Tari Sintren Dalam Pengembangan Seni dan Budaya di Kota Cirebon
TIMESINDONESIA, CIREBON – Dalam rangka pengembangan seni dan Budaya di tengah pandemi covid-19, Sanggar Seni Klapajajar yang berlokasi di Kanoman Utara mengadakan acara kebudayaan seni tari, termasuk menampilkan tari Sintren yang memiliki makna spirituil.
Acara dihadiri oleh DPRD Kabupaten Ponorogo dan para staff yang hadir atas undangan dari Sanggar Seni Klapajajar Kota Cirebon, Jawa Barat. Seperti diketahui, Ponorogo terkenal dengan reognya, sedangkan Cirebon di kenal dengan tarian topengnya.
"Ini menarik buat saya, karena belum pernah di Kota Cirebon sanggar dihadiri oleh anggota DPRD lengkap dengan staffnya. Tapi Ponorogo mau datang ke sanggar Klapajajar ini, dan memberikan apresiasi yang lumayan buat sanggar," ujar Raden Mamat Nur Rachmat, sebagai Ketua Sanggar Klapajajar, Sabtu (24/10/2020).
Kesenian yang ditampilkan oleh Sanggar Klapajajar adalah seni topeng yang merupakan tarian untuk menjamu sebagai tanda selamat datang, dan seni sintren yang mengandung makna spiritual.
"Tarian sintren dikenal sebagai perjalanan roh manusia, ketika di surga itu wujudnya masih gadis. Kita filosofi kan sebagai gadis, artinya masih suci. Ikatan-ikatan yang dilakukan oleh dalang kepada penari sintren adalah ikatan perjanjian kehidupan di alam dunia antara sang Pencipta dan roh itu sendiri," kata Raden Mamat.
Sintren adalah kesenian tari tradisional khususnya di Cirebon. Ketika penari sintren masuk kedalam kurungan, dia sudah menyatu dengan janin sang ibu di dalam kandungan.
Roh dan janin ini mendandani dirinya sehingga menjadi manusia yang sempurna dan dilahirkan di atas dunia ketika di buka sudah menjadi wujud manusia.
Raden Mamat Nur Rachmat mengatakan, ketika sintren disawer ada filosofi ketika kita terlalu memikirkan duniawi maka kita akan terjatuh. Dan kenapa sintren itu memakai kacamata hitam, karena didalam kegelapan kita harus bisa melihat yang terang.
Unsur yang diajarkan dari tari sintren adalah menjaga kesucian dari lahir sampai meninggal dunia. "Untuk penonton diajarkan banyak-banyak sedekah, dan ini adalah sebuah perjalanan seperti orang tawaf, sedangkan yang melempar uang atau sawer diartikan seperti orang sedang melakukan lempar jumroh," ucapnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |