Kopi TIMES

Pendidikan Online Darurat Nyawa

Jumat, 16 Oktober 2020 - 17:36 | 104.15k
Azmi Azizah, Mahasiswi Universitas Gadjah Mada.
Azmi Azizah, Mahasiswi Universitas Gadjah Mada.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia membawa banyak perubahan dalam segala lini kehidupan, tak terkecuali bidang pendidikan. Belum diperbolehkannya pembelajaran di sekolah secara tatap muka langsung dan keharusan untuk physical distancing, membuat PJJ atau Pembelajaran Jarak Jauh menjadi solusi agar murid tetap bisa mendapatkan materi pelajaran meski di rumah.

Namun, adanya PJJ ini ternyata memberikan dampak buruk berupa banyaknya kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anak baik secara verbal maupun fisik, bahkan berujung pada pembunuhan.

Belum lama ini, kasus seorang Ibu yang membunuh anaknya akibat tidak bisa memahami pelajaran yang diajarkan melalui PJJ membuat kita miris. Ibu dengan inisial LH membunuh anaknya yang duduk di kelas 1 SD lantaran kesulitan mengikuti pelajaran saat belajar secara daring di Kota Tangerang Banten. Parahnya lagi, menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), korban dimakamkan tidak sesuai yang seharusnya. Jasad korban dibawa menggunakan kardus dan dimakamkan di TPU Desa Cipalabuh secara sembunyi-sembunyi oleh pelaku.

Kasus kekerasan terhadap anak selama pandemi ini cukup banyak terjadi. LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Provinsi Banten menyebutkan bahwa sejak Januari hingga Juli 2020, terdapat 35 kasus kekerasan anak yang dilaporkan. Pada tahun 2020 sendiri, banyak kasus dari berbagai daerah di Indonesia  mengenai Ibu yang membunuh anaknya karena berbagai sebab, di antaranya adalah karena sang anak rewel, susah makan, ngompol di kasur, dan sebagainya. Salah satu faktor yang disoroti oleh Ketua Komisi X DPR RI, Saiful Huda adalah terkait tekanan psikologis yang dialami orang tua akibat kondisi pandemi.

Kekerasan pada anak yang terjadi selama pandemi tidak bisa terlepas dari kondisi kesulitan ekonomi yang membuat orang tua tertekan secara psikologis dan peran ganda yang harus diemban, yaitu menjadi guru yang mendampingi Pembelajaran Jarak Jauh anak-anaknya. Tingginya angka PHK dan sulitnya mencari pekerjaan membuat resah dan frustasi para orang tua. Ditambah dengan minimnya kecapakan dalam menggunakan platform digital untuk PJJ serta belum kompeten dalam mendampingi proses belajar anak, maka ledakan emosional orang tua inilah yang menyebabkan anak mendapatkan tindakan kekerasan baik secara fisik maupun psikis.

Padahal, bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak adalah hal yang berpengaruh besar terhadap kehidupan anak. Christian Jarrett, editor The British Psycological Society mengatakan bahwa hampir setengah kepribadian anak dipengaruhi oleh faktor gen, tetapi emosional anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh dan kehangatan dalam keluarga.

Apalagi bagi anak usia dini, perilaku orang tua dalam mengasuh mereka sangat berpengaruh pada karakter dan sikap anak di masa depan. Namun, orang tua yang kurang menyadari pentingnya faktor pola asuh akhirnya kalap dengan emosi yang sedang meledak dan ujung-ujungnya buah hatilah yang menjadi korban. 

Kasus-kasus kekerasan pada anak ini seharusnya menjadi pelajaran kita bersama. Pemerintah harus terus mengawal Pembelajaran Jarak Jauh dengan memberikan fasilitas yang menunjang siswa serta pemenuhan kebutuhan ekonomi warga. Sebab masih banyak siswa yang terkendala dalam kepemilikan gadget, membeli kuota, sinyal tak mendukung, dan mati lampu yang kerap terjadi. Pihak sekolah juga sebaiknya merumuskan dengan lebih baik terkait pemberian pemahaman dan motivasi untuk orang tua dalam mendampingi anak belajar di rumah. Para guru harus mampu menyuasanakan pembelajaran secara PJJ yang mudah dimengerti siswa dengan menyenangkan.

Nasihat terkhusus untuk kita bersama selaku orang tua atau calon orang tua, selayaknya kita lebih memaknai bahwa anak adalah amanah dari Tuhan untuk kita. Mendidiknya dengan kesabaran dan menumbuhkannya dengan pendidikan karakter adalah tugas kita. Pengelolaan emosi harus dipelajari dengan baik agar tidak berdampak buruk pada pola pengasuhan yang kurang tepat yang justru dapat menyebabkan anak tidak memiliki rasa percaya terhadap orang tua dan tidak memiliki keutuhan diri dalam menjalani hidupnya. Tentu kita tidak ingin buah hati kita yang seharusnya di masa depan adalah pemimpin bangsa ini justru terpuruk hidupnya atau bahkan kehilangan nyawa hanya karena kelalaian kita. (*)

***

*)Oleh: Azmi Azizah, Mahasiswi Universitas Gadjah Mada.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES