaksanaan sudah cukup untuk meluluhlantakkan seluruh kehidupan.

Perusahaan turut menjadi bagian penting dalam mengupayakan terselenggaranya industri produk kelapa sawit yang memerhatikan kelestarian. Perusahaan sering menjadi aktor utama dalam suatu kasus kerusakan lingkungan, oleh karena itu tanggung jawab besar juga berada di atas pundak para kaum borjuis kapitalis ini. Menjadi egois untuk mengambil keuntungan besar juga tidak akan berakhir baik bagi perusahaan.

Tidak ada jaminan bahwa Sumber Daya Alam akan tetap tersedia, kecuali perusahaan ikut berperan dalam upaya menjaga lingkungan dengan menjadi perusahaan yang mementingkan pemberdayaan dan perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Bayangkan jika perusahaan terus melakukan ekspansi perkebunan sawit tanpa memperhatikan ketersediaan lahan hutan yang menjadi habitat asli berbagai satwa liar. Maka satu perusahan sudah cukup untuk menghancurkan bumi ini. Saat alam terus diperas untuk menjadi pemuas kapitalis, maka ia akan menemui titik habis kesabaran, pada akhirnya hukum alam akan berlaku. Alam sendiri yang akan menghabisi manusia.

Kegiatan ekspansi perkebunan dan kegiatan produksi minyak sawit tanpa memerhatikan aspek lingkungan akan merusak satu per satu aspek kehidupan manusia. Mulai dari berkurangnya kesuburan tanah hingga rusaknya lapisan ozon atau hal lain, namun semua dampak negatif tersebut juga akan membawa akhir yang buruk bagi umat manusia, tanpa terkecuali para kapitalis yan menguasai perusahaan.

***

*) Oleh: Sukmasih, Pemerhati isu komunikasi, sosial dan politik. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES