Kopi TIMES

Ratatouille: Dalam Sesuap Ingatan

Sabtu, 24 Oktober 2020 - 14:31 | 147.91k
Adibah Rasikhah Amanto, Food Studiest and Anthropology Culinary Enthusiast; 24/7 eating and writing but still have normal life; Mahasiswa Gizi Kesehatan 2016 UGM.
Adibah Rasikhah Amanto, Food Studiest and Anthropology Culinary Enthusiast; 24/7 eating and writing but still have normal life; Mahasiswa Gizi Kesehatan 2016 UGM.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Bagi para penggemar film animasi, RATATOUILLE bukan lagi menjadi hal yang baru. Film dengan lima nominasi Oscar di tahun 2007 ini memang mengundang banyak perhatian netizen. Tak hanya membawakan biopik apik tentang hewan pengerat yang seharusnya dibenci manusia menjadi juru masak terhebat di salah satu restoran Paris.

Film yang mengisahkan bahwa cinta dan keteguhan mampu mengalahkan segalanya ini juga menghadirkan plot cerita yang sangat realistik. Penuh dengan resep dan teknik memasak yang benar-benar disiapkan matang. Ratatouille juga mengajarkan koki muda cara memotong bawang, cara memasak sayuran di penggorengan dan lainnya, ujar salah seorang Chef ternama Paris, Lignac.

Brad Bird, sang sutradara, dengan detail mampu menggambarkan setiap masakan yang dibuat. Penonton seakan-akan dapat merasakan taste dan mencium aroma dari setiap masakan.

Secara garis besar, alur bercerita tentang seorang tikus (Remy) yang dengan mimpinya menjadi seorang chef di Paris. Dengan bantuan Linguini, seorang pekerja dapur (Linguini) di sebuah restoran Paris, Gusteus's, mereka berdua memulai perjalanannya.

Ia juga menceritakan bagaimana persahabatan dan segala impian benar-benar harus diperjuangkan. Termasuk juga membongkar fakta bahwa Linguini adalah pewaris restaurant yang sebenarnya, karena tempat itu adalah milik ayah Linguini.

Salah satu klimaks yang juga menjadi plot epik adalah ketika seorang kritikus makanan terkenal, Anton Ego, detail dan strike dalam setiap penilaian menunya mulai mendatangi restaurant tempat Linguini dan Remy bekerja. 

Di Tengah tuntutan kebersihan sebuah dapur restoran ternama, Remy dan Linguini berusaha menjaga rahasia adanya campur tangan brilliant seekor tikus dalam masakannya. Walau akhirnya mereka ketahuan dan itu membuat reputasi restaurant turun drastis.

Tiba ketika sang kritikus, mendatangi restaurant untuk melakukan penilaian terhadap makanan yang disajikan. Kebetulan saja saat itu, Restaurant sudah kehilangan seluruh pekerjanya karena masalah kebersihan dan tikus di sana.

Tak kehilangan akal, bagaimanapun hidangan harus terus tersaji bukan? Saat memilih menu, Remy berencana memberikan Anton sebuah masakan rumahan, Ratatouille. Judul film ini memang sebenarnya adalah sebuah masakan dari Provence daerah Nice. Bahasa Prancisnya ratatouille niçoise yang berbentuk semur terdiri dari berbagai macam sayuran musim panas, ada zucchini, tomat, paprika merah dan hijau, bawang merah dan putih.

Walau terlihat sebagai masakan sederhana, namun saat Anton Ego mencoba makanan ini, salah satu saraf rasanya rupanya mengenali emosi yang bertepatan saat ia memasukkannya ke dalam mulut.

Sebuah adegan flashback yang menggambarkan bagaimana citarasa ratatouille menjadi penyemangat Anton saat ia masih kanak-kanak. Rasa yang mengingatkannya pada masakan ibunya. Bolpoinnya pun terjatuh, seolah ia sedang menikmati masakan ibunya.

Bahagia karena mengenang masa lalu, citarasa yang membawanya pada rumah mengingatkan kembali Anton tak sekedar secercah memori, tapi juga identitas seorang pribadi. Dirinya selalu menyukai masakan dan karenanyalah ia pula menjadi kritikus makanan terkenal di Paris.

Taste yang melekat pada budaya juga memorinya akan kesederhanaan dan kebahagiaan seorang anak saat makan masakan ibunya. Final taste itu membawa Anton menghabiskan seporsi ratatouille.

Dan kemudian cerita berlanjut pada pengakuan Linguini tentang keberadaan Remy sebagai tikus sekaligus chef pada hidangannya malam itu. Terlepas dari ditutupnya restoran Linguini, Anton menyadari bahwa sesuatu yang baru ia temui malam itu adalah makna sebenarnya dari slogan Gusteau, bahwa semua orang bisa memasak (Anyone Can Cook).

Sekali lagi setiap masakan dan rasa (taste) tentunya memberikan perasaan, memori, dan emosi tersendiri bagi setiap penikmatnya. Tak harus selalu makanan mewah atau mahal, karena sering itu adalah sesuatu yang sederhana dan tradisional.

Not everyone can become a great artist, but great artist can come from everyone (Gusteau's)

***

*)Oleh: Adibah Rasikhah Amanto, Food Studiest and Anthropology Culinary Enthusiast; 24/7 eating and writing but still have normal life; Mahasiswa Gizi Kesehatan 2016 UGM.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES