Peristiwa Daerah

Mengenang Kiai Manshur, Sang Penggembleng Santri di Pertempuran 10 November

Kamis, 22 Oktober 2020 - 16:51 | 132.12k
Makam Kiai Manshur di Desa Kalipucung Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. (Foto: Sholeh/ TIMES Indonesia)
Makam Kiai Manshur di Desa Kalipucung Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. (Foto: Sholeh/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BLITAR – Siapa sangka bambu runcing yang digunakan oleh para santri dan arek arek Suroboyo ketika pertempuran 10 November di Surabaya ternyata diberi asmak doa oleh seorang kiai di Blitar, Kiai Manshur.

Nama lengkap Kiai Manshur adalah Kiai Pucung bin Kiai Abu Manshur (Kiai Thoya). Beliau adalah putra ketujuh dari sembilan bersaudara. Dilansir dari halaqoh.net,  beliau lahir sekitar tahun 1881-an, dan wafat di tahun 1964-an.

Bambu runcing yang digunakan sebagai senjata utama santri laskar Hizbullah dan arek-arek Surabaya pada pertempuran 10 November didatangkan dari Blitar.

Pintu Masuk Makam Kiai Mansur

Bambu runcing ini sebelumnya di asmak atau disepuh oleh Kiai Manshur warga Desa Kalipucung, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar.

"Bambu runcing itu pertama kali dibawa dari Kiai Subehi Paraan, Temanggung, Jawa Tengah," kata Komarul Huda, cucu kiai Mansur kepada TIMES Indonesia, Kamis (22/10/2020).

Komarul menuturkan, bambu runcing sebelum dibawa ke Surabaya direndam disebuah kolam. Tidak hanya itu, pemilik bambu runcing juga digembleng dengan puasa mutih dan puasa pati geni. Kemudian Kiai Manshur memandikan pemilik bambu runcing di sebuah kolam yang terletak di belakang rumahnya.

"Beliau menggunakan Dalail Khoirot untuk mengasmak bambu runcing. Jadi seminggu sebelum meletus perang di Surabaya, santri dan arek arek Surabaya ke sini," jelasnya.

Menurutnya, Dalail Khoirot adalah bacaan sholawat nabi. Namun dibagian akhir disisipkan khidzib. Khidzib merupakan amalan untuk berserah diri kepada Alloh agar diberikan kekuatan dan kekebalan senjata.

Selain bambu runcing, Kiai Manshur juga mengasmak granggang (bambu berukuran satu meter) yang digunakan untuk serangan musuh.

"Jika tiga buah bambu granggang ditancapkan di tanah, maka musuh tidak bisa lihat atau bom pun akan lewat," tambahnya.

Komarul mengemukakan, selain menjadi pengisi asmak senjata pejuang, Kiai Manshur juga mengajari pasukan dengan sejumlah teknik perang, dan keberanian serta semangat pantang menyerah para pejuang yang terlibat pertempuran 10 November di Surabaya. "Bagaimanapun, perjuangan para santri yang tergabung dalam pasukan Hizbullah merupakan salah satu sejarah yang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia, Apalagi Hari Santri Nasional," tegas Komarul. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES