Peristiwa Nasional

Usai Garap Omnibus Law, Menkum HAM Yasona Laoly Berniat Revisi UU Narkotika

Minggu, 18 Oktober 2020 - 08:19 | 102.21k
Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly menandatangani prasasti Desa Bersih Narkoba ke-56 Jawa Barat, di Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/10/2020).(FOTO: Iwa/TIMES Indonesia)
Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly menandatangani prasasti Desa Bersih Narkoba ke-56 Jawa Barat, di Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/10/2020).(FOTO: Iwa/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly menyatakan pihaknya berencana untuk merevisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, dengan penekanan rehabilitasi kepada penyalahguna narkoba. 

Pertimbangannya, kata Menkumham, akibat besarnya biaya untuk penanganan persoalan narkoba, terutama bagi para tahanan dan lapas narkoba. Hal itu diutarakannya saat Laoly menghadiri peresmian Desa Bersinar ke-56 Jawa Barat, di Alam Santosa Pasir Impun, Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/10/2020). 

"Kami sedang ingin merevisi Undang-undang Narkotika, dengan penekanan terhadap pencegahan kasus penyalahgunaan narkoba dan kewajiban negara untuk merehabilitasi penyalahguna narkoba sebagai alternatif utama, dengan mengoptimalkan tempat rehabilitas yang ada," jelas Laoly kepada TIMES Indonesia. 

Sementara untuk penangkapan terhadap penyalagguna narkoba difokuskan kepada para bandar dan kurir narkoba. Sebab menurutnya selagi harga narkoba masih mahal di Indonesia, maka bandar kelas internasional pun akan selalu berusaha dengan segala cara untuk memasukan narkoba ke Indonesia.

"Kita punya keterbatasan dalam penuntasan kasus narkoba. Kita juga tidak punya kecukupan lapas narkoba. Idealnya memang setiap pengguna dikirim ke lapas narkoba, tapi kita kan tidak punya uang untuk lapas khusus," ungkapnya. Roadmap revisi UU Narkotika itu kata menteri, akan disusun oleh BNN dan stakeholder terkait. 

Karena itu, lanjut Laoly, pihaknya mengapresiasi Program Desa Bersih Narkoba (Bersinar) yang digelar Badan Narkotika Nasional. Menurut Menkumham, Program Desa Bersinar merupakan salah satu upaya pendekatan guna menekan persoalan besar bangsa Indonesia dengan maraknya penyalahgunaan naroba dan over kapasitas Lapas Narkoba.

"Masalah narkoba bukan lagi masalah di perkotaan tapi sudah masuk ke pedesaan. Kalau kita bisa menyelesaikan masalah ketergantungan terhadap narkoba, itu akan menghemat biaya yang sangat besar," ujar Laoly.

Untuk biaya makan narapidana saja, imbuh menteri, Kementerian Kumhan sudah mengeluarkan biaya Rp1,8 triliun per tahun dengan tahanan narkoba mencapai empat juta orang. 

Dengan demikian, kata dia, pendekatan yang digunakan dalam memberantas narkoba bukan dengan menambah kapasitas gedung lapas yang memang sangat terbatas, melainkan dengan strategi lain seperti Desa Bersinar ini.

Di beberapa daerah, sebut menteri, lapas narkoba sudah over kapasitas sampai 300 sampai 700 persen. Sementara biaya untuk membangun lapas dengan kapasitas 1.000 orang membutuhkan dana Rp 100 miliar.  

Terlebih lagi penyalahguna narkoba tiap tahun bertambah hingga mencapai 20 ribu orang. Belum lagi untuk biaya operasional dan pegawai lapas. Dengan penambahan per tahun 20 ribu orang, maka diperlukan anggaran untuk fisik gedung lapas-nya saja mencapai Rp2 triliun. Sedangkan anggaran operasional lapas di Kemenkumham hanya Rp5 triliun per tahun.

"Jadi, approach-nya tidak hanya penambahan gedung lapas narkoba. Pendekatan pencegahan yang dilakukan BNN dengan Desa Bersinar ini mendidik masyarakat agar punya ketahanan terhadap narkoba sebagai upaya untuk mengurangi pasar atau pemakai penyalahgunaan narkoba," papar Menkumham Yasona Laoly. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES