Kopi TIMES

Dampak Indonesia Jika Mengalami Resesi

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 11:45 | 67.15k
Abid Muhtarom, Dosen Fakultas Ekonomi, dan LPPM-Litbangpemas Universitas Islam Lamongan (Unisla)
Abid Muhtarom, Dosen Fakultas Ekonomi, dan LPPM-Litbangpemas Universitas Islam Lamongan (Unisla)

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Indonesia diprediksikan besar akan mengalami resesi apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I dan II selalu negatif.

Pertumbuhan ekonomi pada tingkat ini bisa menjadi indikator suatu negara untuk  dikatakan resesi. Namun keadaan seperti ini bisa dianggap wajar mengingat hampir seluruh dunia saat ini sedang dilanda wabah CoVid-19 yang sampai saat ini terus meningkat.

Perlu untuk dicatat, dalam beberapa tahun terakhir gejolak maupun gejala  resesi jarang terjadi dalam perjalanan kehidupan perekonomian.

Bahkan hampir bisa dipastikan fenomena resesi ini hanya terjadi 100 tahun sekali, seperti halnya The Great Depression (depresi besar) yang melanda perekonomian Amerika Serikat Pada dekade 1920-an. Sejarah kelam yang berlangsung selama 10 tahun, mulai dari 1929 sampai 1939.

Bagi penulis, Indonesia tidak akan mengalami peristiwa seperti The Great Depression. Peristiwa resesi ini diluar kalkulasi normal karena hanya terjadi pada beberapa bidang saja.

Namun apabila resesi terus berlanjut menjadi kuartal IV akan berdampak pada krisis ekonomi karena terjadi pertumbuhan ekonomi minus 1 tahun.

Selanjutnya, apabila krisis ini masih tetap berlanjut akan berdampak pada depresi ekonomi, dan jika terus berlanjut hingga 2-3 tahun akan berdampak The Great Depression.

Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, gejolak ekonomi di Indonesia memiliki perbedaan dengan resesi ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya.

Namun tetap memberikan dampak krisis ekonomi hingga pertengahan tahun 2021, yang ditandai dengan “merangkaknya” perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena, setidaknya, beberapa manajeman pemerintah sudah old mind dan old system.

Apa yang terjadi bila Indonesia mengalami resesi? Sederhananya, investor akan menahan uang untuk berinvestasi pada bisnis baru, dan lebih memilih membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan primer. Sedangkan belanja kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier terus berkurang.

Menurunnya angka ini perkiraan akan minus 5,3 persen, atau kemungkinan terbaik akan naik 3,3 persen, meski hal ini masih termasuk kategori minus 2 persen pada ekonomi Indonesia. Hal ini akan diumumkan Oktober atau akhir November. Padahal kuartal II selesai di bulan September.

Bagaimana dengan kuartal IV? Jawabanya terdapat pada wabah CoVid-19 yang masih berlanjut, diperkirakan kasus CoVid-19 akan mencapai angka 500.000 hingga akhir tahun. Ini akan mengubah perilaku seluruh masyarakat Indonesia.

Investasi atau spanding top 1 persen, top 3 persen dan top 10 persen populasi dimana mereka paham akan informasi dan sangat terdidik memilih diam dan tidak melakukan aktivitas ekonomi, padahal mereka memegang 70 persen perputaran ekonomi di luar belanja negara.

Di sisi lain, pasar Indonesia menyentuh angka 1000 Bilion Dollar. Sedangkan APBN Indonesia hanya pada angka 180 Billion Dollar. Artinya ada selisih 820 Billion Dollar antara perputaran uang dan APBN. Dengan demikian, bisa dikatakan 820 Billion Dollar itu merupakan perputaran uang yang dijalankan oleh swasta. Ini menyebabkan ekonomi tidak tumbuh secara makro.

Bila di kuartal IV masih negatif, kemungkinan akan berdampak pada resesi yang cukup lama. Tentunya juga akan berdampak pada ketersediaan lapangan kerja dan pengangguran. Yang pasti, pendapatan pengusaha akan turun, bahkan cenderung hanya untuk bertahan hidup saja. Pengangguran berdampak langsung pada daya beli masyarakat yang terus menurun. Bila berlanjut, akan terjadi inflasi.

Lantas apa yang harus masyarakat lakukan? Inilah tantangan bagi kita semua, jangan sampai kita hanya berteriak dan menuntut banyak pada pemerintah, namun tanpa memberikan solusi. Setidaknya dengan memberdayakan UMKM dengan cara terus melakukan berinovasi dalam produksi dan promosi. (*)

***

* ) Penulis: Abid Muhtarom, Dosen Fakultas Ekonomi, dan LPPM-Litbangpemas Universitas Islam Lamongan (Unisla)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-4 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES