Kopi TIMES

Jiwa Sosiokultur Masyarakat Menjawab Tuntutan Omnibus Law

Sabtu, 24 Oktober 2020 - 15:31 | 57.88k
Zulfikri Nurfadhilla, Ketua Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia Cabang Malang Raya. 
Zulfikri Nurfadhilla, Ketua Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia Cabang Malang Raya. 

TIMESINDONESIA, MALANG – Memasuki Oktober, jumlah kasus positif covid-19 di indonesia cukup meningkat, walaupun dalam beberapa data dan laporan satgas mengatakan disaat yang sama angka kesembuhannya mengalami kenaikan yang cukup signifikan. 

Sebuah kondisi yang rasanya patut disyukuri jika benar adanya. terlepas dari segala macam spekulasi dan dugaan miring dari sebagian besar pandangan.

Sejatinya, Tak ada soal yang lebih panjang berbicara mengenai pandemi, sebab, hampir seluruh tenaga dan kerja keras daerah serta di negara-negara terdampak - umumnya bertujuan pada kesembuhan yang total akan wabah. 

Di masa-masa seperti ini, secara tidak langsung, adanya isu-isu yang bergulir cukup memberikan asupan sentimen yang lebih besar kepada kita semua. Dosis sensitifitas kita dalam menanggapi segala fenomena sosial juga turut diliputi rasa curiga, heran, dilema bahkan ketakutan. 

Ketika dunia berada di ambang batas, Ancaman menguasai banyak sektor, Hal ini menjadi tantangan besar bagi setiap negara dalam mengambil sikap atas hidup dan keberlangsungan bangsanya.

Tentu, menjadi persoalan besar ketika kita tidak cukup mampu memetakan skala prioritas untuk mengambil langkah di masa krisis seperti ini.  

Di banyak negara, Adalah menjadi fokus utama bagaimana badai pandemi ini cepat berlalu. Kesehatan nasional kembali pulih, juga ekonomi yang diharap kembali bangkit.

Di sekian banyak negara maju sekalipun, landasannya tetap berpegang pada isu penanganan wabah, ketahanan pangan, serta antisipasi resesi global. Namun, ada banyak persoalan lain yang belakangan terjadi di Indonesia. Bias fokus pada penanganan pandemi terjadi dalam kurun waktu terakhir.

Ada banyak pekerjaan rumah tambahan yang justru mengaburkan tujuan utama kita dalam menangani pandemi. Bicara salah benar, tentu semua merujuk pada stake holder dan pengambil keputusan tertinggi. Dalam hal ini pastinya kekuasaan dan otoritas negara. 

Pengesahan Omnibus & Aksi Demonstrasi

Disahkannya Omnibus law & UU cilaka belakangan ini menjadi kontroversi yang terjadi di masyarakat. Pasalnya, rancangan undang-undang yang sebelumnya juga sudah dituntut untuk dibatalkan, tiba-tiba menjadi draft UU yang disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 5 oktober lalu. sebuah proses pengesahan regulasi yang terkesan sangat terburu-buru. 

Tentu ini menjadi masalah besar tambahan di tengah perjuangan kita yang sedang melawan wabah. Di situasi sedang sulit, DPR dengan sengaja memantik sensitivitas publik. Setali tiga uang, Hal ini menuai gelombang protes besar-besaran dari banyak pihak dan kalangan.

Bahkan di jagat sosial media sendiri, Infografis media memberikan data bahwa pembahasan penolakan omnibus law dan UU cilaka menjadi trending isu di beberapa platform besar. Ini bukan hanya soal algoritma publik melainkan potret yang menunjukan sebuah kesadaran sosial politik yang tinggi dari pengguna dan warga media itu sendiri, khususnya kalangan millenial. 

Di dunia nyata, unjuk rasa dan demonstrasi yang diadakan hampir di puluhan kota dan wilayah dengan angkatan parlemen jalanan yang diikuti banyak dari buruh, mahasiswa, pelajar, masyarakat dan kalangan umum menjadi fenomena yang miris dan ironi ketika hanya dipandang sebelah mata. 

Gaung suara mereka di mimbar bebas jalanan bukan hanya sekadar aspirasi lembaga, personal atau kepentingan individu, melainkan keterwakilan harapan dan asa dari orang-orang yang mungkin tak mampu dijangkau oleh batasan data dan survei kuantitas. 

Semua yang turun, apapun isu yang dikawal tentu memiliki niat baik dalam keberlanjutan ekosistem yang sehat dan bersih di setiap tatanan kehidupan bernegara. Saya memandang, keadaan ini menjadi alarm demokrasi bagi negara untuk membuka gerbang dialog yang solutif juga transparan dengan banyak pihak. Tidak hanya dengan melempar jawaban terkait adanya penunggang gelap, dalang dan segala macam insinuasi kekuasan. 

Desakan perppu dan judicial review pun tidak bisa hanya ditanggapi sebagai semantik belaka. Ada bahasa publik yang sepatutnya ditangkap sebagai sinyal kuat tentang hancurnya public trust.

Jiwa Sosio-kultur Masyarakat

Kita bisa berdebat panjang menyoal alternatif dan solusi dari semua tuntutan massa. Bahkan secara prosedur, dua pilahan bisa menjadi jawaban ; Terbitnya Perppu dan Judicial Review. 

Tapi yang terjadi pada masyarakat tidak hanya itu, ada banyak hal yang tidak bisa diakomodir negara. salah satunya jiwa yang ada pada Sosio-kultur masyarakat. abstraksi dan ketidakpercayaan publik kepada negara. Ini yang sejatinya memanggil orang-orang berani untuk berkumpul, menggalang massa yang lain untuk turun ke jalan, tanpa peduli ancaman di sekelilingnya.

Negara tidak cukup dengan hanya mengandalkan instrumen normatif untuk mengusir kerumunan massa, atau menjawab tuntutan mereka dengan mengevaluasi pasal per pasal, halaman per halaman, bahkan koridor uji materil dan formil sekalipun. Negara tidak bisa dengan hanya menjadi juru bicara yang menanggapi suara-suara dan poin-poin inti mereka. Seolah mengabaikan tentang segala permintaan yang parau.

Negara tidak cukup dengan menjadi penjaga rumah yang justru mengusir tuannya sendiri ketika hajatnya tersampaikan atau ketika rumahnya minta dibersihkan. Negara perlu memahami secara holistic tentang jiwa yang ada dan bersemayam pada sosio-kultur di masyarakat. tentang kebebasan berpendapat, tentang kesejahteraan, tentang keadilan sosial.

***

*)Oleh: Zulfikri Nurfadhilla, Ketua Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia Cabang Malang Raya. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES