Kopi TIMES

Pembenahan Komunikasi Publik di Masa Pandemi

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 12:37 | 161.87k
Dr. Naniek Afrilla F., S.Sos., M.Si., Pengajar S1 Dan S2 ilmu komunikasi, fisip di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Provinsi Banten.
Dr. Naniek Afrilla F., S.Sos., M.Si., Pengajar S1 Dan S2 ilmu komunikasi, fisip di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Provinsi Banten.

TIMESINDONESIA, BANTEN – Pandemi Covid-19 telah melanda penduduk dunia selama satu semester terakhir. Pandemi asal Wuhan, Tiongkok ini telah membuat manusia mengalami berbagai krisis dan memaksa pemerintah di negara-negara dunia memutar otak untuk mengatasi krisis akibat pandemi. Situasi krisis yang melanda dunia akibat pandemi bukan saja krisis kesehatan. Bencana non alam ini turut menekan manusia ke dalam krisis ekonomi, sosial bahkan krisis psikologis.

Komunikasi sering kali menjadi langkah awal untuk menangani sebuah krisis. Pakar komunikasi Texas A&M University W. Timothy Coombs mengatakan bahwa komunikasi adalah esensi manajemen krisis. Melalui komunikasi, informasi akan dikumpulkan, diproses dan disebarluaskan kembali. Inilah yang menjadi landasan dasar bagi pemerintah dalam membuat kebijakan untuk menangani dampak pandemi di berbagai bidang. Proses komunikasi menempati posisi penting agar suatu kebijakan dapat dibuat dengan tepat dan dapat diimplementasikan oleh publik.

Ekonomi Nasional

Ekonomi merupakan salah satu bidang yang digempur dampak pandemi Covid-19. Sejumlah negara di dunia telah masuk ke jurang resesi, di Indonesia sendiri sektor ekonomi menjadi bidang yang mendapat gempuran parah akibat pandemi ini. Melansir pemberitaan CNBC Indonesia (8/9/2020), Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 16, 5 juta orang, dengan rincian 7 juta pengangguran yang sudah ada, 2,5 juta tambahan angkatan kerja per tahun dan 7 juta korban PHK. 

Keadaan ekonomi kian memburuk pada kuartal ke II, Tempo.co (5/8/2020) memberitakan pertumbuhan ekonomi nasional bahkan bernilai minus 5,32%. Dengan nilai pertumbuhan ekonomi yang negatif, maka dapat dikatakan lampu kuning telah menyala untuk sektor perekonomian Indonesia. Jika pada kuartal III pertumbuhan ekonomi nasional masih bernilai negatif, maka secara teknis Indonesia telah mengalami resesi.

Narasi Gas-Rem

Kondisi yang demikian buruk membuat pemerintah harus memutar otak untuk mengendalikan dua bidang kehidupan yang dilanda krisis besar, yaitu bidang kesehatan dan bidang ekonomi. Usai pemerintah ramai-ramai menarasikan new normal dan berdamai dengan corona, kini istilah gas-rem menjadi agenda narasi pemerintah.

Dapat dikatakan bahwa narasi gas-rem merupakan jawaban atas kritik publik terhadap pemerintah yang dinilai mementingkan ekonomi daripada kesehatan. Dengan narasi tersebut pemerintah mulai melonggarkan PSBB agar ekonomi dapat kembali berjalan dan mengeluarkan kebijakan mengenai penerapan protokol kesehatan sebagai wujud rem dari kegiatan mengungkit perekonomian di tengah pandemi.

Melalui narasi gas-rem dan berbagai kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional, pemerintah mengharapkan masyarakat dapat kembali mengungkit roda perekonomian agar terhindar dari jurang resesi dengan tetap menekan risiko penularan Covid-19 melalui penerapan protokol kesehatan. Sayangnya, hingga kini kasus Covid-19 di Indonesia justru kian meninggi, sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengeluarkan peringatan resesi teknis.

Komunikasi Krisis

Pandemi Covid-19 yang menjadi bencana nasional mengundang dua krisis besar yang berdampak langsung kepada publik, yaitu kesehatan dan ekonomi. Ini adalah dua kode yang mendasari pemerintah dalam menyusun kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional di  masa new normal. Pokok permasalahannya, hingga hari ini peningkatan kasus Covid-19 yang mencapai angka 3000 kasus per hari. Artinya narasi gas-rem belum berhasil dalam menangani krisis Covid-19

Angka kasus Covid-19 yang lebih dari 200.000 kasus dapat menjadi tanda-tanda agar pemerintah harus menarik tuas rem (mendahulukan penyelesaian kesehatan). Pemerintah harus mampu tampil di hadapan publik dengan cara komunikasi krisis yang tepat. Kita dapat melihat, usai new normal diwacanakan serta dilonggarkannya PSBB di berbagai wilayah, sejumlah klaster baru Covid-19 justru bermunculan dan menambah panjang kasus Covid-19 di Indonesia.

Opini publik mengenai pemerintah yang dianggap mendahulukan ekonomi dibanding kesehatan harus segera mendapat penanganan yang tepat. Dalam melakukan komunikasi publik, pemerintah perlu melakukan kombinasi atara penyampaian informasi dan persuasif. 

Klaster perkantoran yang merupakan klaster baru dalam kasus Covid-19 menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi tidak sejalan dengan penerapan protokol kesehatan. Penyebaran informasi mengenai protokol kesehatan dan zona wilayah penyebaran covid-19 harus dilakukan secara masif. Informasi tersebut akan digunakan publik untuk memberi respons terhadap penyebaran Covid-19. Pesan mengenai survival akan membangun insting publik untuk menerapkan protokol kesehatan agar dapat melindungi diri dari Covid-19.

Dalam kajian komunikasi kesehatan, hal ini dijelaskan dengan model komunikasi Health Belief. Salah satu poin dari model komunikasi tersebut menitikberatkan pada kepercayaan publik tentang bahayanya suatu penyakit. Ketika publik percaya bahwa Covid-19 adalah virus yang membahayakan kesehatan, maka publik akan berusaha survive dengan melakukan hal-hal yang dapat mencegah diri tertular Covid-19.

Pemerintah bersama media perlu menjalin kesepahaman dalam menyampaikan pesan agar publik dapat menerima pesan secara terarah dan menerapkan protokol kesehatan seperti yang diharapkan.

Selain penyebaran informasi, pemerintah harus mampu melakukan persuasi kepada publik. Membangun relasi dan kolaborasi sangat penting dilakukan untuk mengatasi krisis selama masa pandemi. Pemerintah perlu menjalin komunikasi dengan para stakeholder di bidang ekonomi misalnya para pengusaha atau pemilik saham agar turut mendukung kegiatan ekonomi dengan memperhatikan protokol kesehatan. 

Sangat penting untuk membangun kesepahaman dalam menyediakan fasilitas seperti masker, sarung tangan dan hand sanitizer di lingkungan kerja. Selain itu, tidak dapat dipungkiri ketika kegiatan ekonomi di sektor formal mulai berjalan, maka secara langsung akan mendukung perputaran ekonomi di sektor non formal.

Para pedagang di sekitar pabrik juga merupakan bagian dari stakehoder perusahaan. Karena itu pemerintah perlu meyakinkan eksekutif perusahaan dan pemilik saham agar melakukan kegiatan social responbility dengan menyediakan fasilitas masker dan sarung tangan untuk para pekerja sektor non formal di sekitar perusahaan.

Kerja sama pentahelix antara pemerintah, media, pengusaha, akademisi, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan kesepahaman dalam mengatasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi di masa pandemi Covid-19.

***

*)Oleh: Dr. Naniek Afrilla F., S.Sos., M.Si., Pengajar S1 Dan S2 ilmu komunikasi, fisip di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Provinsi Banten.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES