Kopi TIMES

Hampir Tiba di Penghujung Tahun, Apa Kabar Penanganan Covid-19 di Indonesia?

Jumat, 16 Oktober 2020 - 18:02 | 67.04k
Nanda Ayu Puspita Sari (Mahasiswi Ilmu Komunikasi Unitri Malang)
Nanda Ayu Puspita Sari (Mahasiswi Ilmu Komunikasi Unitri Malang)

TIMESINDONESIA, MALANG – Penanganan covid-19 di Indonesia masih dinilai kurang berhasil. Kasus positif virus berbahaya yang masuk ke Indonesia sejak Maret 2020 lalu, semakin bertambah setiap harinya. Angka penularan baru dijelaskan dari data pemerintah telah terdapat 3.992 kasus yang terhitung pada Minggu (4/10/2020). Jumlah yang tidak sedikit tersebut membuat kasus corona dalam 7 bulan terakhir kini berjumlah 303.498 pasien. 

Akan tetapi kita tidak bisa menutup mata akan kabar baik kesembuhan pasien covid-19. Dalam sehari, 3.401 pasien covid-19 dianggap tidak lagi terinfeksi virus dan bisa pulang ke rumah masing-masing seperti dilansir dari situs covid.19.go.id dan kemkes.go.id. 

Meski demikian, kasus kematian yang menyertai juga tidak luput dari perhatian masyarakat. Penanganan yang tidak konsisten dan kebijakan yang berubah-ubah membawa dampak tidak langsung kepada masyarakat. Sejak awal, pernyataan pemerintah seperti menganggap remeh virus mematikan ini. 

Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto kembali menjadi buah bibir tanah air setelah trending ketika Najwa Shihab dalam program TVnya mewawancarai kursi kosong yang seharusnya diisi Terawan. Sebagai orang yang diharapkan menjadi penanggungjawab atas masalah penanganan di Indonesia yang jauh dari negara-negara lain, sehari setelah dirinya trending Terawan menjawab dengan santai dengan meminta masyarakat tetap berdoa hingga menyebut soal tanggal main.

Hal tersebut tentu saja menimbulkan pro kontra. Apa kabar penanganan covid-19 di Indonesia? Apakah kata-kata manis penenang dari pemerintah mampu meredam ketidakpercayaan masyarakat, atau apakah doa tanpa tindakan tegas mampu menekan covid-19 di Indonesia?

Apalagi isu ketimpangan yang merugikan banyak pihak karena covid-19, gampang tertimbun oleh isu-isu yang tidak penting. Perhatian masyarakat gampang teralihkan sehingga tidak mengawal kebijakan hingga tuntas. Padahal, jika pemerintah dan masyarakat tidak menjalin komunikasi dua arah, kesepakatan tidak akan mencapai titik yang sama.

Sebut saja, ketimpangan ekonomi berbeda  bagi mereka yang bekerja secara informal. Tidak ada pilihan lain bagi kelompok masyarakat ini, selain harus turun ke lapangan dan berisiko tertular Covid-19. Pernyataan klasik “Pilih mati karena covid-19 atau karena kelaparan” sangat berlaku bagi masyarakat kelompok ini. Tidak ada regulasi jelas bagaimana mereka tetap bisa mendapat kehidupan layak tanpa bekerja seperti biasa. Tuntutan kebutuhan hidup lebih menakutkan daripada ancaman pemerintah yang juga kurang tegas.

Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Sudirman Nasir bahkan menyebut ketimpangan mempengaruhi kemampuan dan konsistensi masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan Covid-19. Sepertinya angka-angka yang semakin mengkhawatirkan, tidak menghalangi masyarakat untuk tetap bergerak di masa pandemi ini. Jaminan sosial yang belum maksimal membuat masyarakat terang-terangan memilih untuk bertindak seperti tidak terjadi apa-apa.

Misalnya, memakai masker agar tidak ditindak polisi untuk didenda daripada untuk mencegah covid-19. Nampaknya, isu ketimpangan ekonomi merambat kepada semua lini. Apalagi kemuakan masyarakat  sudah berbuah pada pemberontakan di sosial media hingga kehidupan nyata melihat pilkada mendatang tetap diadakan. Kampanye dalam masa besar dilakukan pemerintah, dukungan-dukungan digalakkan tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Sementara masyarakat diminta untuk beribadah dari rumah, bekerja dari rumah hingga belajar dari rumah.Ketidakseriusan penanganan covid-19 akhirnya menjamur bahkan bisa hinggap kepada orang yang melihat secara serius penyakit mematikan ini. 

Lalu, siapa Indonesia? Siapa yang bertanggungjawab akan kekacauan ini? Sementara kita bertanya dan saling menyalahkan, bulan-bulan menuju akhir tahun semakin mendekat. Negara-negara lain sudah mulai hidup secara normal, sedangkan  kita suam-suam kuku. Kebijakan-kebijakan baru semakin bertumpuk, komunikasi ke masyarakat tumpul, sistem dinilai ribet dan masyarakat semakin tidak peduli. Apa kabar Indonesia?

***

*)Oleh: Nanda Ayu Puspita Sari (Mahasiswi Ilmu Komunikasi Unitri Malang).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES